Kontroversi Nobel

Oleh : Jaya Suprana | Senin, 11 September 2017 - 17:35 WIB

Jaya Suprana. (Foto: IST)
Jaya Suprana. (Foto: IST)

INDUSTRY.co.id. PENERIMA anugerah penghargaan Nobel termuda, Malaa Yousafzai berkicau lewat twitter yang sengaja tidak saya terjemahkan agar tidak kehilangan inti sukma yang sebenarnya sebagai berikut, "Every time I see the news, my heart breaks at the suffering of the Rohingya Muslims in Myanmar. I call for the following : Stop the violence. Today we have seen pctures of small children killed by Myanmar's security forces. He children attacked no one, but still their homes we burned to the ground. 

If their home is not Mynmaar, where they lived for grenerations, then where is it? Rohingya people should be given citizenship in Myanmar, the country where they were born. Other countries, including my own country Pakistan, should follow Bangladesh's example and give food, shellter and access to education to the Rohingya families fleeing violence and terror. Over the last several years, I have repeatedly condemned this tragic and shameful treatment. I am still waiting for my fellow Nobel laureate Aung San Suu Kyi to do the same. The world is waiting and the Rohingya Muslims are waiting".

Petisi Terbuka

11 penerima Nobel lainnya, termasuk Desmond Tutu menandatangani sebuah surat petisi terbuka yang secara tegas menyalahkan sikap Aung San Suu Kyi dalam kasus tragedi Rohingya bahkan menuntut agar penghargaan Nobel untuk Aung San Suu Kyi dibatalkan.

Tuntutan pembatalan akibat sikap pemimpin Aung San Suu Kyi dianggap tidak berpihak ke masyarakat Rohingya dengan alasan bahwa masyarakat Rohingnya adalah para warga ilegal yang tidak berhak untuk bermukim di Myanmar maka wajar bahwa kaum Rohingya harus diusir ke luar dari bumi Myanmar.

Ilegal

Stigmasisasi ilegal terhadap kaum Rohingya mirip dengan stigmasisasi ilegal terhadap warga Bukit Duri, Kalijodo, Pasar Ikan, Kalibata, Luar Batang demi membenarkan kebijakan menggusur rakyat atas nama pembangunan.

Pada kenyataan, warga Bukit Duri dan para warga bantaran Kali Ciliwung sudah turun-menurun sejak masa sebelum Kota Jakarta masih disebut oleh kaum penjajah sebagai Batavia.

Sungguh ironis bahwa pemerintah DKI Jakarta masa kini didukung oleh masyarakat yang tidak tergusur, sampai begitu tega hati menstigmasisasi warga Indonesia yang sudah turun menurun bermukim di bumi Indonesia sebagai warga ilegal.

Sama ironisnya dengan pemerintah Myanmar masa kini didukung oleh Aung San Suu Kyi sebagai penerima Nobel, tega hati menstigmasisasi kaum Rohingya yang sudah turun menurun bermukim di kawasan Rakhine  sejak sebelum kedaulatan Myanmar masa kini, sebagai warga ilegal yang tidak berhak bermukim di persada Myanmar.

Kontroversial

Penghargaan Nobel memang senantiasa kontroversial selama komite Nobel memang tidak melepaskan diri dari kepentingan politik. Misalnya, Boris Pasternak dan Aleksandr Solzhenitsyn memperoleh Nobel bukan murni atas pertimbangan estetikal terhadap karya-karya tulis mereka namun juga lebih pada pertimbangan politikal.

Penghargaan Nobel bagi Bertrand Russel memperoleh tantangan keras dari mereka terutama gereja Inggeris yang tidak setuju atas pemikiran pemikir abad XX yang mengaku atheist itu. Sementara Jean Paul Sartre malah menolak anugerah Nobel bagi dirinya akibat mencium aroma politik kurang sedap di balik penghargaan yang dianggap paling bergengsi di planet bumi ini.

Nobel untuk Henry Kissinger dan Barack Obama juga sempat dihunjam protes keras berbagai pihak yang menganggap kedua beliau tidak layak memperoleh penghargaan.

Seorang anggota komite Nobel, Kaare Kristiansen meyakini Yasir Arafat adalah teroris maka mati-matian menentang anugerah Nobel bagi sang pemimpin Palestina yang dianugerahi Nobel bersama pemimpin Israel, Shimon Peres dan Yitzhak Rabin.

Kemanusiaan

Kini yang lebih penting adalah menjaga dan mencegah agar jangan sampai kontroversi Nobel mengaburkan inti permasalahan yang sebenarnya yaitu angkara murka genocida yang dilakukan terhadap kaum Rohingya di Myanmar.

Yang lebih penting dan perlu adalah bagaimana cara memperoleh kesepakatan bersama untuk menyelamatkan kaum Rohingya di Rakhine, Myanmar dari cengkeraman angkara murka pembinasaan manusia oleh sesama manusia yang jelas tidak layak dibenarkan sebab merupakan pelanggaran Hak Asasi Manusia serta Kemanusiaan Adil dan Beradab. [***]

_Penulis adalah pendiri Sanggar Pembelajaran Kemanusiaan_

Komentar Berita

Industri Hari Ini

Danpuspom TNI Buka Rakornis Pom TNI - Propam Polri Tahun 2024

Jumat, 03 Mei 2024 - 04:45 WIB

Danpuspom TNI Buka Rakornis Pom TNI - Propam Polri Tahun 2024

Danpuspom TNI Mayor Jenderal TNI Yusri Nuryanto membuka Rapat Koordinasi Teknis (Rakornis) Pom TNI dan Propam Polri Tahun 2024, bertempat di Aula Gatot Subroto Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta…

Ilustrasi Properti

Kamis, 02 Mei 2024 - 21:55 WIB

Peringatan Hari Kartini: Srikandi BUMN Gelar Edukasi Terkait Investasi Properti

Jakarta-Dalam rangka memperingati Hari Kartini Srikandi BUMN Indonesia menyelenggarakan webinar bertajuk “Smart Investment 2024 Year of The Dragon”. Acara yang digelar secara daring, akhir…

Kick Off Toyota Eco Youth (TEY) ke-13

Kamis, 02 Mei 2024 - 20:15 WIB

Toyota Eco Youth Kembali Digelar Ajak Generasi Muda Berperan Nyata Jaga Bumi

Toyota Indonesia secara resmi menggelar Kick off Toyota Eco Youth (TEY) ke-13 dengan mengusung tema "EcoActivism, Saatnya Beraksi Jaga Bumi”.

IKN Project Shipment and Conference

Kamis, 02 Mei 2024 - 20:09 WIB

Dari Istana Negara Hingga Kantor Presiden, MJEE Pasok Lift dan Eskalator di Sejumlah Gedung Utama IKN

Jika sebelumnya pada 26 Februari 2024 principal MJEE yaitu Mitsubishi Electric Building Solutions Corporation (MEBS) di Tokyo mengumumkan bahwa MJEE telah berasil mendapatkan pesanan untuk 55…

Menperin Agus Gumiwang Kartasasmita

Kamis, 02 Mei 2024 - 19:40 WIB

Menperin Agus: Industri Manufaktur RI Sehat & Solid, Ekspansif 32 Bulan Berturut-turut

Fase ekspansi yang dicatat oleh industri manufaktur tanah air masih berlanjut sehingga memperpanjang periode selama 32 bulan berturut-turut. Ini berdasarkan laporan S&P Global, yang menunjukkan…