Kadin Nilai Tapioka dan Mocaf Bisa Dukung Ketahanan Pangan

Oleh : Ridwan | Kamis, 13 Desember 2018 - 14:50 WIB

Ketua Komite Tetap (Komtap) Ketahanan Pangan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Franciscus Welirang (Foto: Kadin Indonesia)
Ketua Komite Tetap (Komtap) Ketahanan Pangan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Franciscus Welirang (Foto: Kadin Indonesia)

INDUSTRY.co.id - Jakarta, Ketua Komite Tetap (Komtap) Ketahanan Pangan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Franciscus Welirang mengatakan, Indonesia adalah negara yang telah dikarunia dengan kekayaan umbi-umbian, termasuk singkong atau ubi kayu. 

Namun, menurutnya, ada beberapa hal yang mengganjal terkait posisi umbi-umbian sebagai bahan pangan maupun bahan baku industri.

"Hal pertama, ketahanan pangan adalah soal ketersediaan (pasokan) dan keterjangkauan (harga) pangan tertentu bagi masyarakat. Setelah itu, baru bicara tentang kemandirian pangan yang jauh lebih sulit karena pertanian/perkebunan biasanya berkaitan dengan cuaca," kata Franciscus dalam diskusi (FGD) bertema "Tapioka, Mocaf, dan Protein Berbasis Singkong untuk Memperkuat Ketahanan Pangan Nasional" di Menara Kadin, Jakarta (13/12/2018).

Dari kedua aspek ketahanan pangan tersebut, tambahnya, singkong atau cassava layak dikedepandankan sebagai salah satu sumber pangan yang perlu dikembangkan. 

"Cassava dapat dikembangkan menjadi tanaman pangan yang sangat potensial, selain produktivitasnya sangat tinggi  ( 40-100 ton/Ha ), juga kandungan kalori dan gizinya memadai. Kandungan kalori umbi segar (kadar air 60 persen) adalah 153 kalori sangat memadai untuk konsumsi langsung sebagai bahan pangan pokok," terang Franciscus. 

Apalagi, tambahnya, dari daun hingga umbi tanaman cassava, semuanya dapat dimanfaatkan dan bernilai ekonomis. Salah satu produk olahan singkong adalah tepung tapioka, yang dibutuhkan secara global. Sementara itu, mocaf (modified cassava flour) merupakan merupakan tepung singkong yang dimodifikasi dan bisa menjadi alternatif pemenuhan kebutuhan tapioka. Meski demikian kedua produk tersbeut belum mampu mengatasi kebutuhan gizi yang ideal.

"Singkong tergolong rendah protein, tapi sangat kaya karbohidrat. Karena itu, kepentingan FGD ini adalah mendapatkan masukan dari para pakar atau peneliti tentang potensi diversifikasi yang memungkinkan peningkatan proteinnya," lanjut pria yang akrab disapa Franky ini.

Dia menjelaskan, pengembangan atau budidaya singkong layak mendapat perhatian tidak hanya dari aspek kebutuhan pangan. Industri pun sangat membutuhkan bahan baku berbasis singkong. Sektor-sektor yang membutuhkan selain industri makanan olahan adalah industri kertas, industri kanji, industri kayu lapis, industri bioethanol.

Tantangan lain yang disebutkan Francis adalah terkait dialektika kepentingan petani dan industri. Menurut dia, seharusnya masing-masing pihak diuntungkan dengan semakin beragamnya kebutuhan industri akan bahan baku berbasis singkong. Yang dibutuhkan adalah pihak yang mampu memfasilitasi kedua kepentingan.

"Karena industri butuh pasokan bahan baku stabil, sedangkan petani butuh bahannya terjual. Jadi seharusnya titik temunya sangat jelas," kata Franky.

Contoh nyata disampaikan oleh Hindarta Rusli dari MSI Medan. Sebagai pelaku industri dia menjelaskan bagaimana membangun basis produksi bersama petani lokal. Demi menjamin kepastian dan stabilitas pasokan, pihaknya memfasilitasi masyarakat dengan sarana alat angkut.

"Kita siapkan traktor kecil untuk mengangkut dari kebun ke jalan yang lebih besar. Lalu kita angkut dengan truk untuk dibawa ke pabrik. Hanya dengan cara itu kepastian bahan baku produksi dalam jumlah besar bisa terpenuhi," ujar Rusli.

Sementara itu, diversikasi produk yang bertujuan meningkatkan kadar protein dalam aneka pangan berbasis singkong telah dikembangkan sejumlah peneliti. Salah satunya Endang Sukara, Akademisi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) yang menjadi salah satu narasumber FGD. Dia memaparkan, singkong merupakan sumber pangan terbesar, setelah beras, gandum, dan jagung. 

"Singkong kaya karbohidrat sehingga mudah bikin kenyang, tapi rendah protein sehingga tidak memperbaiki gizi," papar Endang.

Untuk mengatasi kekurangan tersebut, pihaknya telah mengembangkan microprotein. Salah satunya adalah Kapang tempe atau Rhizopus Oligosporus. Bahan ini memiliki daya rombak dan sintesis yang sangat tinggi. Kapang ini dapat ditumbuhkan dalam substrat cair, mencerna ubikayu dan merubahnya menjadi biomasa dengan kandungan protein tinggi. 

"Dengan cara ini, peran singkong sebagai sumber pangan utama bisa bermanfaat secara penuh karena juga berfaedah untuk perbaikan gizi," tutup Endang. 

Komentar Berita

Industri Hari Ini

Menparekraf Sandiaga Uno (tengah)

Sabtu, 04 Mei 2024 - 16:45 WIB

Menparekraf Sandiaga Uno Dukung Penguatan Peran Perempuan di Sektor Pariwisata

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno menegaskan pihaknya berkomitmen mendukung penguatan peran perempuan dalam pengembangan dan kepemimpinan di sektor…

Ilustrasi sampah plastik

Sabtu, 04 Mei 2024 - 16:35 WIB

Riset Terbaru Sebut Produsen Makanan-Minuman Nasional Ini Masuk Daftar Pencemar Global

Produsen makanan dan minuman global, termasuk Coca-Cola, Nestle dan Danone, memuncaki daftar perusahaan penyumbang terbesar sampah plastik di dunia, menurut sebuah laporan riset anyar yang diterbitkan…

Grand Opening Roti Keset Condet Kemang

Sabtu, 04 Mei 2024 - 16:25 WIB

Fadil Jaidi dan Pak Muh Seru-seruan di Grand Opening Roti Keset Condet Kemang

Youtuber Fadil Jaidi dan ayahnya Pak Muh menjadi bintang tamu pada Grand Opening Roti Keset Condet Kemang, Rabu (1/5/2024). Lokasinya di Jalan Kemang Selatan VIII No.56A Jakarta Selatan.

Ahmad Himawan Ketua YKMI

Sabtu, 04 Mei 2024 - 13:30 WIB

YKMI Nyatakan Dukungan Terhadap Aksi Palestine Solidarity Camp

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia (YKMI) secara resmi mendukung inisiatif sivitas akademika Universitas Indonesia (UI) yang mulai memasifkan protes dan solidaritas terhadap Palestina dengan…

Gedung BNI di Pejompongan Jakarta Pusat

Sabtu, 04 Mei 2024 - 13:02 WIB

BNI Sediakan Solusi Pembiayaan untuk Pelaku Usaha melalui Supply Chain Financing

Di tengah persaingan bisnis yang semakin ketat, efisiensi dan optimalisasi modal kerja menjadi kunci utama bagi para pelaku usaha untuk mempertahankan dan meningkatkan profitabilitas.