Dukung Program Penghematan BBM Pemerintah, Capitalinc Kembangkan Bisnis CNG
Oleh : Abraham Sihombing | Jumat, 20 Desember 2019 - 13:45 WIB
Manajemen PT Capitalinc Investment Tbk. Dari kiri ke kanan : Gara Wibawa Sadhu Putra, Direktur Keuangan yang merangkap sebagai Sekretaris Perusahaan; Abas F. Soeriawidjaja, Presiden Direktur; dan Nuning Setyaningsih. (Foto: Abe)
INDUSTRY.co.id - Jakarta - PT Capitalinc Investment Tbk (MTFN) akan mengembangkan bisnis jual beli gas bumi atau gas alam (Natural Gas) untuk mendukung pelaksanaan program pemerintah di bidang penghematan konsumsi bahan bakar minyak (BBM). Karena itu, manajemen Perseroan melihat program tersebut sebagai sebuah peluang usaha yang cukup baik dan menjanjikan untuk terus dikembangkan ke depan.
Di samping untuk mendukung pelaksanaan program pemerintah tersebut, Abas F. Soeriawidjaja, Presiden Direktur MTFN, menilai bisnis pengilangan BBM bagi Perseroan saat ini tidak menarik karena membutuhkan investasi hingga lebih dari USD30 juta guna memproduksi minyak mentah sebanyak 6.000 barel per hari (bph). Selain itu, harga jual minyak mentah saat ini yang masih berada di kisaran USD55 per barel juga tidak dapat memberikan profitabilitas yang memadai sehingga bisnis ini tidak visible.
“Menurut perhitungan kami, bisnis pengilangan BBM dengan kapasitas produksi 6.000 bph tersebut baru visible, jika harga minyak mencapai di atas USD70 per barel. Itu adalah patokan standar bagi bisnis tersebut untuk saat ini,” papar Abas dalam acaran Paparan Publik Tahunan MTFN, di Hotel Grand Kemang, Jakarta Selatan, Kamis (19/12/2019).
Abas mengemukakan, Perseroan akan mengembangkan bisnis jual-beli gas, dimana pihaknya akan membeli gas alam dari EMP Kangean dan Minarak serta mengolahnya di Nano LNG Plant, yaitu pabrik gas alam berkapasitas kecil di bawah 5 juta kaki kubik per hari (millions feet cubic per day/mmfcd), menjadi gas alam yang dikompresi menjadi padat (Compressed Natural Gas/CNG) dan baru dijual kembali kepada para pelanggannya yang terdapat di sekitar pabrik gas alam tersebut.
Dalam waktu dekat ini, demikian Abas, manajemen Perseroan akan membangun Nano LNG Plant berkapasitas 3 mmfcd di Kabupaten Pekanbaru dan Pelelawan, Provinsi Riau, untuk memadatkan gas alam yang dibeli dari EMP Kangean menjadi CNG. EMP Kangean menjadi penjual gas alam di wilayah ini karena 100 persen working interest pengelolaan gas di wilayah dikuasai oleh EMP Kangean.
“Kami akan membangun Nano LNG Plant bernilai US$15 juta, dimana pembangunan tersebut akan dimulai pada Februari 2020 dan proyek pembangunan tersebut diperkirakan bakal memakan waktu 10 bulan,” jelas Abas.
Abas mengutarakan, pihaknya memilih bisnis penjualan CNG tersebut karena sebanyak 2 mmfcd CNG yang dikonsumsi selama satu tahun dapat menggantikan konsumsi BBM sebuah pembangkit listrik berkapasitas 20 MW sebanyak 76 juta liter BBM dalam setahun. Ini adalah upaya Perseroan untuk mendukung program pemerintah di bidang penghematan BBM tersebut, terutama dari kegiatan mengimpor BBM dengan mendayagunakan sumber-sumber migas yang berada di dalam negeri.
Perseroan akan melaksanakan bisnis jual-beli CNG ini melalui anak usahanya yang saat ini sudah menjalankan bisnis jual-beli gas, yaitu PT Indogas Kriya Dwiguna (IKD). Anak usaha tersebut sudah menjalankan bisnis tersebut di Jawa Timur dari sebelum Abas ditunjuk sebagai Presiden Direktur MTFN pada 25 Juli 2019. Karena itu, Abas beserta segenap anggota Direksi Perseroan lainnya selama empat bulan terakhir ini terus-menerus melakukan evaluasi untuk mencari bisnis yang tepat bagi perseroan guna menunjang kegiatan usaha Perseroan ke depan.
“Hingga kini, kami telah memperoleh izin usaha CNG, termasuk izin usaha niaga dan pipanisasi. Saat ini, kami sedang memproses Izin Usaha Niaga Gas dan Izin Usaha Niaga LNG guna mendukung kelancaran kami di dalam pembelian LNG dari EMP Kangean di Riau,” tukas Abas.
Lebih lanjut Abas menuturkan, LNG yang dibeli Perseroan dari EMP Kangean berupa straded gas, yaitu gas alam yang diambil dari sumur gas mati yang sudah delapan tahun tidak berprodusi sehingga memiliki daya tekanan gas yang sudah berkurang dan dianggap oleh orang lain tidak ekonomis. Akan tetapi, Perseroan sebagai operator Nano LNG Plant akan menggunakan inovasi teknologi muktahir untuk mengupayaian penarikan kembali gas alam dari dalam sumur tersebut dan kemudian dipadatkan untuk didistribusikan ke para pelanggan dan dicairkan kembali jika sudah tiba di lokasi para pelanggan tersebut.
Straded gas tersebut biasanya dibuang percuma oleh para operator penambangan gas alam dan biasanya dibakar menjadi flared gas. Karena itu, jika melewati berbagai pengeboran migas, kita akan melihat gas-gas tersebut dibakar dan akan terlihat nyala api di berbagai cerobong sumur minyak yang terdapat di kawasan penambangan migas tersebut.
“Jika kita dapat sukses menjalan bisnis dari Nano LNG Plant di Riau ini, kita dapat mengembangkan bisnis ini di Pulau Jawa yang memiliki banyak sekali flared gas. Melalui langkah ini, kami dapat membantu pemerintah mengurangi impor BBM dan mengganti seluruh bahan bakar pembangkit listrik dengan CNG. Akan tetapi, karena kebijakan pemerintah mengenai hal tersebut belum sepenuhnya ada, maka hingga kini kami menjual CNG tersebut kepada para pelanggan swasta, belum kepada pemerintah.
Abas mengatakan, manajemen Perseroan akan tetap konsisten untuk terus berinvestasi di sektor minyak dan gas bumi, yang saat ini lebih banyak terkonsentrasi di gas bumi, baik di sektor hulu maupun hilir. “Kita sekarang akan mulai bekerja dari hilir, karena tujuan bisnis kita menuju pada pengembangan sektor hilir minyak dan gas bumi. Pasalnya, bisnis tersebut terbukti mampu memberikan pendapatan bagi Perseroan,” pungkasnya. ***
Komentar Berita