Jalan Terjal Produk Industri Pertanian

Oleh : Arya Mandala | Sabtu, 23 Juni 2018 - 17:30 WIB

Ilustrasi perkebunan sawit. (Foto: IST)
Ilustrasi perkebunan sawit. (Foto: IST)

INDUSTRY.co.id - Bogor, Di tengah perubahan kondisi global, perdagangan produk industri pertanian kian membutuhkan perhatian besar untuk dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun menembus pasar luar negeri. 

Permasalahan-permasalahan yang timbul semakin kompleks saja.

Pasca krisis keuangan global, sektor perdagangan yang mengalami perlambatan pertumbuhan tak terkecuali untuk produk-produk pertanian. 

Nilai perdagangan sektor pertanian cenderung rendah. 

Dalam 15 tahun terakhir perdagangan yang secara umum mengalami perubahan dengan pola ekspor menjadi terkonsentrasi di beberapa negara saja. 

Sementara, impor lebih menyebar di banyak negara dan terjadi perubahan supply dan demand. 

Demikian Mari Elka Pangestu mengawali pada seminar nasional dengan tema Perdagangan Internasional Produk Pertanian: Peluang dan Tantangan diBotani Square, Bogor beberapa waktu lalu. 

Mantan Menteri Perdagangan periode 2004-2011 ini juga menyampaikan bahwa perdagangan saat ini rentan terhadap meningkatnya proteksionisme di banyak negara serta adanya anti globalisasi. 

Salah satu contoh yang diberikan adalah kebijakan yang diterapkan oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump bagi negara-negara yang selama ini menyumbang defisit terbesar bagi negara Paman Sam tersebut. 

Mari melihat tentang pentingnya dilakukan negosiasi di World Trade Organization (WTO) untuk mengurangi distorsi dan hambatan-hambatan perdagangan. 

Ia memberi contoh salah satu komoditi yaitu kelapa sawit Indonesia yang memiliki hambatan non-tarif di negara-Negara Eropa, karena dianggap tidak sustainable.

Tak kalah penting, stabilisasi harga pangan domestik yang diamati juga belum terkendali. 

Stabilisasi domestik pada tahun 2017 bermasalah, salah satu contoh dengan harga eceran beras super dan medium pada tahun 2017 masih tinggi. 

Untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri, saat ini menurut para praktisi, tak bisa mengatakan bahwa Indonesia anti impor. 

“Impor pangan merupakan instrumen kebijakan pangan. Impor pangan diperbolehkan apabila produksi dalam negeri tidak dapat mencukupi kebutuhan dalam negeri,” ujar Achmad Suryana, Peneliti Ahli Utama Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian (PSEKP) Kementerian Pertanian. 

Achmad juga mengingatkan bahwa kepastian supply juga hal yang sangat penting dalam industri. 

Selain juga logistik terkait masalah distribusi barang agar akses petani mudah dan dapat menjual produk ke pasar dengan cepat.

Dengan batasan dapat dilakukan  itu, permasalahan utama di bagian hulu tetap harus dibenahi. 

“Indonesia harus mempertahankan produktivitas rata-rata atau produktivitas minimal untuk menjamin pangan yang berkelanjutan,” ujar Sri Nastiti Budianti, Kepala Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri, Kementerian Perdagangan. 

Untuk menjawab kendala dan tantangan tersebut, menurut Mari, perlu peran teknologi untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi, dan inovasi. 

Selain itu teknologi dipandang dapat menekan biaya produksi sehingga harga produk akan menjadi lebih kompetitif.

Dr. Titik Anas dari Presisi Indonesia melihat impor dari sisi kegiatan positif. 

Titik mencontohkan Nutella dengan produksi mencapai 350 ribu ton per tahun dan produknya tersebar hingga ke-106 negara. 

Bahan baku dalam produksi Nutella adalah impor yang diantaranya berasal dari Turki, Malaysia, Amerika Serikat, dan Eropa. 

Selain itu mayoritas negara ASEAN seperti Malaysia, Singapura, Thailand, dan Vietnam melakukan pola perdagangan dengan mengimpor bahan baku dan intermediate goods dan mengekspor produk dengan nilai tambah.

Sementara itu Dr. Diana Chalil, CSSPO dari Universitas Sumatera Utara melihat isu standar menjadi salah satu hambatan perdagangan produk pertanian dewasa ini. Diana mencontohkan isu terkait sertifikasi di pasar CPO terutama dari Uni Eropa. 

“Tidak semua negara meminta sertifikasi, kecuali Negara-Negara Uni Eropa,” ujar Diana. 

Sebanyak 13 Negara Uni Eropa meminta CPO yang bersertifikat CSPO.

Pada sesi lainnya Dr. Amzul Rifin, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB menyampaikan kebijakan hilirisasi harus dilakukan secara komprehensif melalui kebijakan baik di sektor hulu maupun di sektor hilir (produksi). 

Amzul memberikan contoh studi kasus penetapan kebijakan bea keluar pada biji kakao yang dimulai pada tahun 2010. 

Pada awalnya kebijakan ini bertujuan untuk menjamin ketersediaan bahan baku biji kakao di dalam negeri serta untuk meningkatkan dayasaing produk olahan kakao Indonesia. 

Dalam beberapa periode terakhir, ekspor produk kakao olahan Indonesia memang terlihat mengalami peningkatan. 

Namun karena kurangnya produksi kakao dalam negeri, industri pengolahan kakao kemudian mengalami kekurangan bahan baku dari dalam negeri dan harus mengimpor dari negara produsen kakao lainnya. 

Dr. Ernawati Munadi, Program Kemitraan Indonesia-Australia untuk Perekonomian (PROSPERA) melihat bahwa saat ini produk pertanian lebih banyak menghadapi hambatan non tarif di banding produk manufaktur. 

Dari tahun 2000-2015 penggunaan hambatan non tarif meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan menurunnya tarif. 

Adapun Amerika Serikat memberlakukan paling banyak banyak hambatan non tarif terhadap produk pertanian dibandingkan dengan negara tujuan utama lain.

Dr. Tahlim Sudaryanto, Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Kementerian Pertanian menyampaikan bahwa dewasa ini kebijakan proteksionis seringkali dibuat oleh buyer bukan pemerintah. 

Adapun strategi yang perlu dilakukan Indonesia saat ini bukan hanya melonggarkan atau menegosiasikan aturan-aturan yang dibuat oleh buyer. Namun, Indonesia harus dapat memenuhi permintaan standarisasi buyer.

Melihat perkembangan era ekonomi digital saat ini Dr. Hermanto Siregar, Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB menyampaikan bahwa seharusnya kemajuan TIK berperan dalam peningkatan efisiensi baik secara langsung maupun tidak langsung. 

Dampak dari kemajuan Teknologi Informasi dan Komunikasi diantaranya adalah suatu sektor bisnis menjadi lebih terspesialisasi, kesenjangan upah semakin lebar.

Komentar Berita

Industri Hari Ini

Pelatihan membaca nyaring di Kota Padang.

Sabtu, 04 Mei 2024 - 22:56 WIB

Sejumlah Guru, Pegiat Literasi Hingga Orang Tua Ikuti Pembekalan Membaca Nyaring di Kota Padang

Pelatihan membaca nyaring di Kota Padang terbagi ke dalam tiga kelas, yaitu kelas orang tua, kelas guru dan kelas pustakawan/pegiat literasi.

Gedung BNI di Pejompongan Jakarta Pusat

Sabtu, 04 Mei 2024 - 22:51 WIB

Dukungan BUMN Bikin Olahraga Indonesia Semakin Moncer

Dukungan yang diberikan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terhadap aktivitas olahraga, membuat moncer sejumlah cabang olahraga di Indonesia.

Tim Thomas dan Uber ke Final

Sabtu, 04 Mei 2024 - 20:48 WIB

Melaju ke Final, BNI Apresiasi Keberhasilan Tim Thomas dan Uber Indonesia

PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI mengucapkan selamat dan menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya atas keberhasilan Tim Thomas dan Uber Indonesia melaju ke babak final Kejuaraan…

Tekan Dampak Pemanasan Global, PIS Kolaborasi Cintai Bumi di Desa Nelayan Bali

Sabtu, 04 Mei 2024 - 20:20 WIB

Tekan Dampak Pemanasan Global, PIS Kolaborasi Cintai Bumi di Desa Nelayan Bali

Badung- PT Pertamina International Shipping (PIS) kembali melanjutkan program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) “BerSEAnergi untuk Laut” yang bertujuan salah satunya untuk menekan…

Delegasi Indonesia asal Kota Bekasi Tampil di Ajang Dubai International Chamber 2024

Sabtu, 04 Mei 2024 - 20:10 WIB

Keren! Delegasi Indonesia asal Kota Bekasi Tampil di Ajang Dubai International Chamber 2024

Jakarta-Bantar Gebang, yang terletak di Bekasi, Jawa Barat, adalah tempat pembuangan sampah terbesar di dunia. Setiap hari, Jakarta menghasilkan sekitar 15.000 ton sampah yang dibuang ke Tempat…