Keramik Impor Kian Meraja Rela, Asaki Minta Pemerintah Perpanjang Safeguard Hingga Pengetatan SNI Impor

Oleh : Ridwan | Selasa, 10 November 2020 - 19:30 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta - Ketua Umum Asosiasi Aneka Keramik Indonesia (Asaki) Edy Suyanto mengungkapkan bahwa pihaknya terua mengamati perkembangan produk-produk impor yang masuk ke pasar dalam negeri.

"Angka impor saat ini cukup mengkhawatirkan dimana terjadi loncatan angka impor di kuartal III/2020 sehingga akumulasi Januari-September 2020, angka impor bertumbuh kembali positif 1,5% di level 52 juta meter persegi (m2)," kata Edy kepada Industry.co.id di Jakarta, Selasa (10/11/2020).

Sebelumnya, jelas Edy, angka impor sampai dengan September I/20220 masih negatif atau mengalami penurunan volume impor 2%.

Angka impor meningkat kembali sejak bulan Juli dan puncaknya di bulan September 2020 lalu sebesar 8,9 juta meter persegi yang mana merupakan level tertinggi semenjak penerapan safeguard bulan Oktober 2018

"Angka impor diperkirakan akan semakin meningkat terlebih mulai bulan Oktober 2020 ini besaran bea masuk impor menurun kembali dari 21% ke angka 19%," jelas Edy.

Seperti diketahui, penerapan safeguard untuk keramik impor dari China, India dan Vietnam di tahun ini merupakan tahun ketiga dan terakhir. Oleh karena itu, Asaki telah mengajukan kembali perpanjangan safeguard untuk termin yang kedua.

Lebih lanjut, Edy menjelaskan safeguard dengan besaran bea masuk 23%; 21%; 19% manfaatnya tidak terlalu optimal untuk menghambat laju angka impor. Dimana tahun 2018, angka impor tahunan tetap bertumbuh 19% dan tahun 2019 mengalami penurunan 9%, dan Januari-September 2020 bertumbuh 1,5%.

Untuk itu, Asaki meminta perhatian dan dukungan pemerintah yaitu dengan ppertama, perpanjangan safeguard termin kedua dengan besaran bea masuk yang lebih besar atau safeguard plus penetapan minimum import price (MIP).

Kedua, penetapan pelabuhan impor tertentu atau terbatas untuk produk keramik. Ketiga, pengetatan persyaratan SNI impor.

Disisi lain, industri keramik nasional tengah menikmati dampak nyata dan positif dari stimulus penurunan harga gas baru sebesar USD 6 per MMBTU serta pemberlakuan safeguard untuk produk impor asal China, India dan Vietnam.

Hal ini terlihat dari utilisasi kapasitas produksi keraamik nasional per akhir Oktober 2020 meningkat kembali ke angka 65% atau sama seperti tingkat utilisasi di awal tahun 2020 sebelum hadirnya pandemi Covid-19 atau dengan kata lain industri keramik nasional telah pulih kembali.

Dijelaskan Edy, pemulihan industri keramik juga didukung dengan kinerja ekspor yang kembali membaik. Dimana sumber data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat angka ekspor keramik periode Januari - September 2020 sebesar USD 49,8 juta atau meningkat 24% dan secara volume mencapai angka 12,8 juta meter persegi meningkat 29%.

Adapun lima negara tujuan ekspor utama produk keramik dalam negeri yaitu Filipina, Malaysia, Taiwan, Thailand, dan USA. Lonjakan ekspor terjadi dengan tujuan negara USA mencapai 130%, diikuti Filipina 60%, dan Taiwan 40%.

"Peningkatan ekspor diluar lima tujuan utama juga terjadi di Australia dimana untuk pertama kalinya ekspor meningkat mendekati 50%," ungkap Edy.

Lebih lanjut, Edy mengungkapkan bahhwa permintaan ekspor ke USA meningkat tajam untuk produk-produk keramik segmen premium dimana beberapa anggota Asaki telah mengadopsi teknologi terkini dan tercanggih untuk memproduksi keramik Big Slab (ukuran jumbo) beserta produk-produk olahan keramik yang memberikan nilai tambah.

"Ini juga membuktikan bahwa secara skill sumber daya manusia (SDM) maupun kualitas raw material lokal maampu bersaing dengan produk-produk keramik sejenis dari negara Eropa," katanya.