Babak Belur Dihajar Impor dan Daya Beli, Asosiasi Tekstil Minta Pemerintah Memproteksi Industri TPT Dalam Negeri
Oleh : Ridwan | Rabu, 31 Juli 2019 - 14:30 WIB

Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia
INDUSTRY.co.id - Jakarta - Industri tekstil dan produk tesktil (TPT) nasional sedang menjadi buah bibir di masyarakat. Pasalnya, industri andalan Indonesia ini sedang dirundung permasalahan yang begitu pelik.
Menurunnya daya beli masyarakat digadang-gadang menjadi akar penyebab permasalahan industri TPT saat ini. Tak hanya daya beli, merebaknya barang impor yang memiliki harga murah juga membuat daya saing industri TPT dalam negeri tak berkutik.
Ketua Umum Asosiasi Perstekstilan Indonesia (API), Ade Sudrajat tidak menampik kondisi yang dihadapi oleh industri TPT Nasional. Diakui Ade, menurunnya daya beli masyarakat menjadi permasalahan serius yang dihadapai oleh para pengusaha tekstil Tanah Air.
"Masalah utama industri TPT nasional adalah daya beli yang semakin menurun. Hal itu disebabkan oleh harga komoditas Indonesia yang anjlok dalam beberapa tahun terakhir, sehingga mempengaruhi daya beli masyarakat," kata Ade saat dihubungi Industry.co.id di Jakarta, Rabu (31/7).
Dijelaskan Ade, krisis global yang disebabkan oleh perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan Tiongkok juga mempengaruhi industri TPT dalam negeri.
"Perang dagang AS dengan Tiongkok menjadi tekanan tersendiri bagi industri tekstil nasional. Dengan adanya perang dagang, otomatis barang-barang Tiongkok tidak bisa masuk ke AS. Dikarenakan ASEAN memiliki Free Trade Agrement (FTA), dengan begitu Tiongkok bisa memasukkan barangnya ke Indonesia, maka otomatis barang impor lebih mendominasi dari pada pertumbuhan barang lokal, sehingga industri yang berorientasi dengan pasar lokal mengalami hambatan," paparnya.
Oleh karena itu, Ade meminta pemerintah memberikan proteksi terhadap industri TPT Nasional. "Proteksionisme, ini adalah langkah yang harus segera diambil oleh pemerintah jika tidak ingin melihat industri TPT dalam negeri babak belur dihajar barang-barang impor dari luar yang harganya pun lebih murah," Tegas Ade.
Selain itu, Ade juga mendesak pemerintah untuk segera menerapkan harmonisasi harga yang sekarang ini masih disharmoni. "Harmonisasi harga harus segera mungkin diterapkan, sehingga laju impor untuk produk jadi bisa terhambat," kata Ade.
Menurutnya, daya saing industri TPT ditentukan oleh efisiensi. Dijelaskan Ade, efisiensi itu terdiri dari dua komponen yaitu efisiensi yang dilakukan oleh pihak swasta, dan efisiensi pelayanan yang dilakukan oleh pemerintah.
"Dua-duanya baik dari pemerintah dan swasta harus efisiensi untuk menjadi pemenang persaingan pasar global. Salah satu tidak efisien, kita tetap kalah. Untuk itu, mari kita bersinergi untuk sama-sama mengefisiensikan diri," terangnya.
Disisi lain, Ade manampik jika dikatakan industri TPT nasional sedang mengalami keterpurukan. "Industri tekstil itu harus dilihat secara jernih, dan bergantung pada orientasi pasar. Bagaimana bisa dikatakan terpuruk kalau ekspornya tumbuh," terang Ade.
Lebih lanjut, Ade mengungkapkan, saat ini ekspor TPT mencapai USD 13,8 miliar. Angka tersebut naik dari tahun sebelumnya yang hanya mencapai USD 13,1 miliar. "Tentunya kenaikan ekspor ini menunjukkan bahwa industri TPT dalam negeri masih memiliki prospek yang sangat cerah," kata Ade.
Apa yang dikatakan Ade ada benarnya. Dalam lima tahun terakhir, industri TPT sebenarnya mulai bergeliat, terlihat dari laju pertumbuhan PDB-nya. Pada 2015, pertumbuhan industri TPT turun 4,79 persen dan pada tahun berikutnya turun 0,09 persen. Memasuki 2017, geliat industri TPT mulai tumbuh. Hingga akhir 2017, industri TPT tumbuh sebesar 3,83 persen.
Pada 2018, kinerja industri TPT kian membaik dengan laju pertumbuhan PDB mencapai 8,73 persen. Kondisi industri TPT yang sedang tancap gas juga dibuktikan dengan data lainnya, yakni dari kinerja pertumbuhan industri manufaktur besar dan sedang. Dari data tersebut, industri TPT tercatat naik 19 persen sepanjang kuartal I/2019 (YOY).
Dari pertumbuhan industri manufaktur besar dan sedang TPT (PDF), produksi pakaian jadi mencatatkan kenaikan yang signifikan sebesar 29 persen. Sementara itu, produksi tekstil hanya sekitar 9 persen.
Baca Juga
Genjot Industri Tekstil dan TPT, Kemenperin Berikan Insentif Potongan…
Dongkrak Kinerja Industri TPT, Kemenperin Gulirkan Insentif Potongan…
Pan Brothers Tingkatkan Modal Dasar Jadi Rp647,5 Miliar
Kemenperin Siap Fasilitasi Usulan Pengusaha Tekstil Sesuaikan Tarif…
Bahaya! Fenomena Thrift Shooping Pakaian Bekas Ancam Industri Tekstil…
Industri Hari Ini

Rabu, 06 Juli 2022 - 04:00 WIB
Satgas Pamtas Yonif 12KC Bantu Warga Distrik Senggi Papua Panen Padi
Mendukung ketahanan pangan di perbatasan, Satgas Pamtas Yonif 126/KC Pos Batom membantu masyarakat memanen padi di Kampung Batom, Distrik Batom, Kabupaten Pegunungan Bintang.

Selasa, 05 Juli 2022 - 23:40 WIB
Satgas BLBI Diharapkan Optimalkan Hak Tagih
Pengamat Kebijakan Publik, Lutfi Hakim menyatakan, akuntabilitas kerja satgas adalah hak publik, hal itu lantaran baillout bank-bank jaman itu merupakan tanggungan negara yang dampaknya masih…

Selasa, 05 Juli 2022 - 21:47 WIB
Peserta Pensiun Lapor SPTB via ASABRI Mobile
PT ASABRI (Persero) adalah BUMN yang mengelola asuransi sosial Prajurit TNI, Anggota Polri dan PNS Kemhan/Polri, yang menjalankan programnya berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun…

Selasa, 05 Juli 2022 - 20:19 WIB
BAZNAS: Potensi Ekonomi Kurban 2022 Capai Rp31,6 Triliun
Jakarta-Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) menyebutkan potensi ekonomi kurban tahun 2022 mencapai Rp31,6 triliun, atau meningkat 74 persen dari potensi tahun 2021.

Selasa, 05 Juli 2022 - 20:08 WIB
Transporta Terpilih untuk Mengikuti Program Inkubasi Startup Studio Indonesia Batch
Jakarta-Transporta, perusahaan startup teknologi di Indonesia, terpilih menjadi salah satu dari 15 perusahaan startup untuk berpartisipasi dalam Startup Studio Indonesia Batch 4 setelah melewati…
Komentar Berita