Sah! President University Kukuhkan Prof. Retnowati Sebagai Guru Besar

Oleh : Ridwan | Minggu, 09 Juni 2024 - 12:35 WIB

Guru Besar President University, Prof. Retnowati
Guru Besar President University, Prof. Retnowati

INDUSTRY.co.id - Cikarang - Pesatnya perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) sangat membantu kehidupan manusia pada semua bidang kehidupan. Namun, sayangnya anugerah kemudahan tersebut kurang diimbangi dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM). 

Itu terbukti dari hadirnya beragam masalah sosial dan etika yang muncul sebagai dampak dari kesibukan manusia berteknologi, yang berorientasi pada keuntungan dan sering melupakan sisi kemanusiaan. 

Hal tersebut disampaikan Prof. Dr. Retnowati dalam pidato pengukuhannya sebagai guru besar di President University. 

Pidato yang bertopik Digital Society, Perubahan Perilaku dan Empati pada Kemanusiaan: Pendekatan Antropologi itu disampaikan pada Selasa, 28 Mei 2024 di President Executive Club di Kota Jababeka, Cikarang, Bekasi. 

Prosesi pengukuhan Prof. Retno dilakukan dalam sidang senat terbuka yang dipimpin oleh Rektor Presuniv Handa S. Abidin.

Dalam pidato sambutannya, Prof. Budi Susilo menyampaikan tiga harapan terkait pengukuhan Prof. Retno. Pertama, pengukuhan tersebut diharapkan terus memperkuat nilai-nilai dan tradisi akademis di lingkungan Presuniv. 

Kedua, Presuniv diharapkan mampu memanfaatkan segenap potensi akademis Prof. Retno. “Salah satu bentuknya adalah dengan meminta Prof. Retno berkenan membimbing mahasiswa S2, atau bahkan kelak S3,” ungkap Prof. Budi Susilo.

Ketiga, pengukuhan Prof. Retno sebagai guru besar diharapkan menjadi momentum untuk terus meningkatkan kapasitas riset dan publikasi.

“Apalagi Prof. Retno pernah menjabat sebagai Direktur Lembaga Riset dan Pengabdian Masyarakat di Presuniv,” tegas Prof. Budi.

Sementara, dalam sambutannya sebagai ketua senat Presuniv, Handa S. Abidin, mengungkapkan bahwa Prof. Retno adalah guru besar ke-3 yang dikukuhkan oleh Presuniv. 

Guru besar sebelumnya yang dikukuhkan oleh Presuniv adalah Prof. Dr. Jony Oktavian Haryanto, kini menjabat sebagai Sekretaris YPUP dan Staf Ahli Bidang Inovasi, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Kebudayaan, serta Prof. Dr. Chairy, Wakil Rektor Presuniv bidang Kerja Sama.

“Dengan dikukuhkannya Prof. Retno, saat ini Presuniv sudah memiliki sembilan guru besar yang tersebar di lima fakultas,” ucap Handa. 

Meski begitu, lanjut dia, sembilan guru besar yang dimiliki oleh Presuniv sebetulnya masih terlalu sedikit. “Itu sebabnya kami di Presuniv terus mendorong segenap dosennya agar segera menjadi guru besar,” tegas Handa.

Menurutnya, keberhasilan Prof. Retno menjadi guru besar bukan hanya capaian beliau sebagai pribadi, tetapi juga capaian Presuniv. "Bukan hanya Prof. Retno dan keluarganya yang bahagia dan berbangga, tapi juga Presuniv," ungkapnya.

Dalam pidato pengukuhannya, Prof. Retno mengatakan bahwa pada era digital seperti sekarang dibutuhkan kajian antropologi untuk memprediksi kondisi sosial masyarakat.

“Itu baik untuk kondisi pada saat ini maupun masa mendatang, dan bagaimana implikasinya dalam kehidupan sehari-hari,” katanya. 

Menurut Prof. Retno, di masyarakat ada pemahaman yang keliru tentang antropologi. Dirinya mengungkapkan bahwa ilmu antropologi dianggap hanya mempelajari kelompok masyarakat yang terpencil, sederhana, terisolasi baik secara sosial ekonomi maupun teknologi. 

"Contohnya, masyarakat Aborigin di Australia, suku Indian di Amerika Serikat, dan berbagai suku lainnya baik di Indonesia, di Afrika atau negara-negara lainnya,” ungkapnya. 

Pemahaman yang keliru semacam ini, lanjut dia, membuat ilmu antropologi seakan-akan tersingkir dari kehidupan modern.

“Di era globalisasi sekarang ini, definisi tentang masyarakat terpencil perlu dikaji ulang. Sekarang ini di era digital dan internet semuanya bisa dijangkau dengan mudah dan murah," ungkapnya.

Menurut Prof. Retno, perkembangan TIK telah mengubah pola interaksi, pola pikir, pola tindak dan perilaku masyarakat sehari-hari.

"Kalau dulu interaksinya dengan tatap muka, masyarakat sekarang merasa lebih nyaman, lebih efektif dan lebih efisien berinteraksi di dunia maya," tutur Prof. Retno.

Kondisi tersebut menuntut perubahan cara melakukan penelitian. “Sebelumnya penelitian antropologi dilakukan dengan pendekatan etnografi. Penelitian semacam itu menuntut para peneliti untuk datang dan tinggal bersama masyarakat yang ditelitinya dalam jangka waktu tertentu,” papar Prof. Retno. 

Seiring dengan perkembangan TIK yang memicu terjadinya perubahan, arena kajian pun berubah menjadi digital.

“Sekarang ini media sosial sudah menjadi potret dari kehidupan masyarakat sehari-hari. Maka, apa yang terjadi di media sosial dapat menjadi data riset untuk kajian antropologi," katanya.

Mengutip data, Prof. Retno menyebutkan bahwa dari 281,7 juta penduduk Indonesia, sebanyak 185,3 juta atau 66% di antaranya merupakan pengguna internet. Lalu, sebanyak 139 juta atau 49% dari seluruh penduduk Indonesia tercatat aktif menggunakan media sosial. 

Untuk itu, lanjut dia, penelitian antropologi perlu berubah dari semula memakai metode etnografi menjadi netnografi.

“Netnografi adalah singkatan dari internet dan etnografi. Metode ini bisa dipakai untuk mengidentifikasi kehidupan di dunia maya dan menjadikannya sebagai bahan riset,” ungkapnya. 

Saat ini relatif murahnya tarif internet serta kecepatan dan kemudahan aksesnya telah merevolusi media sosial. 

“Siapa pun bebas mengakses dan memproduksi informasi. Sayangnya banjir informasi ini tidak diimbangi dengan daya kritis dari pengguna media sosial. Akibatnya ruang publik pun menjadi riuh. Berbagai ide dan gagasan mengalir dengan tanpa filter dan seleksi. Setiap orang bebas mengekspresikan dirinya. Mereka meluapkan keinginannya, empati, kepedulian, bahkan sampai kebencian, purbasangka, hingga sumpah serapah,” ungkap dia.

Prof. Retno mencatat setidak-tidaknya ada 10 media sosial yang paling banyak digunakan masyarakat Indonesia. WhatApps digunakan oleh 92,1% warganet, disusul Instagram (86,5%), Facebook (83,5%), Tiktok (73,5%), Telegram (64,3%), X (57,5%), Facebook Messenger (44,9%), Pinteres (34%), Kuai-shou (32,4%) dan LinkedIn (25%). 

Melihat kondisi tersebut, menurut Prof. Retno, menarik untuk mendiskusikan posisi kebudayaan Indonesia yang telah diorganisasi oleh media sosial melalui berbagai informasi yang sengaja disebarluaskan. Katanya, 

“Menarik untuk mengkaji konstruksi media sosial yang telah berkembang tidak hanya merepresentasikan pengetahuan yang mendidik masyarakat, tetapi justru mendekonstruksi realita sosial," terangnya.

Media sosial yang mestinya digunakan untuk membantu menyelesaikan masalah, membuat manusia menjadi lebih inovatif dan produktif, menurut Prof. Retno, justru banyak disalahgunakan. Contohnya, banyak penipuan perbankan online atau penyebaran link menyesatkan yang dikirimkan melalui WhatApps; Hoax atau cyberbullying dilakukan melalui Instagram; Penyebaran video porno atau intimidasi dilakukan melalui Tiktok; dan masih banyak lagi kasus-kasus lainnya. 

Itu sebabnya kala masyarakat menuju era Society 5.0, usul Prof. Retno, teknologi, termasuk media sosial, sebaiknya digunakan untuk meningkatkan kualitas hidup dengan membantu manusia menyelesaikan berbagai masalahnya.

“Jadi, bukan malah dipakai untuk menghancurkan nilai-nilai kemanusiaan. Justru teknologi harus mengangkat dan meningkatkan nilai-nilai kemanusiaan," kata Prof. Retno.

Sementara, Prof. Onno menekankan pentingnya dua kata kunci yang disampaikan Prof. Retno dalam pidato pengukuhannya.

“Dua kata kunci itu adalah perilaku dan prediksi. Di era digital seperti sekarang, terlebih dengan adanya media sosial, prediksi perilaku masyarakat di masa depan harus dilakukan dengan berbasis data. Bukan dengan ramalan, atau perkiraan lagi,” tutupnya.

Komentar Berita

Industri Hari Ini

BRI menjadi Official Mobile Banking Partner pada ajang tahunan Urban Sneaker Society (USS) 2024

Sabtu, 26 Oktober 2024 - 12:39 WIB

USS 2024 presented by BRImo: Kolaborasi Fashion dan Lifestyle, Dukungan BRI Dorong Kreativitas Generasi Muda

PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI terus memperkuat komitmennya dalam mendukung perkembangan ekonomi kreatif di Indonesia. Terbaru, BRI menjadi Official Mobile Banking Partner pada…

Penerima bantuan Gerobak Kuliner SIG pada acara Serah Terima Bantuan di Desa Rejosari, Kecamatan Deket, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, pada Jumat (18/10/2024).

Sabtu, 26 Oktober 2024 - 09:28 WIB

Dorong Peningkatan Ekonomi Pedesaan, SIG Bantu Pengembangan Usaha Mikro dan Infrastruktur Pertanian di Kabupaten Gresik dan Lamongan

Jakarta– PT Semen Indonesia (Persero) Tbk (SIG) melalui program TJSL kembali menunjukkan komitmennya dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar wilayah operasional perusahaan melalui…

Koordinator Pengawasan Kawasan Industri dan Perumahan BPKP Joko Sutrisno selaku Ketua Tim Assessment (paling kiri), SVP Group Sustainability and Corporate Communication Telkom Ahmad Reza (kedua dari kiri), VP Sustainability Telkom Gunawan Wasisto (kedua dari kanan), dan PGS SVP Risk Management Telkom Rini Fitriani (paling kanan)

Sabtu, 26 Oktober 2024 - 09:04 WIB

Telkom Perkuat Praktik Keberlanjutan, Skor ESG Meningkat Signifikan hingga Raih Predikat Sangat Baik

PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (Telkom) berhasil mencapai peningkatan signifikan dalam penilaian ESG (Environmental, Social, and Governance) yang dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan…

Hewan ternak

Sabtu, 26 Oktober 2024 - 06:39 WIB

Wabah SE di Bengkulu, Kementan Tingkatkan Upaya Pengendalian dan Pencegahan

Kementerian Pertanian (Kementan) terus mengintensifkan langkah pengendalian terhadap kasus penyakit Septicaemia Epizootica (SE), yang juga dikenal sebagai penyakit sapi ngorok, di Provinsi Bengkulu.…

LPPNU bersama BPDPKS serta GAPKI dan Ketua Umum PBNU resmikan Sawit masuk Pesantren

Sabtu, 26 Oktober 2024 - 06:21 WIB

LPPNU Luncurkan Program Sawit Goes to Pesantren

Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama (LPPNU) menyelenggarakan kegiatan Launching Program Sawit Goes to Pesantren untuk mengedukasi santri dan warga Nahdliyin terkait manfaat serta…