Perbankan Didorong Menghentikan Biayai PLTU

Oleh : Wiyanto | Senin, 23 Desember 2019 - 06:33 WIB

Pembangkit Listrik Tenaga Uap
Pembangkit Listrik Tenaga Uap

INDUSTRY.co.id - Jakarta - Banyak negara, termasuk Indonesia, menyatakan akan beralih menggunakan energi terbarukan. Namun dalam kurun 3 tahun terakhir, 2017-2019, pembiayaan untuk rencana pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara secara global, ternyata terus meningkat.

Dari data yang dirilis oleh Urgewald, Banktrack dan 30 partnernya, di antaranya Auriga Nusantara-coalexit.org, diketahui terdapat dana sebesar US$745 milyar yang digelontorkan untuk rencana pembangunan PLTU secara global. Bila dirupiahkan besarnya diperkirakan senilai Rp10.447 trilyun. Sekitar 4 persen dari total dana tersebut tercatat mendanai proyek energi kotor PLTU di Indonesia.

Sampai dengan quartal ketiga 2019, pinjaman perbankan yang telah diberikan untuk proyek rencana pembangunan terkait PLTU di Indonesia nilainya mencapai US$16,079 milyar atau senilai sekitar Rp225 trilyun. Sedangkan yang dalam bentuk perjanjian yang telah disepakati (underwriting) nilainya sebanyak US$16,962 milyar atau sebesar Rp237 trilyun. Sehingga bila ditotal, dana yang masuk ke Indonesia, hingga quartal ketiga 2019, mencapai US$33,042 milyar atau Rp463 trilyun. Akan tetapi, total dana yang masuk ke Indonesia, kemungkinan besar bisa lebih dari angka US$33,042 milyar tersebut.

Mengingat terdapat beberapa proyek PLTU di Indonesia, yang langsung diinvestasikan oleh investornya yang sebagai operator sekaligus dengan skema FDI (Foreign Direct Investment), seperti China Huadian Engeneering. Jumlah 4 persen secara global ini, merupakan prosentasi yang cukup besar, jika ruang lingkupnya dikecilkan ke kawasan Asia Tenggara (Philippina, Thailand, Malaysia, Vietnam, Kamboja dan Laos).

Untuk di Asia Tenggara sendiri, dana yang terkucur untuk pembangunan PLTU tercatat sebesar US$69,150 milyar atau Rp970 trilyun. Sekitar 48 persen dari total US$69,150 milyar, atau senilai US$33,042 milyar, diinvestasikan ke Indonesia.

Angka-angka itu merupakan fakta yang menunjukkan Indonesia masih sangat bergantung dengan pengembangan energi fosil, khususnya batu bara. Sebagai gambaran, menurut data RUPTL 2019, jumlah kapasitas daya listrik terpasang bersumber dari PLTU di Indonesia totalnya kurang lebih 40.240,2 MW. Terbesar kedua se-Asia Tenggara setelah Philippina yang mencapai 42.482 MW.

Dana milyaran dolar itu secara global maupun konteks Indonesia, kontras dengan pernyataan-pernyataan negara-negara yang ingin beralih ke energi terbarukan. Apalagi kaitannya dengan konferensi perubahan iklim-COP. Sejak Sekretaris Jenderal Ban Kim Moon hingga Antonio Guiterres, mendorong setiap negara untuk segera melakukan transisi energi dari fosil ke energi terbarukan.

Hanya saja, peningkatan jumlah dana yang diinvestasikan ke pembangkit batu bara, menunjukkan bahwa kepentingan bisnis masih terdepan ketimbang persoalan iklim, yang salah satunya diakibatkan oleh penggunaan batu bara untuk pembangkit energi listrik. Ada kesan setengah hati, dalam upaya negara-negara untuk beralih ke energi terbarukan.

“Banyak negara, terkesan hanya sekedar memenuhi kewajibannya menyusun NDC berisikan soal 1.5 ‘C dengan salah satu caranya melalui transisi energi. Tapi tetap membuka lebar-lebar untuk investasi di energi kotor, dengan alasan proses transisi. Dalam kontes Indonesia, target elektrifikasi yang dipicu oleh pertumbuhan ekonomi, merupakan salah faktor yang terus mendorong investasi pembangkit listik batu bara,” ujar M. Iqbal Damanik, peneliti tambang dan energi Yayasan Auriga Nusantara, di Jakarta, Minggu (22/12/2019).

Perlu diketahui, masih terdapat dana sebesar US$16,962 milyar, yang akan siap dicairkan untuk proyek pembangunan PLTU di Indonesia. Artinya akan ada PLTU-PLTU lain yang akan dibangun, sesuai dengan target 35.000 MW yang merupakan rencana pemerintah sejak mula Presiden Joko Widodo menjabat, sejak dari periode pertama.

“Jika menyertakan perbankan lainnya yang berasal dari China yang langsung maupun tidak langsung, cukup besar mereka mendanai proyek PLTU di Indonesia. Data yang dikumpulkan oleh Auriga dapat dilihat di quitcoal.info. Hal itu menunjukkan bahwa, tidak hanya perbankan dari negara-negara di Eropa, Amerika dan dalam negeri saja yang mendanai proyek. China dan Jepang adalah negara yang cukup signifikan mendanai proyek PLTU di Indonesia. Misalnya China Development Bank dan Mitsubishi UFJ Finance,” tutur Iqbal.

Memburuknya kondisi lingkungan, kesehatan, iklim, termasuk munculnya masalah sosial dan HAM yang terjadi akibat pembangunan PLTU, kata dia, semestinya menjadi pertimbangan bagi dunia perbankan memberikan pinjaman mereka ke proyek PLTU. Beberapa perbankan telah mengambil sikap untuk tidak mendanai proyek, meski ada yang bersikap diskriminatif.

Selain itu, pada Juni 2019, Credit Agricole, Perancis, menyatakan tidak akan lagi mendanai proyek PLTU lagi. AXA, asuransi terbesar Perancis, juga menyatakan hal sama, dengan tidak memberikan jaminan kepada proyek PLTU.

“Sepantasnya, perbankan di Indonesia melakukan hal sama, atau lebih menginvestasikan dananya ke pengembangan energi terbarukan. Dan dengan tegas menghentikan pinjaman luar negeri untuk proyek PLTU,” tutup Iqbal.

Komentar Berita

Industri Hari Ini

Kota Podomoro Tenjo

Jumat, 26 April 2024 - 17:08 WIB

Kota Podomoro Tenjo Luncurkan Tiga Produk Properti Terbaru

Kota Podomoro Tenjo meluncurkan 3 (tiga) produk properti terbaru melalui pameran properti bertajuk “Fantastic Milenial Home; Langkah Mudah Punya Rumah” yang berlangsung selama tanggal 23…

Ilustrasi perumahan

Jumat, 26 April 2024 - 16:44 WIB

Bogor dan Denpasar Jadi Wilayah Paling Konsisten dalam Pertumbuhan Harga Hunian di Kuartal I 2024

Sepanjang Kuartal I 2024, Bogor dan Denpasar menjadi wilayah paling konsisten dan resilient dalam pertumbuhan harga dan selisih tertinggi di atas laju inflasi tahunan

Bank Raya

Jumat, 26 April 2024 - 16:33 WIB

Bank Raya Kembali Torehkan Pertumbuhan Laba Double Digit di Triwulan 1 Tahun 2024

Fokus Bank Raya di 2024 adalah berinvestasi pada pertumbuhan bisnis yang  berkualitas untuk menjadikan Bank Raya sebagai bank digital utama untuk segmen mikro dan kecil. Strategi pengembangan…

Frasers Group Asia dan MAPA Menjalin Kerjasama untuk Hadirkan Sports Direct Pertama di Indonesia, Berlokasi di Kota Kasablanka Mall

Jumat, 26 April 2024 - 15:10 WIB

Frasers Group Asia dan MAPA Menjalin Kerjasama untuk Hadirkan Sports Direct Pertama di Indonesia, Berlokasi di Kota Kasablanka Mall

Sebagai bagian dari ekspansinya di Asia Tenggara, Sports Direct Malaysia, Sdn Bhd ("Frasers Group Asia") – afiliasi dari grup ritel internasional terkemuka Frasers Group plc ("Frasers Group",…

Pengamat hukum Dr. (Cand.) Hardjuno Wiwoho

Jumat, 26 April 2024 - 14:47 WIB

UU Perampasan Aset dan BLBI Jadi PR Prabowo-Gibran

Presiden dan Wakil Presiden (Wapres) terpilih, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka harus melanjutkan agenda pemberantasan korupsi yang sudah dicanangkan pemerintahan sebelumnya sebagai…