Penghasil Panas Bumi Sebut Cost Recovery Kegiatan Ekplorasi Bertentangan dengan UU Panasbumi
Oleh : Kormen Barus | Kamis, 30 Juli 2020 - 12:57 WIB
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mendorong penambahan kapasitas Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) sebesar 255 Megawatt (MW) di tahun depan. (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja).
INDUSTRY.co.id, Jakarta-Ketua Umum Badan Eksekutif Nasional Asosiasi Daerah Penghasil Panas Bumi Indonesia (ADPPI), Hasanuddin mengatakan, Cost Recovery Kegiatan Ekplorasi dan Pengembangan Infrastruktur Dalam Pengembangan Panasbumi untuk Pembangkit Listrik Bertentangan dengan UU Panasbumi dan Peraturan Pemerintah tentang Pemanfaatan Tidak Langsung.
Menurutnya, terhadap rencana pemerintah (Ditjen EBTKE Kementerian ESDM) yang dituangkan dalam Rancangan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Pembelian Tenaga Listrik Energi Baru dan Terbarukan (EBT) khusus berkaitan dengan pengembangan panas bumi untuk tenaga listrik (PLTP).
“Ya berupa pemberian konpensasi dana atas kegiatan eksplorasi dan pengembangan infrastruktur setelah proyek beropreasi secara komersial atau commercial operation date (COD) atau mirip dengan skema cost recovery pengembangan WK Migas, “ujarnya kepada industry.co.id, di Jakarta Kamis (30/7/2020).
Hasanuddinmengatakan, Asosiasi Daerah Penghasil Panasbumi Indonesia (ADPPI) berpendapat;
1. Kebijakan tersebut tidak memiliki landasan hukum yang kuat dan berpotensi bertentangan dengan UU Panas bumi Nomor 21 Tahun 2014 dan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2017 tentang Panas bumi untuk pemanfaatan tidak langsung;
2. UU Panas bumi dan PP mengamanatkan dalam skema pembelian tenaga listrik bersumber dari panas bumi menggunakan skema harga keekonomian, dan Cost recovery tidak dikenal didalam pengusahaan panasbumi untuk PLTP,
3. Draft Perpres tersebut berdampak pada pengeluaran anggaran negara yang tidak sedikit dan tentu saja akan menjadi beban pengeluaran negara dimasa yang akan datang;
4. Regulasi mengenai pemanfaatan panasbumi telah diatur secara tersendiri melalui UU khusus (UU panasbumi), dan pelaksanaan telah ada Peraturan Pemerintah yang menjadi acuan para pihak (pemerintah, pengembang dan masyarakat);
5. Jika Perpres tersebut diterbitkan, itu artinya, Presiden Jokowi menyetujui pengeluaran anggaran negara tanpa berbasis Undang-Undang, dan berpotensi menimbulkan masalah hukum dikemudian hari.
Berkenaan dengan ini, ADPPI menyarankan pihak Kementerian ESDM (Ditjen EBTKE) kembali pada merumuskan skema keekonomian dalam penentuan tariff tenaga listrik dari panas bumi, karena hal tersebut merupakan perintah dari Undang-Undang.
Komentar Berita