Industri Fintech Mananti Aturan Baru OJK dan BI

Oleh : Arya Mandala | Senin, 18 Desember 2017 - 08:05 WIB

BI Fintech (ist)
BI Fintech (ist)

INDUSTRY.co.id - Jakarta, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tampaknya cukup concern terhadap perkembangan industri fintech di Tanah Air.

Akhir tahun lalu OJK telah menerbitkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 77/POJK.01/2016, tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (LPMUBTI).

Di dalam aturan tersebut, OJK mengatur berbagai hal yang harus ditaati oleh penyelenggara bisnis pinjaman dari pengguna ke pengguna, atau yang biasa disebut dengan peer to peer lending (P2P lending).

Sehingga pada akhirnya ini akan melindungi kepentingan konsumen terkait keamanan dana dan data, serta kepentingan nasional terkait pencegahan pencucian uang dan pendanaan terorisme, serta stabilitas sistem keuangan.

Penyedia jasa layanan pinjaman berbasis IT diberi kesempatan oleh OJK selama 6 bulan ke depan untuk melakukan registrasi keanggotaan ke OJK, dengan syarat di antaranya;

Penyelenggara wajib menyediakan escrow account dan virtual account di perbankan, serta menempatkan data center di dalam negeri.

Hingga akhir Oktober 2017 sebanyak 22 layanan jasa keuangan berbasis teknologi sudah resmi terdaftar di OJK.

Fintech yang resmi terdaftar tersebut pun sudah mendapatkan izin menawarkan jasa keuangannya di Indonesia.

Selanjutnya OJK juga akan menerbitkan surat edaran (SE) untuk mengatur lebih dalam mengenai fintech. SE tersebut antara lain mengatur tentang tata cara pinjam-meminjam, pelayanan customer, hingga pengawasannya.

Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech OJK Hendrikus Passagi mengatakan selain skema pinjam-meminjam, OJK akan merilis surat edaran yang mengatur penggunaan aplikasi elektronik bagi pengguna layanan pinjam-meminjam melalui perusahaan fintech.

Aplikasi tersebut menurutnya akan berisi data berupa PIN, rekaman sidik jari, pindaian wajah dan retina mata, serta konferensi video saat nasabah melakukan akad pinjam-meminjam.

Kami membangun sistem terintegrasi, ujarnya beberapa waktu lalu.

Dua aturan tadi katanya akan melindungi nasabah pengguna fintech. Hendrikus berharap di masa mendatang layanan pinjam-meminjam berbasis teknologi informasi ini bisa terus berkembang dan memudahkan masyarakat.

OJK berharap perusahaan fintech bisa segera membuat aplikasi elektronik untuk pinjam-meminjam serta menjalankan skema untuk menjaga berbagai risiko.

Dalam kesempatan berbeda Wakil Dewan Komisioner OJK, Nurhaida kembali menegaskan OJK akan membuat aturan baru terkait fintech.

Aturan tersebut menurutnya terkait batasan nominal pengelolaan dana yang dikelola oleh perusahaan Fintech. Hingga saat ini, pihaknya terus menggodok kembali mengenai aturan fintech.

"Kemungkinan ada nanti (batasan nominal). Bisa saja suatu kita mengatur dengan batasan tertentu, ketentuannya ini, dan kalau begitu besar akan mengikuti ketentuan ini," ujarnya kepada redaksi INDUSTRY.co.id melalui pesan singkatnya.

Sayangnya Nurhaida belum mau memastikan kapan aturan tersebut keluar. Menurutnya aturan ini masih terus dibahas oleh semua pemangku kepentingan, seperti Bank Indonesia dan Kementerian Komunikasi dan informasi.

"Ini kan dalam pembahasan. Ini kan kita liat dulu. Industri ini kan berkembang cepat ya. Kalau ada perkembangan harus kita sesuaikan lagi," ucapnya.

Nantinya kata Nurhaida, dalam membuat aturan tentang fintech pihaknya akan selalu melihat risiko ke depannya.

Hal ini bertujuan agar adanya Fintech tidak membunuh industri keuangan konvensional lainnya.

Tidak hanya OJK, otoritas moneter yakni Bank Indonesia (BI) juga punya rencana mengatur fintech.

Ini diungkapkan oleh Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara. Peraturan Bank Indonesia (PBI) tersebut ditargetkan terbit pada akhir tahun 2017.

Peraturan BI mengenai fintech bisa hadir bersamaan dengan regulatory sandbox, ujarnya seperti dikutip dari Antara.

Mirza mengatakan peraturan ini bisa mendukung pengembangan teknologi finansial dan memberikan arahan kepada pelaku industri ekonomi digital agar mampu tumbuh secara sehat serta memberikan layanan finansial memadai kepada masyarakat.

"Kami akan menyiapkan regulasi dan lingkungan supaya digital ekonomi berkembang dengan baik dalam rambu-rambu yang masuk dalam monitoring regulator," katanya.

Mirza mengatakan peraturan fintech yang diikuti regulasi mengenai kerangka kerja sandbox ini memberikan kesempatan kepada pelaku bisnis startup untuk meluncurkan inovasi produk, jasa maupun model bisnis yang matang.

Melalui peraturan tersebut, tambah Mirza, BI bisa memberikan dukungan secara penuh terhadap pengembangan teknologi finansial terutama bagi layanan jasa keuangan yang termitigasi dengan tetap memperhatikan risiko.

"Selain itu, melalui implementasi dari sandbox, BI bisa melakukan pengawasan dan mengamati pengembangan fintech dari waktu ke waktu," jelasnya.

Sebelumnya, pada November 2016, BI telah meresmikan "Fintech Office" yang merupakan wadah penilaian, mitigasi risiko dan evaluasi atas model bisnis dan produk maupun layanan dari fintech serta inisiator riset terkait kegiatan layanan keuangan berbasis teknologi.

Pembentukan "Fintech Office" tersebut didasari oleh kesadaran BI sebagai otoritas sistem pembayaran mengenai perlunya mendukung perkembangan transaksi keuangan berbasis teknologi yang sehat.

Layanan digital ekonomi yang didukung oleh regulatory sandbox ini bisa mendukung perusahaan startup dengan skala kecil untuk mematangkan konsep dan berkembang agar memberikan kontribusi kepada ekonomi.

Dengan kerangka kerja sandbox, "Fintech Office" akan menjadi ujung tombak BI dalam memahami teknologi finansial dan menyediakan pengaturan yang mampu memberikan dukungan optimal bagi perkembangan industri ini.

Komentar Berita

Industri Hari Ini

Tim Bank Mandiri Singapura

Jumat, 03 Mei 2024 - 20:48 WIB

BMSG Lanjutkan Komitmen Keberlanjutan Bank Mandiri di Mancanegara

Bank Mandiri Singapura (BMSG) baru-baru ini menyelenggarakan acara bertajuk “BMSG on Preference“ mengusung tema “Elevating ESG Impact,“ acara perdana ini bertujuan meningkatkan kesadaran,…

Stok Beras di Pasar Induk Beras Cipinang Dipastikan Aman Memasuki Panen Raya 2024

Jumat, 03 Mei 2024 - 20:36 WIB

Alhamdulilah! Stok Beras di Pasar Induk Beras Cipinang Dipastikan Aman

Jakarta - Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Provinsi DKI Jakarta, PT Food Station Tjipinang Jaya (Perseroda) memastikan stok beras di Jakarta dinyatakan aman memasuki panen raya.

(kiri ke kanan) Direktur Network & IT Solution Herlan Wijanarko, Direktur Wholesale & International Service Bogi Witjaksono, Direktur Strategic Portfolio Budi Setyawan Wijaya, Direktur Digital Busines Muhamad Fajrin Rasyid, Direktur Utama Ririek Adriansyah, Direktur Keuangan & Manajemen Risiko Heri Supriadi, Direktur Human Capital Management Afriwandi, Direktur Group Business Development Honesti Basyir, dan Direktur Enterprise & Business Service FM Venusiana R

Jumat, 03 Mei 2024 - 20:12 WIB

Telkom Bagikan Dividen Rp17,68 Triliun atau Tumbuh 6,5% YoY

PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk telah menyelesaikan Rapat Umum Pemegang Saham Tahun Buku 2023 di Jakarta pada Jumat (3/5). Rapat menyetujui pembagian dividen tunai sebesar Rp17,68 triliun…

56% Perempuan Pemilik UKM di Indonesia Mengalami Peningkatan Pendapatan Sejak Menerima Pembayaran Digital

Jumat, 03 Mei 2024 - 17:35 WIB

56% Perempuan Pemilik UKM di Indonesia Mengalami Peningkatan Pendapatan Sejak Menerima Pembayaran Digital

Visa, pemimpin global dalam pembayaran digital, melakukan survei terhadap usaha kecil dan menengah (UKM) di Indonesia . Temuan menunjukkan bahwa 54% UKM yang dipimpin oleh perempuan dan 48%…

Reboisasi lahan kritis merupakan upaya Telkom dalam pencegahan terjadinya erosi tanah

Jumat, 03 Mei 2024 - 16:48 WIB

Telkom Dukung Pemulihan 82,1 Ha Lahan Kritis melalui Reboisasi 33.800 Bibit Pohon

Data Kementerian Kemaritiman & Investasi tahun 2022 menyebut luas lahan kritis nasional sebesar 12.744.925 Ha. Hal ini terjadi dikarenakan tidak seimbangnya penebangan pohon dengan penanaman…