Produk Asuransi Belum Menjangkau Masyarakat Luas, Ini Langkah Strategis yang Harus Diambil

Oleh : Hariyanto | Senin, 14 Juli 2025 - 17:32 WIB

BRI Insurance
BRI Insurance

INDUSTRY.co.id -Jakarta - Peran industri asuransi umum dalam sektor keuangan nasional masih tergolong kecil, tercermin dari kinerjanya sepanjang 2024. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pendapatan premi asuransi umum hanya tumbuh sebesar 5,36% menjadi Rp117,71 triliun, menurun jauh dibandingkan pertumbuhan pada 2023 yaitu 19,52%. Laba bersih bahkan anjlok drastis hingga minus Rp8,94 triliun pada akhir 2024, mencerminkan penurunan sebesar 197,79% dari pertumbuhan positif tahun sebelumnya. 

Sementara itu, total aset asuransi umum hanya meningkat tipis 7,77% sebesar Rp242,91 triliun. Data ini mengindikasikan bahwa sektor asuransi umum masih menghadapi tantangan besar dalam memperkuat kontribusinya terhadap dinamika industri keuangan nasional. Sebaliknya, sepanjang tahun 2025, industri perbankan menunjukkan kinerja positif dengan pertumbuhan kredit sebesar 9,16% secara tahunan (YoY) menjadi Rp7.908 triliun. Peningkatan ini ditopang oleh pertumbuhan penyaluran kredit pada segmen investasi, konsumsi, dan modal kerja. Sementara itu, total aset perbankan meningkat 6,7% YoY, mencapai Rp12.492,32 triliun.

Berdasarkan data OJK per September 2024, penetrasi asuransi di Indonesia baru mencapai 2,6% terhadap PDB, jauh tertinggal dari negara lain seperti Malaysia (4,8%), Jepang (7,1%), dan Singapura (11,4%). Penetrasi asuransi umum bahkan lebih rendah, hanya 0,53%, mencerminkan kontribusi yang masih sangat terbatas terhadap perekonomian nasional. Selain itu, densitas asuransi umum masih rendah, yaitu sekitar Rp417 ribu per kapita per tahun. 

"Hal tersebut menandakan bahwa masyarakat rata-rata hanya mengalokasikan dana kecil untuk perlindungan risiko. Rendahnya angka penetrasi menunjukkan terbatasnya peran asuransi dalam menopang stabilitas ekonomi, sementara densitas yang rendah mencerminkan produk asuransi belum menjangkau masyarakat secara luas, baik dari sisi aksesibilitas maupun keterjangkauan. Kondisi ini menjadi sinyal kuat perlunya reformasi strategi distribusi dan pengembangan produk yang lebih relevan dengan kebutuhan pasar," kata Aryo Swastika Nugroho, Kepala Divisi Corporate Planning & Strategy BRI Insurance, Senin (14/7/2025).

Menurut Aryo, fakta-fakta tersebut menunjukkan adanya ketimpangan antara pertumbuhan industri asuransi dan perbankan meskipun keduanya berada dalam satu sektor keuangan yang seharusnya tumbuh saling mendukung. Namun, realitas menunjukkan bahwa industri asuransi masih tertinggal jauh, baik dari sisi penetrasi maupun inklusi. Ketimpangan ini juga tercermin dari kesenjangan antara literasi dan inklusi. 

"Pada 2025, tingkat literasi asuransi masyarakat mencapai 45,45%. Namun, tingkat inklusinya hanya mencapai 28,5%. Artinya, meskipun pemahaman masyarakat terhadap asuransi semakin meningkat, hal ini belum sepenuhnya berujung pada penggunaan produk. Sebaliknya, sektor perbankan mencatat capaian inklusi yang lebih baik, dengan 36% masyarakat dewasa telah memiliki akses terhadap layanan keuangan formal. Ini menunjukkan bahwa tantangan utama asuransi bukan hanya pada pemahaman, tetapi pada konversi pengetahuan menjadi partisipasi nyata," ujar Aryo.

Di sisi lain, lanjut Aryo, inovasi produk asuransi juga belum sepeunuhnya menjawab kebutuhan segmen masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah. Saluran distribusi digital pun belum mampu mendorong penetrasi ke segmen pasar yang lebih luas. Selain itu, minimnya insentif fiskal bagi pemegang polis juga menjadi faktor pembatas, terutama jika dibandingkan dengan dukungan fiskal yang lebih besar terhadap sektor perbankan. 

"Kombinasi hambatan ini memperlambat laju pertumbuhan asuransi umum untuk berkembang sejajar dengan perbankan," ujarnya.

Untuk menjawab tantangan tersebut, Aryo menyebut, perusahaan asuransi perlu mengambil langkah strategis yang tidak hanya bersifat taktis tetapi juga berdampak jangka panjang. Salah satu strategi yang potensial adalah optimalisasi kanal bancassurance. "Kanal ini memungkinkan produk asuransi umum ditawarkan secara tepat sasaran, efisien, dan melekat pada kebutuhan nyata nasabah dengan memanfaatkan kepercayaan serta infrastruktur bank yang telah mapan," katanya.

Namun, lanjut Aryo, berdasarkan data AAUI, kontribusi premi dari kanal bancassurance justru mengalami penurunan 27,4% pada 2024. Hal ini kontras dengan kanal seperti broker dan direct marketing yang justru mencatat pertumbuhan masing-masing 17,6% dan 17,5%. Fakta ini menunjukkan bahwa potensi bancassurance belum dioptimalkan secara strategis, bukan karena pasarnya kecil, tetapi karena pendekatannya belum terstruktur dan proaktif.

"Dengan pertumbuhan jumlah nasabah dan volume kredit yang terus meningkat di sektor perbankan, semestinya pertumbuhan premi asuransi dapat sejalan. Sayangnya, minimnya interaksi langsung antara perusahaan asuransi dan debitur bank menyebabkan potensi pasar ini belum dimanfaatkan secara optimal. Padahal skema kerja sama bancassurance baik dalam model referensi, distribusi, maupun integrasi memberikan fleksibilitas tinggi dalam penetrasi pasar," ujarnya.

"Melalui sinergi ini, perusahaan asuransi dapat menjangkau basis nasabah bank dengan biaya akuisisi yang lebih rendah, sementara bank memperoleh tambahan pendapatan non-bunga (fee-based income) yang signifikan," sambungnya.

Solusi lainnya, menurut Aryo, adalah meningkatkan eksposur asuransi umum melalui integrasi dalam ekosistem layanan perbankan. Saat nasabah membuka rekening, mengajukan KPR, atau kredit kendaraan, kebutuhan proteksi muncul secara alami. "Pada momen inilah, produk seperti asuransi kebakaran, kendaraan, atau pengiriman barang sebaiknya ditawarkan secara otomatis dan dijelaskan dengan bahasa yang sederhana, sehingga menjadi bagian dari perjalanan finansial nasabah, bukan sekadar tambahan," katanya.

Edukasi juga dapat diperkuat melalui kanal komunikasi yang telah dipercaya nasabah, seperti push notification aplikasi mobile banking atau email resmi bank. Pendekatan ini mendorong nasabah untuk mengenali risiko yang dapat diasuransikan serta menjelajahi produk asuransi secara mandiri dan aman.

Terakhir, kata Aryo, Inovasi produk asuransi umum perlu diarahkan pada konsep SMES (Sederhana, Murah, Ekonomis, dan Segera), mengingat tingkat densitas asuransi umum di Indonesia masih tergolong rendah. Hal ini mencerminkan preferensi masyarakat terhadap produk dengan premi terjangkau dan proses yang tidak rumit. 

Produk asuransi dengan nilai pertanggungan besar serta fitur kompleks belum tentu sesuai dengan daya beli maupun kebutuhan pasar saat ini. Oleh karena itu, pengembangan produk seperti asuransi mikro untuk rumah tinggal, tempat usaha, UMKM, atau kebakaran skala kecil menjadi sangat relevan. Produk-produk ini idealnya dapat diakses secara digital dan dilengkapi dengan proses klaim yang sederhana.

"Salah satu contoh penerapan strategi ini dilakukan oleh BRI Insurance melalui produk unggulan Asuransi Mikro BRINS. Produk ini dirancang secara praktis, dengan premi terjangkau mulai dari puluhan ribu rupiah, namun tetap memberikan perlindungan esensial terhadap risiko kebakaran, kebanjiran, pencurian, hingga kerusakan yang dapat mengganggu kelangsungan usaha," ungkap Aryo.

Solusi ini relevan dengan kebutuhan pelaku usaha kecil seperti toko kelontong, warung makan, hingga kios pulsa. Selaras dengan semangat inklusi keuangan, produk ini ditujukan untuk menjangkau lapisan masyarakat yang paling rentan terhadap risiko, namun kerap terabaikan oleh proteksi formal.

Konsep SMES menjadi nilai utama dalam layanan ini. Proses pendaftaran dapat dilakukan secara digital melalui platform BRINS Mobile maupun BRI Mobile, tanpa memerlukan tatap muka. Formulir dan dokumen yang dibutuhkan juga disusun secara sederhana, cukup dengan data usaha dan identitas diri. Proses klaim pun mudah dan cepat dibayarkan. Dengan biaya yang ekonomis, produk ini menjadi langkah strategis BRINS dalam memperkuat daya tahan finansial UMKM sekaligus memperluas penetrasi asuransi umum di Indonesia.

"Inilah bukti bahwa proteksi tidak harus rumit dan mahal, tetapi cukup cerdas dan tepat guna. Dengan menciptakan solusi yang sesuai dengan realitas lapangan, industri asuransi umum dapat tumbuh lebih inklusif, berdaya saing, dan berkelanjutan," pungkas Aryo. 

Komentar Berita

Industri Hari Ini

Penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) antara HKI, Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, serta Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM. Penandatanganan tersebut disaksikan langsung oleh Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, dalam Konvensi Sains, Teknologi, dan Industri (KSTI) Indonesia 2025 yang digelar di Sasana Budaya Ganesa (Sabuga), Institut Teknologi Bandung, Kamis 7/8/2025.

Kamis, 07 Agustus 2025 - 17:02 WIB

HKI Perkuat Sinergi Lintas Sektor untuk Dorong Hilirisasi dan Pertumbuhan Ekonomi 8%

Himpunan Kawasan Industri Indonesia (HKI) menegaskan komitmennya untuk mempercepat sinergi lintas sektor dalam mendorong investasi hilirisasi, penguatan pendidikan tinggi, serta pengembangan…

Kerjasama Standard Chartered dan Alibaba Group

Kamis, 07 Agustus 2025 - 11:50 WIB

Standard Chartered dan Alibaba Group Teken Kemitraan Strategis untuk Teknologi dan Pertumbuhan

Bank Standard Chartered dan Alibaba Group Holding Limited (Alibaba Group) menjalin kemitraan strategis dengan memanfaatkan teknologi kecerdasan buatan (AI) dari Alibaba Cloud untuk mempercepat…

Jackson Wang

Kamis, 07 Agustus 2025 - 11:32 WIB

Jackson Wang Jadi Satu-satunya Artis China dengan Debut Tertinggi di Billboard

Jackson Wang kembali mencetak sejarah di industri musik global. Album terbarunya, MAGICMAN 2, yang dirilis pada 18 Juli 2025, debut di posisi #13 Billboard 200 yang menjadikannya album debut…

Kerja sama antara Pupuk Indonesia dan Petronas Chemicals

Kamis, 07 Agustus 2025 - 11:21 WIB

Kerja Sama Pupuk Indonesia dan Petronas Chemicals Perkuat Ketahanan Pangan dan Hilirisasi Industri 

PT Pupuk Indonesia (Persero) dan Petronas Chemicals Group Berhad (PCG) memperkuat kemitraan strategisnya melalui penandatanganan kelanjutan nota kesepahaman (MoU) yang membuka peluang kolaborasi…

PT Trisula Textile Industries Tbk (BELL)

Kamis, 07 Agustus 2025 - 11:11 WIB

BELL Catat Penjualan Rp283,1 Miliar di Semester I 2025

PT Trisula Textile Industries Tbk (BELL), emiten penyedia kain, seragam, dan fashion berkualitas berhasil mempertahankan performa positif di semester 1 tahun ini dengan mencatatkan total penjualan…