Prospek dan Persoalan Industri Fintech Nasional

Oleh : Dhiyan W Wibowo | Senin, 18 Desember 2017 - 09:25 WIB

Ilustrasi industri Fintech (sindonews.com)
Ilustrasi industri Fintech (sindonews.com)

INDUSTRY.co.id - Jakarta, Bicara soal prospek, lembaga konsultan manajemen internasional Oliver Wyman sempat mempublikasikan bahwa potensi pembiayaan fintech di indonesia bisa mencapai US$130 miliar.

Sebagian besar potensi itu ditargetkan bagi Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM).

Lagi-lagi jika bicara soal peluang, mungkin bisa juga ditilik laporan McKinsey Global Institute yang berjudul "Digital Finance for All: Powering Inclusive Growth in Emerging Economies".

Laporan ini menyebut layanan keuangan digital dapat memberikan akses kepada 1,6 miliar orang yang tidak memiliki rekening bank untuk masuk ke sektor usaha formal.

Sebanyak 95 juta lapangan kerja baru dapat diciptakan, dan PDB negara-negara berkembang berpotensi meningkat sebesar US$ 3,7 triliun lewat kehadiran perusahaan-perusahaan fintech.

Namun ternyata tak melulu peluang yang terbentang di hadapan industri ini. Tercatat sejumlah kendala masih merintangi pengembangan bisnis fintech.

Sebagian menyebut nature industri layanan finansial konvensional seperti perbankan dan multifinance yang sangat highly regulated, yang bisa jadi sulit untuk diterapkan langsung pada bisnis layanan finansial berbasis teknologi ini.

Persoalan kehati-hatian merupakan salah satu elemen yang menjadi catatan khusus bagi perjalanan bisnis fintech.

Wajar saja jika pertanyaan pada persoalan kehati-hatian muncul, karena lembaga konvensional seperti perbankan saja membutuhkan divisi khusus untuk mitigasi risiko pada lending, sementara keberadaan unit atau divisi ini dinilai masih belum terlalu serius dikembangkan.

Potensi kredit macet yang bisa merugikan pemilik modal tentunya menjadi perhatian utama. Selain itu, daya dukung ekosistem bagi industri fintech juga dinilai masih belum memadai.

Setidaknya hal ini disampaikan oleh Dewan Penasihat Asosiasi Financial Technology Indonesia (Aftech) Mahendra Siregar beberapa waktu lalu.

Tidak ada ekosistem yang cukup untuk menjadi akselerator, inkubator, yang bisa melengkapi 'start-up' dengan pengetahuan dan kemampuan jadi entrepreneur yang baik," ujarnya.

Dikatakan Mahendra, ekosistem financial technology di Indonesia memang belum terbentuk mapan, mengingat industri ini memang relatif baru di Indonesia, sehingga pemerintah dan regulator di bidang teknologi dan jasa keuangan masih harus beradaptasi.

Mantan Kepala BKPM tersebut mencontohkan masih sulitnya perizinan perusahaan start-up fintech yang justru menghilangkan citra fleksibilitasyang menjadi ciri khas perusahaan fintech.

Persoalan lambannya regulasi mengiringi pergerakan industri fintech juga sempat disorot oleh Erik Koenen, Advisor untuk Industri Jasa Keuangan dari Deloitte.

Disampaikan Koenen, dalam Survei FinTech Indonesia 2016 yang dilakukan oleh Deloitte, diketahui bahwa mayoritas perusahaan fintech menganggap adaptasi regulasi terhadap perkembangan pesat fintech masih tergolong lambat.

Untuk itu langkah mempererat kerja sama dengan pemerintah menjadi hal yang sangat penting bagi perusahaan fintech.

Dari survey tersebut juga diketahui bahwa terdapat lima area fintech yang memiliki kebutuhan paling tinggi dalam pengembangan regulasi, yakni payment gateway sebesar 60%, e-money atau e-wallet sebesar 58%, mekanisme Know Your client (KYC) sebesar 57%, peer to peer (P2P) lending sebesar 57%, dan digital signature sebesar 54%.

Sementara itu Erwin Kurnia Winenda dari Partner Law Firm Hanafiah Ponggawa & Partners (HPRP) mengemukakan, masih banyak isu dalam industri fintech mulai dari soal perlindungan konsumen, risiko operasional hingga masalah hukum.

Dari sisi pemberi dana, kata Erwin seperti dikutip Hukumonline, muncul masalah mengenai risiko dana yang tidak dapat kembali.

Meskipun, menurut Erwin berdasarkan pengalaman yang telah dijalankan oleh pelaku fintech, risiko kredit macet sangat kecil.

Masalah lain adalah terkait perizinan, terutama ketika institusi tersebut ingin mengurus kredit dan asuransi.

Menurut Erwin, urusan izin perusahaan menjadi cukup pelik. Sebab, menyangkut pula masalah rekening perusahaan.

Erwin menjelaskan, selama ini sistem pencairan pinjaman fintech dilakukan dengan transfer antar bank. Sehingga, sebelum dana dikucurkan kepada debitur harus ditampung di dalam sebuah rekening.

"Nyatanya, pelaku usaha fintech kerap menemui kesulitan dalam membuka rekening atas nama perusahaannya. Sebab, salah satu syarat administrasi pembukaan rekening itu adalah izin perusahaan,"katanya.

Masih menurut Erwin, pihak perbankan memang selalu mensyaratkan jenis izin perusahaan fintech, mengingat lembaga ini bergerak mengumpulkan dana dari masyarakat.

Nah perihal regulasi, menurut Direktur Pengaturan, Perijinan dan Pengawasan Fintech OJK Hendrikus Passagi, saat ini OJK melihat ada peluang di fintech yang bisa membuat industri keuangan menjadi maju adalah layanan peer to peer lending.

Untuk itu, OJK ingin fokus mengembangkan fintech yang melayani peer to peer lending (Fintech P2P Lending), karena kebanyakan jasa keuangan di Indonesia lebih banyak untuk pembayaraan dan pendanaan.

P2P Lending paling dibutuhkan saat ini karena mayoritas penduduk Indonesia miskin dan membutuhkan permodalan. Sedangkan fintech di luar negeri dikembangkan mengikuti kebutuhan masyarakat disana, kata Hendrikus.

Demi mengawal berjalannya layanan peer to peer lending secara baik, pada akhir tahun lalu OJK mengeluarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (LPMUBTI).

POJK No.77/POJK.01/2016 merupakan panduan pelaksanaan bisnis fintech P2P. Pemerintah mengatur kegiatan usaha, pendaftaran perizinan, mitigasi risiko, pelaporan dan tata kelola sistem teknologi informasi terkait dengan P2P.

Peraturan ini berlaku untuk menjaga konsumen dan institusi keuangan. POJK berharap pemegang saham, termasuk pemerintah dan pihak yang terkait lainnya dapat menciptakan lingkungan fintech yang kondusif.

Dukungan lainnya dari OJK nantinya adalah mendorong penyelenggara fintech lending dapat bekerjasama dengan beberapa pihak seperti BPR, BPD, Koperasi, LKM, ataupun perorangan di beberapa pelosok daerah Indonesia.

Termasuk mendorong penggunaan E-KYC untuk mempermudah akuisisi pelanggan secara elektronik.

Kenyamanan publik dalam bertransaksi juga diharapkan semakin meningkat dan kualitas dari proses customer due diligence (CDD) dapat terjaga dengan ketersediaan teknologi biometric, face recognition, dan video conference.

OJK, kata Hendrikus, juga akan mengupayakan penggunaan E-Scoring untuk mempermudah profiling dan penilaian risiko dari pengguna secara online, serta penggunaan Digital Signature sebagai langkah pengesahan transaksi keuangan secara online.

Komentar Berita

Industri Hari Ini

Momentum Hari Bumi, PGE Meneguhkan Komitmen pada Keberlanjutan untuk Menjaga Kelestarian Lingkungan Hidup

Jumat, 26 April 2024 - 14:30 WIB

Momentum Hari Bumi, PGE Meneguhkan Komitmen pada Keberlanjutan untuk Menjaga Kelestarian Lingkungan Hidup

Pengembangan energi ramah lingkungan temasuk energy panas bumi tak bisa dipisahkan dari upaya menjaga keberlanjutan di semua aspek bisnis. Sebagai perusahaan yang bergerak di bidang eksplorasi…

PGE Area Kamojang Raih Dua Penghargaan Unggulan dalam Acara Forum CSR Jawa Barat

Jumat, 26 April 2024 - 14:21 WIB

PGE Area Kamojang Raih Dua Penghargaan Unggulan dalam Acara Forum CSR Jawa Barat

PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGE) (IDX: PGEO) semakin meneguhkan posisinya sebagai perusahaan energi hijau kelas dunia terdepan dalam praktik bisnis berkelanjutan. PGE Area Kamojang berhasil…

IFG Life

Jumat, 26 April 2024 - 13:29 WIB

Peduli dengan Gaya Hidup Sehat, IFG Life Hadirkan IFG Life Protection Platinum dan IFG LifeCHANCE

Fokus pada kebutuhan nasabah menjadi kunci bagi PT Asuransi Jiwa IFG (IFG Life) dalam menghadirkan produk dan layanan yang komprehensif dan saling melengkapi. Gaya hidup tidak lepas dari aspek…

Panasonic memperagakan cara penggunaan Lampu Solar Panel yang menggunakan tenaga cahaya Matahari di Cianjur

Jumat, 26 April 2024 - 12:39 WIB

Panasonic Serahkan Lampu Surya Panel ke Terdampak Gempa Cianjur

PT Panasonic Gobel Indonesia memberikan bantuan Lampu Surya Panel atau lampu berbahan bakar sinar matahari ke masyarakat terdampak gempa di Desa Sarampad, Cugenang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.

Direktur Industri Kimia Hulu (Direktur IKHU), Wiwik Pudjiastuti

Jumat, 26 April 2024 - 11:32 WIB

Masih Banyak Sentimen Negatif, Kemenperin Tegaskan Impor PE dan PP Tak Perlu Pertimbangan Teknis

Pemerintah telah mengambil langkah responsif untuk menanggapi isu-isu yang dapat mengganggu kelangsungan usaha, salah satunya melalui pemberlakuan peraturan terbaru mengenai kebijakan dan pengaturan…