Mengukur Resiko dan Produktivitas Utang Indonesia

Oleh : Ridwan | Sabtu, 19 Mei 2018 - 11:29 WIB

Ilustrasi Utang Luar Negeri
Ilustrasi Utang Luar Negeri

INDUSTRY.co.id - Jakarta, Utang luar negeri Indonesia per April 2018 telah menembus Rp4.180 triliun atau naik 14% dari posisi April 2017. Tapi dogma bahwa utang dalam kondisi aman karena masih dibawah 60% terhadap PDB mulai digugat. 

Pemerintah berulang kali menjelaskan ke publik bahwa tidak ada salahnya untuk menambah utang. Tentu hal itu disertai gambaran akan jalan tol, jembatan dan bendungan yang sedang dibangun lewat utang. Mantra ajaib bak kaset tua selalu diputar-putar, “Jika berutang untuk pembangunan infrastruktur maka utang tersebut sesungguhnya utang produktif”. 

Lalu bagaimana seharusnya mengukur resiko dan produktivitas utang? Hal yang paling sederhana adalah mengukur utang terhadap PDB. 

Didalam Undang-Undang (UU) Keuangan Negara No.17 tahun 2003 disebutkan bahwa batasan maksimal utang adalah 60% terhadap PDB. Tanpa tafsiran yang macam-macam, kesimpulannya kalau utang Pemerintah per April 2018 masih Rp4.180 triliun maka sama dengan 29,8% dari PDB alias jauh dibawah ambang batas 60%. 

Tapi perkembangan utang nampaknya harus diupdate kembali, batasan utang terhadap PDB menjadi terlalu sederhana. Fakta di Eropa ketika krisis utang tahun 2013-2015 menjadi titik balik keraguan antara batas utang terhadap PDB. 

Beberapa Negara di Eropa yang memiliki rasio utang diatas 100% seperti Italia dan Belgia tidak masuk dalam program bailout Troika IMF. Sementara negara seperti Irlandia dan Spanyol tahun 2008 memiliki rasio utang 43% dan 39% masuk menjadi daftar pasien IMF yang harus ditolong. 

Bukan berarti rasio utang irelevan, namun harus dilengkapi dengan indikator lain agar membaca utang tidak oversimplified (terlalu menyederhanakan).

Indonesia juga sering dibanding-bandingkan dengan Jepang. Betul memang Jepang punya rasio utang diatas 200%. Tapi lebih dari 50% utang Jepang dipegang oleh bank Sentral Jepang. Sementara sisanya dikisaran 30% dipegang oleh residen atau penduduk Jepang. 
Artinya penduduk Jepang dan Bank Sentral Jepang yang memberi pinjaman ke Pemerintahnya. 

Lalu apa manfaatnya? Ketika ekonomi global memburuk dan mengakibatkan panic sellout dipasar surat utang, Pemerintah Jepang tak terlalu khawatir. Ibu-ibu rumah tangga dan karyawan yang membeli surat utang tinggal mencairkan surat utang tapi uangnya tidak lari keluar negeri, melainkan berputar-putar di dalam ekonomi Jepang. 

Kondisi di Indonesia cukup berbeda. Sebesar 38,7% surat utang Pemerintah dipegang oleh investor asing. Artinya, kondisi global seperti tren kenaikan bunga acuan Fed rate, instabilitas geopolitik, dan gelombang proteksionisme negara-negara maju sangat sensitif terhadap pasar surat utang di Indonesia. 

Karena pasar keuangan sangat dangkal, sekali goncangan eksternal terjadi kaburlah dana-dana asing di surat utang. Jadi tidak perlu heran, kok rupiah bisa anjlok hingga hampir menyentuh 14.200 tanggal 18 Mei ini kendati BI sudah naikan bunga acuan 25 bps.

Indikator lain yang harusnya dibandingkan adalah rasio pajak tiap negara berbeda. Perlu dicatat dan dipahami bahwa utang bukan dibayar menggunakan PDB. Jadi rasio utang terhadap PDB sebenarnya hanya gambaran umum. 

Faktanya utang dibayar dengan penerimaan pajak. Sementara rasio pajak terhadap PDB (tax ratio) di Indonesia di 2017 hanya 9%. Jangan jauh-jauh membandingkan dengan negara maju. Dengan Negara di ASEAN saja rasio pajak kita salah satu yang terendah, Malaysia sudah 14,2% dan Thailand 15,7%. 

Kalau penerimaan pajak kita masih loyo karena rata-rata realisasinya hanya tumbuh 4% dalam 2 tahun terakhir, bagaimana membayar utang plus bunga nya? Munculah apa yang disebut sebagai defisit keseimbangan primer, total penerimaan negara dikurangi belanja, diluar pembayaran bunga utang. Artinya kalau terjadi defisit maka utang dicicil melalui penerbitan utang baru.

Sejak 2012 tercatat defisit keseimbangan primer sebesar Rp52,7 triliun. Angkanya tahun 2017 menjadi Rp178 triliun. Gali lubang tutup lubang, tapi lubangnya saat ini makin dalam.

Komentar Berita

Industri Hari Ini

Dok. Trakindo

Rabu, 08 Mei 2024 - 13:59 WIB

Raih Nilai Tertinggi, Trakindo Dinobatkan Sebagai Best Employers Indonesia 2023

Perusahaan konsultan SDM global Kincentric menobatkan Trakindo sebagai Best Employers Indonesia 2023 dan pengakuan khusus Most Engaged Workplace atas komitmen keberlanjutan organisasi dan tingkat…

Peresmian The Gade Tower, Green Building Milik Pegadaian

Rabu, 08 Mei 2024 - 13:39 WIB

Wamen BUMN Resmikan The Gade Tower, Green Building Milik Pegadaian

Wakil Menteri BUMN, Kartika Wirjoatmodjo meresmikan gedung baru Pegadaian berkonsep Green Building pada Selasa (07/05). Peresmian The Gade Tower dan berlokasi di Jalan Kramat Raya no.162 Jakarta…

Launching buku 123 tahun bersama Pegadaian

Rabu, 08 Mei 2024 - 13:34 WIB

Laba Bersih Pegadaian Meningkat Sebesar 33,2% yoy

Dalam sesi paparan performa kinerja PT Pegadaian, Direktur Utama PT Pegadaian Damar Latri Setiawan menyampaikan bahwa Pegadaian berhasil mencatatkan kinerja yang gemilang hingga bulan April…

Peresmian Port Handover MMP di Balikpapan.

Rabu, 08 Mei 2024 - 13:28 WIB

Dukung Hilirasisasi Nikel, Mitra Murni Perkasa Resmikan MMP Port Handover di Balikpapan

Pelabuhan MMP Port Handover dibangun untuk mendukung kegiatan pembangunan dan operasional smelter nikel Mitra Murni Perkasa yang berlokasi di Kariangau, Balikpapan, Kalimantan Timur.

Booth Citra Kayon memamerkan kayu alami dengan sentuhan teknologi

Rabu, 08 Mei 2024 - 13:22 WIB

Citra Kayon Hadirkan Sentuhan Teknologi di Megabuild 2024

Citra Kayon, perusahaan pionir dalam pengembangan kayu inovatif ramah lingkungan, kembali hadir di Megabuild Indonesia 2024, ajang pameran sekaligus tempat bertemunya para pelaku industri bahan…