Perkenalkan Dasbor Pembiayaan Pembangkit Listrik di Indonesia, CPI Ungkap Gap Signifikan Pada Investasi EBT

Oleh : Hariyanto | Jumat, 22 November 2024 - 18:32 WIB

Tiza Mafira, Direktur CPI Indonesia pada sesi knowledge sharing pada Electricity Connect 2024
Tiza Mafira, Direktur CPI Indonesia pada sesi knowledge sharing pada Electricity Connect 2024

INDUSTRY.co.id - Jakarta – Sebagai host sesi knowledge sharing mengenai keuangan berkelanjutan pada Electricity Connect 2024 yang berlangsung di Jakarta Convention Center, Climate Policy Initiative (CPI) meluncurkan kajian terbarunya berupa Dasbor Pembiayaan Pembangkit Listrik di Indonesia. 

Dasbor interaktif ini memetakan seluruh investasi untuk pembangkit listrik energi baru terbarukan (EBT) vs bahan bakar fosil di Indonesia, serta pendanaan yang mengalir melalui PLN.

Dikembangkan dengan metode triangulasi berupa konsolidasi dataset dari berbagai sumber resmi, dasbor ini menjawab permasalahan akses dan transparansi data investasi sektor ketenagalistrikan di Indonesia. 

Fitur interaktif dasbor ini juga memudahkan dalam melihat arus investasi berdasarkan sumber, penggunaan tematik, dan alokasi sektoral sehingga pemangku kepentingan pemerintah dan industri terkait dapat mengidentifikasi titik masuk investasi, kesenjangan pembiayaan, peluang investasi baru, serta perencanaan strategis terkait agenda transisi energi Indonesia menuju emisi nol bersih.

Berikut temuan kunci dasbor mengenai tren investasi kelistrikan di Indonesia:

• Rata-rata investasi untuk EBT per tahun (2019 – 2021) adalah sebesar USD 2,2 miliar, terpaut jauh dari kebutuhan pendanaan sebesar USD 9,1 miliar per tahun hingga tahun 2030 untuk mencapai target iklim Indonesia seperti tercantum pada dokumen ENDC Indonesia.

• Investasi yang mengalir ke EBT juga masih jauh lebih rendah dibandingkan rata-rata investasi untuk bahan bakar fosil sebesar sebesar USD 3,7 miliar per tahun.

• 94% pendanaan bahan bakar fosil berasal dari investor swasta (84% asing, 10% domestik). Ini menunjukkan tren mengkhawatirkan pelonjakan investasi fosil dari swasta, terutama modal asing.

• Membandingkan efisiensi keseluruhan portfolio energi PLN, biaya operasional (di luar biaya depresiasi) pembangkit istrik berbahan bakar fosil per unit produksi cukup tinggi, antara lain diesel (Rp. 2211 per Kwh), gas (Rp. 1402 per Kwh), dan batu bara (Rp. 526 per Kwh).

• Biaya operasional per unit produksi portfolio PLN (di luar biaya depresiasi) untuk EBT relatif lebih rendah, antara lain panas bumi (Rp. 924 per Kwh), air (Rp. 104 per Kwh), dan tenaga surya (Rp.1347 per Kwh).

• Simulasi biaya operasional (di luar biaya depresiasi) per unit produksi PLTU batu bara tanpa kebijakan subsidi DMO menghasilkan biaya yang jauh lebih tinggi dibandingkan pembangkit listrik tenaga air dan panas bumi, yaitu sebesar Rp. 1013 per Kwh

• PLN berpeluang menurunkan biaya operasional per unit produksi tenaga surya menjadi Rp. 296 per Kwh dengan meningkatkan faktor kapasitas pembangkit tenaga suryanya menjadi empat kali lebih tinggi, sehingga setara dengan rata-rata faktor kapasitas pembangkit tenaga surya di Asia Tenggara.

Meskipun ada gap yang signifikan antara realisasi nilai investasi EBT dan komitmen iklim Indonesia, temuan kunci tersebut juga menunjukkan peluang strategis mengalihkan arus investasi menuju perekonomian berkelanjutan dan rendah karbon bagi Indonesia.

Tiza Mafira, Direktur CPI Indonesia mengungkapkan bahwa Indonesia memerlukan visibilitas mengenai apakah kebijakan energi saat ini sudah cukup mempercepat investasi hijau. Tiza mengatakan, data menunjukkan bahwa total investasi pada pembangkit listrik berbahan bakar fosil hampir dua kali lipat dari total investasi pada pembangkit listrik EBT. 

"Ada peluang yang sangat besar untuk memikirkan kembali dan mengalihkan arus investasi tersebut, terutama dari lembaga keuangan swasta internasional sebagai kontributor terbesar," ungkap Tiza.

"Dengan memanfaatkan data investasi yang komprehensif di dasbor kami, kebijakan dan investasi dapat dioptimalkan untuk membangun masa depan yang aman, kompetitif, dan rendah karbon bagi Indonesia,” pungkasnya.

Sebagai informasi, CPI adalah organisasi analisis dan penasehat dengan keahlian mendalam di bidang keuangan dan kebijakan iklim. Misi CPI adalah membantu pemerintah, perusahaan, dan lembaga keuangan mendorong pertumbuhan ekonomi sembari mengatasi perubahan iklim. CPI memiliki tujuh kantor yang tersebar di seluruh dunia, antara lain di Afrika Selatan, Amerika Serikat, Brazil, India, Indonesia, dan Inggris. 

Komentar Berita

Industri Hari Ini

Jonathan Danang Wardhana, Ketua Koperasi Kana, hadir langsung menerima penghargaan prestisius dalam acara Launching Buku dan Award 100 Koperasi Besar Indonesia (KBI) 2025 yang digelar di The Trans Resort Bali, Seminyak.

Minggu, 22 Juni 2025 - 15:04 WIB

Koperasi Kana Menorehkan Sejarah, Sabet Penghargaan Nasional Bergengsi di Bali

Koperasi Kana mencetak sejarah dengan meraih penghargaan di ajang 100 Koperasi Besar Indonesia 2025 di Bali berkat pertumbuhan aset lebih dari 500 persen dalam dua tahun terakhir.

PJI Company of the Year 2025

Minggu, 22 Juni 2025 - 14:52 WIB

12 Perusahaan Siswa SMA/SMK Siap Bersaing di PJI Company of the Year 2025, Hadirkan Solusi Bisnis Hijau Berkelanjutan

Prestasi Junior Indonesia (PJI) dengan dukungan Zurich Indonesia, Z Zurich Foundation, The Starbucks Foundation, dan Starbucks Indonesia, kembali menggelar ajang tahunan PJI Company of the Year…

Kolaborasi ZTE dan Telkomsel

Minggu, 22 Juni 2025 - 13:51 WIB

Kolaborasi ZTE dan Telkomsel Percepat Masa Depan 5G Indonesia Lewat Solusi 'UniSite 1+2+3'

ZTE Corporation, penyedia global terdepan untuk solusi teknologi informasi dan komunikasi terintegrasi, bersama Telkomsel, penyedia layanan telekomunikasi digital terdepan di kawasan, mengumumkan…

MODENA buka peluang bisnis Indonesia-Rusia lewat kerja sama bisnis logistik MOLOGIZ, dengan perusahaan logistik Rusia, Delo Group

Minggu, 22 Juni 2025 - 13:03 WIB

MODENA Buka Peluang Kolaborasi Strategis Antara Indonesia dan Rusia Lewat Kerja Sama MOLOGIZ

MODENA membuka peluang kolaborasi strategis antara Indonesia dan Rusia melalui kerja sama MOLOGIZ, bisnis logistik di bawah MODENA Group, dengan Delo Group, perusahaan logistik Rusia, lewat…

Siswadhi Pranoto Loe, praktisi logistik dan transformasi industri

Minggu, 22 Juni 2025 - 12:05 WIB

Siswadhi Pranoto Loe: SDM dan Teknologi Harus Berjalan Berdampingan dalam Industri Logistik

Transformasi digital dalam industri logistik tidak bisa hanya dilihat dari sisi teknologinya saja. Menurut pakar logistik dan digitalisasi industri, Siswadhi Pranoto Loe, keberhasilan perubahan…