Pengamat Apresiasi Langkah Menhut Soal Triple Planetary Crisis

Oleh : Ridwan | Jumat, 06 Juni 2025 - 14:36 WIB

Ilustrasi Hutan (Foto: BBPK)
Ilustrasi Hutan (Foto: BBPK)

INDUSTRY.co.id

Jakarta - Pengamat mengapresiasi kebijakan yang telah digariskan oleh Kementerian Kehutanan yang menurutnya mengusung paradigma tata kelola ekologis atau ecological rule of law, sebuah pendekatan yang menempatkan hukum sebagai alat pemulihan dan perlindungan sistem kehidupan.

Akademisi Universitas Halu Oleo (UHO) sekaligus Wakil Ketua Dewan Pimpinan Nasional Perkumpulan Tenaga Ahli Lingkungan Hidup Indonesia (Pertalindo), Laode Ongkoimani menyatakan dukungannya terhadap arah kebijakan Kementerian Kehutanan yang dinilai selaras dengan prinsip negara hukum ekologis dan mandat konstitusi untuk mengelola sumber daya alam demi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Laode menekankan bahwa Indonesia, sebagai negara dengan kekayaan biodiversitas dan tutupan hutan tropis yang luas, memegang tanggung jawab global dalam menghadapi krisis lingkungan. 

Ia menyoroti tiga krisis planet yang tengah dihadapi dunia: perubahan iklim, hilangnya keanekaragaman hayati, dan polusi.

“Menghadapi triple planetary crisis, arah kebijakan kehutanan nasional harus mencerminkan paradigma negara hukum ekologis. Hukum tidak hanya mengatur, tetapi juga harus melindungi dan memulihkan,” tegasnya.

Lebih lanjut, Laode mengutip Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

“Frasa ‘dikuasai oleh negara’ harus dimaknai secara progresif, yakni bukan sebagai alat eksploitasi yang sentralistik, tetapi sebagai bentuk tanggung jawab negara dalam menjamin keadilan sosial dan keberlanjutan ekologis,” ujarnya.

Mengutip pemikiran Notonagoro, Laode menjelaskan bahwa terdapat tiga bentuk relasi antara negara dan tanah, yakni negara sebagai subjek privat, negara sebagai entitas publik, dan negara sebagai representasi rakyat secara kolektif. Dalam konteks kehutanan, menurut dia, tafsir ini menegaskan posisi negara sebagai pelindung dan pemberdaya rakyat, bukan sekadar regulator.

“Oleh karena itu, skema seperti perhutanan sosial, perlindungan hutan adat, investasi hijau, dan agroforestri adalah pengejawantahan nyata penguasaan negara yang bersifat representatif,” kata Laode.

Lima Pilar Tata Kelola Hutan Berkelanjutan

Laode memaparkan lima pilar utama yang perlu menjadi fokus dalam pengelolaan kehutanan nasional ke depan. Pertama, Integrasi Keadilan Sosial dan Ekologis. 

Menurut Laode, penguatan perhutanan sosial, restorasi ekosistem, dan investasi hijau merupakan langkah konkret integrasi antara keadilan ekologis dan keadilan sosial.

“Masyarakat lokal tidak boleh hanya jadi obyek kebijakan, tapi harus menjadi subyek sah yang diakui hukum dalam menjaga dan mengelola hutan,” ujarnya. 

Ia juga menekankan pentingnya pelaksanaan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 35/PUU-X/2012 tentang pengakuan hutan adat sebagai hutan yang berada di luar kawasan hutan negara.

Kedua, Transformasi Digital Kehutanan. Kata dia, Digitalisasi layanan kehutanan, menurut Laode, menjadi tonggak penting dalam membangun sistem tata kelola yang transparan, efisien, dan akuntabel. 

“Namun, langkah ini juga harus diiringi dengan penguatan kapasitas sumber daya manusia dan infrastruktur digital hingga ke akar rumput, agar tidak menciptakan kesenjangan baru,” ujarnya.

Ketiga, Agroforestri dan Ketahanan Pangan Lokal. Laode menyebut agroforestri sebagai bentuk nyata ekonomi sirkular yang menggabungkan konservasi dan produktivitas.

“Pendekatan ini memungkinkan masyarakat memanfaatkan hutan secara lestari dan memperkuat swasembada pangan nasional dari sumber lokal,” katanya.

Keempat, Perlindungan Hutan sebagai Komitmen Global. Laode mendorong agar perlindungan hutan Indonesia tidak hanya dimaknai sebagai agenda nasional, tetapi juga sebagai bagian dari kontribusi Indonesia terhadap stabilitas iklim global.

“Kita harus memperkuat posisi tawar dalam forum internasional seperti REDD+ dan skema pembiayaan iklim global, agar beban konservasi tidak sepenuhnya ditanggung negara berkembang,” tegasnya.

Kelima, Penerapan One Map Policy. Kebijakan satu peta dinilai sebagai fondasi penting untuk menyatukan basis data kehutanan dan menyelesaikan konflik lahan.

“Peta tunggal akan memperkuat legitimasi kebijakan dan meminimalkan tumpang tindih izin serta klaim penguasaan lahan,” ujar Laode.

Di akhir keterangannya, Laode mengajak seluruh elemen bangsa untuk melihat hutan bukan hanya sebagai objek ekonomi, tetapi sebagai simpul peradaban yang menyatukan nilai-nilai ekologis, sosial, ekonomi, dan spiritual.

“Kebijakan sudah diletakkan sebagai fondasi penting. Sekarang tinggal bagaimana implementasinya dijalankan dengan konsisten, kolaboratif, dan berbasis partisipasi seluruh rakyat. Momentum ini harus dijaga, agar kita tidak membangun di atas reruntuhan hutan, tetapi bersama hutan,” pungkasnya.

Komentar Berita

Industri Hari Ini

Caption: Menteri Pariwisata Widiyanti Putri Wardhana saat meninjau Koperasi Desa Merah Putih/Koperasi Kelurahan Merah Putih di Klaten, Jawa Tengah, Senin (21/7/2025).

Selasa, 29 Juli 2025 - 14:40 WIB

Pariwisata Jadi Pilar Ekonomi Inklusif, Pemerintah Luncurkan Stimulus dan Program Prioritas

Sebagai bentuk nyata dukungan terhadap sektor pariwisata, pemerintah meluncurkan sejumlah program stimulus selama masa liburan sekolah, Natal dan Tahun Baru, serta Lebaran. Khusus pada libur…

Perusakan rumah doa yang juga tempat pendidikan agama bagi siswa Kristen di Kelurahan Padang Sarai, Kecamatan Koto Tangah, Padang, Sumatera Barat, Minggu, 27 Juli 2025. Foto: tangkapan layar video. benang.id

Selasa, 29 Juli 2025 - 13:50 WIB

PP ISKA: Perusakan Rumah Doa di Padang Ancaman Nyata Kebhinekaan Bukan Sekadar Salah Paham

Jakarta - Kasus intoleransi yang menyasar aktivitas ibadah umat Kristiani kembali terjadi, kali ini dialami Jemaat Kristen Protestan yang terjadi di sebuah rumah doa di Padang Sarai, Kelurahan…

Art Director Sanctory Brigitta Maria Loisa menyerahkan lukisan karya tim kepada Uskup Agung Jakarta, Ignatius Kardinal Suharyo di Wisma KAJ, Senin (28/7/2025). Kardinal Suharyo mendukung karya katekese visual bagi anak-anak Katolik dalam menjawab tantangan dalam pendampingan iman anak.

Selasa, 29 Juli 2025 - 12:02 WIB

Kardinal Suharyo Soroti Minimnya Pendampingan Iman Anak oleh Orangtua Katolik: Sanctory Hadir Menjawab Realitas Itu

Jakarta— Uskup Agung Jakarta Ignatius Kardinal Suharyo menyuarakan keresahan mendalam terhadap minimnya perhatian orangtua Katolik dalam memfasilitasi pendalaman iman anak-anak mereka. Kardinal…

Booth DRMA

Selasa, 29 Juli 2025 - 11:55 WIB

DRMA Pamer Inovasi Aki Lithium Karya Anak Bangsa di GIIAS 2025

Emiten manufaktur komponen otomotif, PT Dharma Polimetal Tbk (DRMA) terus meningkatkan upaya di berbagai lini usaha untuk secara terpadu membangun satu ekosistem kendaraan listrik (EV) yang…

MUI Dukung Penguatan Kelembagaan, BPKH Kelola Keuangan Haji

Selasa, 29 Juli 2025 - 11:49 WIB

MUI Dukung Penguatan Kelembagaan BPKH, Dana Haji Harus Dikelola Terpisah

Jakarta — Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Amirsyah Tambunan menegaskan pentingnya penguatan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) sebagai langkah strategis dalam mengelola…