Agama di Era Globalisasi

Oleh : Reza A.A Wattimena | Kamis, 22 Juni 2017 - 05:36 WIB

Reza A.A Wattimena, Dosen Hubungan Internasional, President University, Peneliti di PresidentCenter for International Studies (PRECIS)
Reza A.A Wattimena, Dosen Hubungan Internasional, President University, Peneliti di PresidentCenter for International Studies (PRECIS)

INDUSTRY.co.id - Agama lahir di dunia ini sebagai berkah semesta. Ia mengajarkan hubungan manusia dengan penciptanya, hubungannya dengan semua mahluk serta hubungannya dengan diri sendiri. Agama mengajarkan kedamaian dan cinta, baik ke dalam diri maupun kepada semua mahluk. Ia membuat hidup manusia menjadi seimbang.

            Sekarang ini, agama telah menjadi organisasi global dengan ruang lingkup seluas dunia itu sendiri. Cabangnya ada di berbagai negara, baik agama yang diakui maupun yang tidak. Agama sendiri adalah institusi global yang lahir dari pengalaman mistik seseorang. Pengalaman mistik itu lalu berkembang menjadi ajaran, tata nilai dan jalan hidup tertentu.

Globalisasi

            Sebagai organisasi global, agama tidak bisa dilepaskan dari pengaruh-pengaruh globalisasi. Globalisasi itu sendiri adalah sebuah proses mengglobal yang terus berlangsung, yakni dunia yang semakin lama semakin menjadi satu. Ada tiga ciri dasar dari globalisasi. Yang pertama adalah perkembangan pesat teknologi informasi, komunikasi dan transportasi.

            Perkembangan ini memicu banyak perubahan di dalam hidup manusia. Ia didorong oleh nafsu kapitalisme global untuk meraup keuntungan sebanyak mungkin, dan membuat seluruh dunia tergantung pada keberadaannya. Di abad 21 ini, kita tidak bisa membayangkan hidup tanpa internet ataupun jaringan telepon seluler yang memadai. Hal ini mendorong ciri kedua globalisasi, yakni pemampatan ruang dan waktu.

            Ruang kini menjadi begitu kecil. Teknologi transportasi yang murah dan aman membuat jarak tidak lagi menjadi berarti. Sebelumnya, orang perlu menempuh jarak ratusan ribu kilometer dengan waktu beberapa bulan untuk pergi dari Indonesia ke Eropa. Kini, jarak yang sama dapat ditempuh kurang dari sehari, berkat kemajuan teknologi pesawat terbang.

            Tiga, globalisasi juga membawa perubahan yang begitu cepat bagi kehidupan manusia. Terjadinya perjumpaan yang intens dari berbagai peradaban membawa perubahan yang amat besar bagi masing-masing peradaban itu sendiri. Identitas pun mengalami perubahan besar dalam waktu yang cepat. Tradisi dan nilai-nilai, yang sebelumnya begitu aman dan nyaman dipegang, kini mulai dikikis oleh gelombang perubahan besar.

Agama dan Globalisasi

            Di era globalisasi ini, agama masih memiliki peranan besar di dalam peradaban manusia. Ini terjadi, setelah di era modern lalu, agama disingkirkan dari peradaban manusia, karena dianggap memperbodoh dan mempermiskin. Kembalinya agama-agama di panggung politik dunia merupakan sebuah tanda, bahwa akal budi dan peradaban modern tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan rohani manusia. Agama, dengan pengalaman akan kesatuan dan tata nilai yang ditawarkan, bisa memberikan secercah kepastian di tengah hidup yang terus berubah ini.

            Dua hal yang patut menjadi perhatian disini. Pertama, agama, sudah sejak awalnya, mewarnai perdaban manusia dengan keberagaman. Tidak ada tafsir tunggal yang dianggap benar, sambil menghancurkan tafsir lainnya dengan kekerasan. Agama sekaligus merupakan cerminan dari budaya manusia yang juga amat beragam.

            Dua, yang ada tidak hanya keberagaman antar agama, tetapi keberagaman di dalam agama itu sendiri. Islam, misalnya, memiliki ragam tafsir yang bisa saling memperkaya satu sama lain. Begitu pula dengan Kristen yang memiliki begitu banyak cabang dengan tafsirannya masing-masing yang khas. Keberagaman antar agama dan di dalam agama adalah fakta dunia.

            Globaliasi menyediakan dua kemungkinan bagi agama. Yang pertama adalah peluang untuk berkembang secara global, terutama dengan memanfaatkan perkembangan teknologi informasi, komunikasi dan transportasi yang ada. Agama-agama bisa saling bekerja sama, guna mewujudkan nilai-nilai luhur mereka di dalam dunia. Kerja sama ini bisa membuka wawasan masing-masing agama, sehingga semakin terbuka dan bijak.

            Yang kedua adalah krisis identitas. Globalisasi mengancam nilai-nilai yang dulu begitu kuat mengikat begitu banyak komunitas. Di hadapan arus informasi dari internet dan industri komunikasi lainnya, nilai-nilai lama dipertanyakan, dan nilai-nilai baru bermunculan. Bagi beberapa kelompok, keadaan ini menciptakan ketakutan, dan akhirnya, dengan dorongan beberapa hal lainnya, mendorong mereka untuk menjadi ekstremis, maupun teroris.

Agama dan Perubahan

            Perubahan adalah fakta kehidupan. Segala sesuatu berubah. Menolak perubahan berarti menolak hukum alam. Itu adalah perbuatan bodoh.

            Bagaimana kedudukan dan peran agama di era globalisasi yang penuh dengan perubahan dan ketidakpastian ini? Pertama, agama perlu kembali ke kedudukan dasariahnya, yakni sebagai pengikat segala yang hidup di dalam tata moral yang terbuka, damai dan penuh kasih. Karena keberagaman yang begitu besar, agama pun perlu kembali mengingat nilai dasarnya yang lain, yakni toleransi. Dalam arti ini, toleransi adalah sebuah nilai global yang terdiri dari tiga unsur dasar, yakni empati, rasa saling menghargai dan mengakui keunikan masing-masing.  (Wattimena dan Perwita, 2017)

            Dua, agama perlu merumuskan ulang bahasa-bahasa mereka di dalam ruang publik. Di dalam ruang privat, yakni ruang orang-orang yang seagama, agama bisa tetap menggunakan bahasa khas mereka. Namun, di dalam ruang publik, yakni ruang hidup bersama yang berciri keragaman, agama harus menggunakan bahasa bersama yang bisa diterima semua pihak. Dengan kata lain, di dalam ruang hidup bersama, agama-agama perlu menggunakan bahasa-bahasa dunia yang bisa dimengerti oleh semua pihak, terutama oleh mereka yang berbeda agama. 

            Tiga, konflik adalah bagian dari hidup manusia. Yang terpenting bukanlah menghindari konflik, melainkan menata konflik tersebut secara damai. Agama berperan besar dalam hal ini. Agama bisa mengajarkan kedamaian dan kasih yang bisa menjadi dasar bagi penyelesaian semua konflik secara damai.

            Empat, agama lahir dari budaya yang khas di tempat tertentu. Namun, hakekat agama dan nilai-nilai yang ia tawarkan melampaui budaya-budaya tersebut. Di era globalisasi, agama harus bergerak dari budaya-budaya yang melahirkannya, misalnya budaya Eropa-Romawi dengan Kristianitas, budaya Arab dengan Islam, budaya India dengan Hindu dan budaya India dengan Buddhisme.

Selama agama masih lekat dengan budaya-budaya tempat ia lahir, maka perbedaan dan konflik akan terus terjadi. Namun, ketika agama-agama mampu bergerak melampaui nilai-nilai budaya tempat ia lahir, dan kembali ke hakekatnya masing-masing, maka kedamaian dan kasih adalah hasilnya. Dengan kata lain, semua agama, di era globalisasi, harus kembali ke akar hakikinya masing-masing, yakni pengalaman kesatuan dengan pencipta dan segala sesuatu yang ada.

Sayangnya, di abad 21 ini, agama juga jatuh ke dalam krisis. Agama digunakan untuk membenarkan tujuan-tujuan politik yang tidak jujur. Agama diperas untuk meraup uang demi memuaskan kerakusan dan nafsu tak terkendali manusia. Agama pun justru menjadi pemecah yang menciptakan kebencian dan perang.

Bagaimana kita menyingkapi semua ini? Keempat hal di atas bisa dilakukan terus menerus dalam kerja sama dengan semua pihak. Kesabaran tentu amat diperlukan disini. Di samping itu, iman, sebagai sebuah kepercayaan dasar bahwa segala usaha yang baik akan berakhir dengan baik, tentu perlu dipegang erat-erat, sambil terus berusaha. Ingatlah ini, ketika rasa putus asa mulai melanda jiwa.

Reza A.A Wattimena

Dosen Hubungan Internasional, Universitas Presiden, Cikarang, Peneliti di President Center for International Studies (PRECIS)

Komentar Berita

Industri Hari Ini

Gedung BNI

Selasa, 19 Maret 2024 - 11:53 WIB

BNI Exporters Forum Bantu UMKM Tembus Pasar Amerika

PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI konsisten mendorong UMKM Go Global dan meningkatkan devisa negara.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto (tengah)

Selasa, 19 Maret 2024 - 11:47 WIB

Menko Airlangga Targetkan 41 Proyek Strategis Nasional Selesai pada Tahun 2024

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto selaku Ketua Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) mengatakan bahwa pemerintah menargetkan 41 Proyek Strategis…

Kemenkeu dan Kejaksaan Agung Bersinergi Tangani Kredit Bermasalah di LPEI

Selasa, 19 Maret 2024 - 11:36 WIB

Tangani Kredit Bermasalah di LPEI, Kemenkeu Bersinergi Dengan Kejaksaan Agung

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menemui Jaksa Agung ST Burhanuddin untuk menyerahkan dan melaporkan indikasi terjadinya tindak pidana fraud pada pemberian fasilitas kredit Lembaga Pembiayaan…

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu,

Selasa, 19 Maret 2024 - 11:24 WIB

Jaga Perekonomian Indonesia, Pemerintah Akan Terus Pantau Dampak Perlambatan Ekonomi Global

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu mengatakan pemerintah akan terus memantau dampak perlambatan ekonomi global untuk menjaga perekonomian Indonesia. 

Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan OCBC 2024

Selasa, 19 Maret 2024 - 09:42 WIB

Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan OCBC 2024

PT Bank OCBC NISP Tbk (OCBC) menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) 2024 di OCBC Tower, Jakarta. Dalam rapat tersebut, Bank memperoleh persetujuan atas seluruh mata acara…