ILUNI Anggap Revisi UU MD3 Mencederai Reformasi dan Demokrasi

Oleh : Herry Barus | Jumat, 23 Maret 2018 - 14:02 WIB

ILUNI Anggap Revisi UU MD3 Mencederai Reformasi dan Demokrasi (Foto Dok Industry.co.id)
ILUNI Anggap Revisi UU MD3 Mencederai Reformasi dan Demokrasi (Foto Dok Industry.co.id)

INDUSTRY.co.id - Jakarta-   Pengurus Pusat Ikatan Alumni Universitas Indonesia (ILUNI UI) menilai keputusan Dewan Perwakilan Rakayat  Republik Indonesia (DPR RI) yang telah menyusun dan mengesahkan revisi Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) Februari 2018 silam telah melanggar amanat reformasi yang diperjuangkan mahasiswa pada tahun 1998.

Aturan, wewenang, tugas dan keanggotaan MPR, DPR, DPRD dan DPD lebih menguntungkan wakil rakyat dan membungkam demokrasi. DPR RI menjadi anti kritik dan kebal hukum. Sementara anggota masyarakat baik perorangan maupun kelompok yang mengkritisi DPR  RI atau lembaga legislatif dapat dikenai sangsi pidana atau hukuman penjara.

Penilaian ILUNI UI tersebut diambil setelah mengadakan diskusi bulanan yang diadakan Policy Centre  ILUNI UI, kemarin di Sekretariat ILUNI UI, gedung Rektorat UI lantai 2 Kampus UI Salemba Jakarta. Hadir sebagai pembicara dalam diskusi tersebut antara lain Ketua Policy Centre ILUNI UI Berly Martawardaya, Ketua Umum Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM UI) Zaadit Taqwa, Peneliti Center for Regulation, Policy, and Governance (CRPG) M. Jibriel Avessina), dan perwakilan masyarakat Penggugat Judicial Review UU MD3 ke MK, Josua Satria,.

“Dengan disahkannya UU MD3, DPR telah melanggar apa  yang sudah ditulis di undang-undang, dengan membatasi orang dalam mengeluarkan pendapatnya,” tegas Ketua BEM UI Zaadit Taqwa. 

Lebih lanjut Zaadit menjelaskan, dalam KUHP tidak ada pasal yang menerangkan sanksi-sanksi sandra.  Yang ada sanksi pidana, dan beberapa sanksi lainnya. Tapi sandra tersebut tidak termaksud dalam pembahasan KUHP.Jadi apakah sanksi sandra sebagaimana yang disebutkan dalam UU MD3 termaksud dalam pidana atau tidak? Karena tidak ada kejelasannya.

  “Akhirnya menjadi suatu yang tidak adil apabila seorang kemudian ditangkap secara paksa (disandra) karena diminta keterangan  oleh DPR RI dan tidak hadir dalam pemanggilan DPR tanpa melalui proses pengadilan dan pembuktian yang sah,” papar  Zaadit Taqwa.

  Lebih lanjut Zaadit menjelakan pasal 28 E ayat 3 yang berbunyi “ kebebasan berserikat, berkumpul dan berpendapat “ dan pasal 28 I ayat 4 yaitu “perlindungan, pemajuan dan penegakan HAM  adalah tanggung jawab negara dalam hal ini pemerintah. Dengan disahkannya  pasal 122 Huruf L ini,  akan membatasi ruang geraknya masyarakat untuk memberikan kritik-kritik.

Pada saat kesempatan tersebut, Ketua umum BEM yang pernah memberikan kartu kuning kepada Presiden Jokowi, juga mengkritisi bunyi pasal di UU MD3 khususnya pasal 245  yang menyebutkan, pemanggilan Anggota DPR RI  yang terindikasi melakukan pelanggaran hukum, oleh pihak aparat hukum, namun harus mendapat persetujuan presiden dan Majelis Kehormatan Dewan (MKD). Padahal pasal tersebut pernah ditolak oleh MK (Mahkamah Konstitusi).

“Oleh karena itu, dengan disahkannya pasal 245 ini merupakan bentuk ketidak hormatan DPR terhadap keputusan-keputusan MK sebelumnya. Dimana sebelumnya juga pernah MK melakukan uji materi terkait UU kepala daerah (kalau tidak salah) yang sama ketika dilakukan pemanggilan atau permintaan keterangan harus melalui izin tertulis presiden yang saat itu MK pun menolak dan menjawab ini akan mengganggu dan memperpanjang proses-proses penyidikan dan ini tidak sesuai dengan asas-asas dalam sistem peradilan pidana. Asas pertama yaitu asas persamaan dalam hukum yang mana Anggota DPR ini nantinya mempunyai kedudukan yang berbeda dengan warga negara lain didepan hukum karena mempunyai satu hak izin yang harus ditempuh oleh penegak hukum, lalu dia bisa di periksa.

Kemudian asas yang kedua yaitu asas peradilan cepat dan sederhana dan murah. Dengan adanya satu tambahan hak izin lewat presiden maka asas cepatnya itu akan berkurang, karena akan ada waktu lagi yang ditempuh. Sederhana juga akan berkurang karena akan menjadi lebih rumit karena akan ada banyak lagi orang yang terlibat dan bisa jadi tidak lebih murah,” papar Zaadit Taqwa.

Mempertanyakan Menkumham

Di tempat yang sama, Peneliti Center for Regulation, Policy, and Governance (CRPG) Jibriel Avvisena menyesalkan sikap Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia (Menkumhan) beserta aparatnya yang lebih banyak bersikap diam terhadap revisi Undang-undang MD3 yang dilakukan DPR RI. Meskipun revisi tersebut mengacam kehidupan demokratis dan dapat mempidanakan setiap anggota maupun kelompok masyarakat yang bersikap kritis terhadap DPR RI dan lembaga legislatif lainnya.

“Seharusnya pihak Kemenkumham bisa mengawal sampai akhir atas pasal-pasal yang direvisi tersebut. Peraturan MD3 biasa dibentuk untuk mengatur internal di MPR, DPR DPD dan DPRD. Terakhir di ubah 2014 ada perubahan lagi 2018 ketika masa era parlemen hanya 1,5 tahun lagi.. Kenapa tidak ada penjagaan, sehingga usulan tersebut bisa lolos,” papar Jibril

Jibril sendiri memuji Keputusan presiden Jokowi untuk tidak menandatangani pengesahan UU MD3  tersebut. Keputusan Presiden tersebut dianggap paling bijaksana dalam sikap politiknya sekaligus untuk menghindari konflik.

“Yang harus di evaluasi oleh presiden adalah  MenKumham yang sekarang, tidak bisa sigap dan diandalkan  untuk mengawal sidang-sidang DPR RI dalam pembahasan UU MD3” papar Jibril Avvisena.

Ketua Policy Centre ILUNI UI Berly Martawardaya, melihat kasus disahkannya revisi UU MD3 memiliki dampak yang luas di masyarakat. Karena itu perlu diskusi dan kajian yang terus menerus. Namun, Berly juga berharap Mahkamah Konsitusi (MK)  dapat mengambilkan tuntutan berbagai kelompok masyarakat, yang meminta MK agar membatalkan UU MD3 secara keseluruhan maupun pasal-pasal yang baru dimasukan dalam UUD MD3 hasil revisi. Hal ini agar kehidupan demokrasi dapat terus berlangsung di masyarakat. Masyarakat yang mengawasi dan ikut mengkritisi tidak perlu takut dipidanaka

 

Komentar Berita

Industri Hari Ini

Ilustrasi Investasi Bodong (Foto Dok Industry.co.id)

Senin, 06 Mei 2024 - 00:11 WIB

Catat Ya! Jadi Korban Investasi Bodong, Nasabah Disarankan Tempuh Jalur Hukum

Jakarta - Kasus dugaan dana nasabah hilang di rekening tabungan PT Bank Tabungan Negara Tbk menarik perhatian publik.

PJ Gubernur Turut Hadir dalam Paskah ASN DKI Jakarta 2024

Minggu, 05 Mei 2024 - 22:53 WIB

Hadiri Paskah, Heru Imbau ASN Tingkatkan Pelayanan Bagi Masyarakat

Jakarta- Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menggelar perayaan Paskah Bersama 2024 dengan mengangat tema "Aktualisasi Nilai-Nilai Paskah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Tahun 2024" yang digelar…

Atlet tim Thomas dan Uber

Minggu, 05 Mei 2024 - 22:38 WIB

BNI Apresiasi Tim Thomas dan Uber Indonesia  

PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI selaku sponsor resmi Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI) menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya atas prestasi luar biasa Tim Thomas…

BTN Raih Best Savings Bank Award

Minggu, 05 Mei 2024 - 22:22 WIB

Konsisten Jalankan Peran, BTN Raih Best Savings Bank Award

Jakarta-Konsistensi PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk menjalankan peran sebagai bank tabungan dan meningkatkan tingkat inklusi keuangan di masyarakat membuat perseroan meraih penghargaan…

Peluncuran Oreo Pokemon di Indonesia.

Minggu, 05 Mei 2024 - 22:11 WIB

Oreo Rayakan Kolaborasinya Bersama Pokemon. Ada Kepingan Biskuit Langka Berhadiah Perjalanan ke Jepang

Kolaborasi ini mengajak masyarakat untuk menemukan seluruh gambar koleksi karakter Pokemon pada kepingan biskuit Oreo dan berkesempatan mengikuti undian berhadiah istimewa.