Abu Batubara Tidak Lagi Dikategorikan Sebagai Limbah Beracun, Ini Catatan Kritis ICEL

Oleh : Kormen Barus | Sabtu, 13 Maret 2021 - 13:36 WIB

Produsen Batubara
Produsen Batubara

INDUSTRY.co.id, Jakarta-Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang diundangkan 2 Februari 2021 lalu, menetapkan Abu Batubara (fly ash dan bottom ash) tidak lagi dikategorikan sebagai Limbah Bahan Berbahaya Beracun (B3). Hal ini terlihat dari Lampiran XIV peraturan tersebut yang menetapkan abu batubara sebagai Limbah Non B3 terdaftar.

 Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) dalam keterangan tertulisnya kepada redaksi pada Jumat (12/3/ 2021), mencatat upaya untuk menyederhanakan ketentuan pengelolaan abu batubara tidak terjadi sekali ini. Sebelumnya pada 2020, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan juga telah mengeluarkan Peraturan Menteri LHK Nomor P.10 Tahun 2020, yang memberikan penyederhanaan prosedur uji karakteristik Limbah B3, termasuk apabila ingin melakukan pengecualian fly ash sebagai Limbah B3.

 Lebih lanjut, ICEL memiliki beberapa catatan kritis terkait dikeluarkannya abu batubara dari daftar limbah B3.

 Pertama, luputnya pertimbangan biaya yang timbul dari resiko pencemaran abu batubara akibat longgarnya aturan pengelolaan abu batubara sebagai Limbah Non B3. Sebelumnya, di beberapa kesempatan Pemerintah pernah menyatakan bahwa potensi keuntungan ekonomi dari dikeluarkannya abu batubara dari daftar limbah B3 adalah sebesar 447 juta rupiah per hari. Keuntungan ekonomi tersebut diperoleh dari penghematan biaya pengolahan abu batubara oleh pengolah limbah B3 serta dari keuntungan dari pemanfaatan abu batubara.

Kedua, ketidakadilan lingkungan dengan adanya potensi distribusi dampak atau risiko terhadap lingkungan hidup dan kesehatan masyarakat. Dengan statusnya sebagai limbah non B3, kini abu batubara tidak perlu diuji terlebih dahulu sebelum dimanfaatkan. Artinya, terdapat risiko di mana abu batubara dimanfaatkan tanpa kita ketahui potensi pencemarannya. Terlebih lagi, aturan pemanfaatan abu batubara sebagai limbah non B3 tidak memprioritaskan cara pemanfaatan limbah abu batubara yang paling aman. Pemanfaatan abu batubara yang buruk seperti untuk material urugan atau penyubur tanaman bisa jadi digunakan oleh pelaku usaha. Tentu kondisi ini tidak sejalan dengan prinsip kehati-hatian yang menghendaki tindakan pencegahan potensi pencemaran lingkungan hidup berdasarkan pada informasi besaran dan potensi terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup dari suatu kegiatan.

Ketiga, hilangnya kewajiban pelaku usaha PLTU untuk memiliki sistem tanggap darurat untuk pengelolaan abu batubara. Hal yang juga membedakan pengelolaan Limbah B3 dan limbah non B3 adalah adanya kewajiban untuk memiliki Sistem Tanggap Darurat, yang tidak ada dalam pengelolaan limbah non B3. Pada dasarnya, sistem tanggap darurat merupakan sistem pengendalian keadaan darurat akibat kejadian kecelakaan Pengelolaan Limbah B3. Kecelakaan ini dapat diakibatkan oleh manusia, teknologi, maupun bencana alam. Hal ini tentu mengkhawatirkan apabila melihat fakta bahwa cukup banyak PLTU yang berada di kawasan rawan bencana.[1] Dalam praktiknya, abu Batubara (fly ash dan bottom ash) akan disimpan sementara di lokasi sekitar pembangkit sebelum pada akhirnya dimanfaatkan atau dikelola. Dengan dikeluarkannya abu batubara dari daftar limbah B3, tidak ada kewajiban bagi pelaku usaha PLTU untuk memiliki sistem tanggap darurat untuk pengelolaan abu batubara ini. Apabila terjadi pencemaran lingkungan hidup akibat adanya keadaan darurat, sistem yang siap untuk menanggulangi dan memulihkan pencemaran tersebut tidak tersedia.

Keempat, adanya potensi “mengendurkan” penegakan hukum terhadap pelaku usaha pengelola abu batubara. Sebagai contoh, dalam konteks penegakan hukum perdata, pengelola abu batubara berpotensi tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban mutlak (strict liability) karena bukan merupakan kategori B3. Tidak hanya itu, dalam konteks penegakan hukum pidana, dengan dikeluarkannya abu batubara dari kategori limbah B3, terhadap pelaku usaha yang tidak melakukan pengelolaan abu batubara ataupun tidak melakukan pengelolaan abu batubara namun tidak sesuai spesifikasi, tidak dapat dikenakan ancaman pidana lagi.[2] Sekali lagi, penegakan hukum bagi pelaku usaha untuk tidak serius mengelola abu batubara yang dihasilkannya diperlemah dengan ketentuan ini.

Pada akhirnya, bentuk pelonggaran regulasi pengelolaan abu batubara ini memberikan ancaman bagi kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup. Hingga saat ini, studi membuktikan bahwa bahan beracun dan berbahaya yang ditemukan dalam abu batubara dapat merusak setiap organ utama dalam tubuh manusia. Pencemar dalam abu batubara dapat menyebabkan terjadinya kanker, penyakit ginjal, kerusakan organ reproduksi, dan kerusakan pada sistem saraf khususnya pada anak-anak[3].

Untuk itu demi kepentingan lingkungan hidup dan kesehatan masyarakat, ICEL meminta Pemerintah untuk:

(1)  Segera mencabut kelonggaran pengaturan pengelolaan abu batubara dan tetap mengkategorikan abu batubara sebagai limbah B3.

(2)  Tidak mengeneralisir pemberian pengecualian abu batubara sebagai limbah B3. Pengecualian hanya dapat diberikan kasus per kasus dengan berdasarkan pada adanya uji coba dengan metodologi yang ketat, transparansi data dan laporan yang dapat diakses publik.

(3)  Menjalankan pengawasan dan penegakan hukum yang ketat terhadap pelaku usaha yang melakukan pengelolaan abu batubara, dengan pertama-tama menempatkan kegiatan terkait abu batubara sebagai kegiatan yang dapat menimbulkan ancaman serius.

(4)  Mengedepankan pertimbangan dampak terhadap kualitas lingkungan dan kesehatan masyarakat (termasuk prinsip kehati-hatian) dalam pengambilan keputusan.

Komentar Berita

Industri Hari Ini

PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGE)

Jumat, 19 April 2024 - 16:19 WIB

PGE Perluas Pemanfaatan Teknologi Terobosan untuk Tingkatkan Efisiensi Pengembangan Panas Bumi

Mempertahankan keunggulan di industri panas bumi tak bisa dilakukan tanpa terus berinovasi dan memanfaatkan teknologi terbaru. Menunjukkan komitmen mengembangkan potensi energi panas bumi di…

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono

Jumat, 19 April 2024 - 14:51 WIB

Progress Capai 77%, Kementerian PUPR Targetkan Jalan Tol Bayung Lencir - Tempino - Jambi Rampung Awal 2025

Melanjutkan tinjauan dari Provinsi Sumatera Selatan, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono didampingi dengan PJ Wakil Gubernur Jambi Abdullah Sani dan Anggota…

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto

Jumat, 19 April 2024 - 11:01 WIB

Moody’s Pertahankan SCR Indonesia di Peringkat Baa2, Menko Airlangga: Kepercayaan Investor Masih Kuat

Lembaga Pemeringkat Moody’s kembali mempertahankan Sovereign Credit Rating (SCR) Republik Indonesia pada peringkat Baa2, satu tingkat di atas investment grade, dengan outlook stabil pada…

Menteri BUMN Erick Thohir

Jumat, 19 April 2024 - 10:35 WIB

Erick Peringatkan BUMN untuk Antisipasi Dampak Ekonomi dan Geopolitik Global

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir memperingatkan BUMN untuk mengantisipasi dampak dari gejolak ekonomi dan geopolitik dunia. Erick mencontohkan inflasi AS sebesar 3,5 persen…

Founder dan CEO ONE Global Capital, Iwan Sunito

Jumat, 19 April 2024 - 10:20 WIB

Akuisisi Saham Crown Group, Iwan Sunito Tawarkan Rp1 Triliun kepada Paul Sathio

CEO ONE Global Capital, Iwan Sunito melayangkan penawaran penyelesaian senilai Rp1 triliun kepada Paul Sathio untuk mengakuisisi seluruh saham Crown Group.