Ekonomi Minus dan Utang Tembus Rp6.445 Triliun! Hergun DPR Ingatkan Sri Mulyani, Begini Katanya...

Oleh : Candra Mata | Kamis, 06 Mei 2021 - 19:40 WIB

Ilustrasi Utang Luar Negeri
Ilustrasi Utang Luar Negeri

INDUSTRY.co.id - Jakarta, Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan mengemukakan bahwa Badan Pusat Statistik (BPS) beberapa waktu lalu telah mengumumkan pertumbuhan ekonomi pada triwulan I-2021 minus 0,74 persen (yoy).

Ditengah pertumbuhan yang masih minus tersebut, Ia juga menyoroti utang pemerintah yang terus bertambah. Dimana per Maret 2021, utang pemeritah tembus Rp 6.445,07 triliun.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani menganggap utang Indonesia tersebut masih relatif kecil, apalagi jika dibandingkan dengan negara lain.

Hergun, sapaan akrab Heri Gunawan pun angkat bicara dan merespon sikap Menkeu tersebut dengan mengatakan, idealnya utang yang semakin menumpuk harus mampu mendorong pertumbuhan ekonomi.

"Pandemi Covid-19 jangan dibuat aji mumpung untuk menambah utang. Utang harus digunakan secara maksimal untuk menangani Covid-19 dan memulihkan perekonomian. DPR telah menyetujui Perppu Corona menjadi UU. Salah satu pasal saktinya adalah membolehkan defisit APBN melebihi 3 persen selama 3 tahun. Jadi, selama 3 tahun ini defisit APBN dipatok Rp 1.000-an triliun. Nanti pada 2023 ketentuan tersebut tidak berlaku lagi. Jadi, Pemerintah harus memanfaatkan 3 tahun tersebut secara produktif,” tandas Hergun dalam keterangannya yang dikutip redaksi INDUSTRY.co.id pada Kamis malam (5/5/2021).

Ia mengingatkan bahwa pelebaran defisit di atas 3 persen sudah dimulai sejak 2020. Pada APBN 2020-Perpres No.72/2020 defisit dipatok sebesar Rp 1.039,2 triliun, yang dalam realisasinya hanya mencapai Rp 956,3 triliun.

Sementara pembiayaan dipatok Rp 1.039,2 triliun, namun dalam realisasinya melebar menjadi Rp 1.190,9 triliun. Realisasi pembiayaan melebihi realisasi defisit dengan angka yang cukup fantastis yakni Rp 234,6 triliun.

"Hal ini tak boleh terjadi," ujar Hergun.

Politisi Partai Gerindra itu, sekali lagi menegaskan, utang harus digunakan secara maksimal. Tidak boleh lagi utang menjadi SiLPA karena tidak terpakai pada tahun berjalan. Sementara itu, APBN 2021 defisit dipatok sebesar Rp 1.006,37 triliun atau 5,7 persen dari PDB.

Sedangkan pembiayaan utang dipatok sebesar Rp1.177,35 triliun. Harapannya, utang dapat dipergunakan secara maksimal untuk menutup defisit.

Selain itu, menurutnya, pemerintah tidak jumawa dengan mengatakan utang masih relatif kecil, apalagi jika dibandingkan dengan negara lain.

“Soal membanding-bandingkan utang dengan utang negara lain, hendaknya tidak perlu dilakukan. Pertama, hal tersebut tidak memberi manfaat untuk perekonomian. Kedua, perbandingannya juga pilih-pilih yang sekiranya menguntungkan saja. Dan ketiga, dikhawatirkan bisa menyinggung negara yang dibuat perbandingan,” imbuh Wakil Ketua Fraksi Gerindra DPR RI. UU No.17/2003 tentang Keuangan Negara memberi batasan utang sampai 60 persen dari PDB.

Sementara utang per Maret 2021, lanjut pria asal Sukabumi, Jabar ini, sudah mencapai Rp 6.445,07 triliun atau setara dengan 41,64 persen dari PDB. Artinya, jarak mencapai batasan utang semakin dekat. Pemerintah perlu makin berhati-hati dalam mengelola utang.

Di sisi lain, pengumuman BPS yang menyatakan pertumbuhan ekonomi masih minus, akan semakin menyulut pertanyaan publik tentang efektifitas utang terhadap pertumbuhan ekonomi.

“Sejatinya selama 2020 kontribusi pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan sudah cukup baik. Di saat konsumsi rumah tangga mengalami minus 2,63 persen dan PMTB (investasi) minus 4,95 persen, pengeluaran pemerintah masih mampu tampil sebagai penyelamat pertumbuhan dengan mampu tumbuh positif sebesar 1,94 persen. Pertumbuhan pengeluaran pemerintah yang positif tersebut karena ditopang oleh utang,” ungkap Hergun lagi.

Memasuki 2021, pengeluaran pemerintah masih diandalkan sebagai pendorong pertumbuhan. Belanja negara naik dari Rp 2.589,9 triliun menjadi Rp 2.750,0 triliun. Adapun anggaran untuk pemulihan ekonomi nasional dipatok Rp 699,43 triliun atau naik lebih dari 20 persen dari tahun lalu.

"Namun sayangnya, realisasi belanja pemerintah pada kuartal I-2021 dibanding pada kuartal IV-2020 turun sebesar minus 43,35 persen. Itu artinya, arahan Presiden Jokowi untuk mempercepat belanja di awal tahun belum diindahkan," terang Hergun.

Ia menambahkan, meskipun secara triwulanan pertumbuhan pengeluaran pemerintah terkontraksi cukup besar, namun kontribusinya terhadap pembentukan PDB secara tahunan masih menorehkan angka yang positif yaitu 0,17 persen (yoy).

Sedangkan konsumsi rumah tangga masih minus 1,22 persen dan PMTB (investasi) minus 0,07 persen. Memang, pengeluaran pemerintah yang ditopang oleh utang masih menjadi penyelamat pertumbuhan ekonomi pada kuartal I-2021.

"Namun, angka pertumbuhannya masih sangat terbatas. Hal tersebut ditunjukkan oleh grafik pertumbuhan yang terus naik namun masih di berada di area minus. Idealnya, dengan pertumbuhan utang yang begitu besar mestinya mampu mendorong pertumbuhan ekonomi yang positif," harapnya, seraya melanjutkan, saat ini keberadaan utang hanya mampu mendorong pertumbuhan positif untuk konsumsi pemerintah saja.

Ke depan diharapkan utang tersebut juga bisa berdampak signifikan terhadap konsumsi rumah tangga dan PMTB.

Adapun untuk meningkatkan kontribusi utang terhadap pertumbuhan ekonomi, pemerintah perlu melakukan solusi konkrit.

Solusi pertama, urai Hergun, pemerintah perlu mempercepat akselerasi belanja negara dan program PEN agar memiliki efek domino terhadap pertumbuhan konsumsi rumah tangga dan PMTB. Presiden Jokowi perlu menegur menteri yang masih lambat belanjanya.

Kedua, pengelolaan utang harus lebih hati-hati. Berutang seperlunya saja, jangan sampai uang hasil utang menjadi SiLPA, karena utang memiliki konsekuensi membayar bunga. Daripada untuk membayar bunga, lebih baik anggaran APBN digunakan untuk stimulus perekonomian.

Ketiga, program vaksinasi harus lebih dipercepat agar tercipta herd immunity dan kemudian bisa meningkatkan mobilitas masyarakat. Salah satu kunci pertumbuhan ekonomi adalah mobilitas masyarakat.

Keempat, perlu ada upaya yang lebih konkrit untuk mendorong pertumbuhan kredit perbankan. Selama pertumbuhan kredit masih lesu maka akan sulit mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang lebih baik. Perlu juga dipertimbangkan agar BI kembali menurunkan suku bunganya.

"Bila itu bisa direalisasikan maka akan bisa mendorong pertumbuhan PDB yang positif dan yang sekaligus mengentaskan Indonesia dari jurang resesi,” tutup Hergun.

Komentar Berita

Industri Hari Ini

Ilustrasi tiket

Kamis, 28 Maret 2024 - 17:49 WIB

Jangan Kelewatan, Ini 10 Tips Mendapatkan Tiket dan Voucher Belanja Online!

Berbelanja online telah menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari, menawarkan kemudahan, variasi produk, dan tentu saja, kesempatan untuk menghemat uang melalui tiket dan voucher serta…

Renos

Kamis, 28 Maret 2024 - 17:36 WIB

Cari Furnitur dan Elektronik Rumah yang Murah? Datang ke Event Renos Gebyar Ramadhan Saja!

Di era yang serba cepat ini, mencari furnitur dan elektronik untuk rumah tidak lagi memerlukan waktu dan usaha yang banyak. Mulai dari mencari furnitur untuk kamar hingga elektronik rumahan…

PT Bank Syariah Indonesia Tbk. (BSI) secara konsisten mendukung program pemerintah dalam mewujudkan Net Zero Emission (NZE) dari berbagai aspek. Salah satunya pembiayaan ramah lingkungan dengan membidik sektor pertanian melalui BSI Mitra Plasma Sawit. Kunjungan dilakukan ke salah satu kebun sawit di Sumatera.

Kamis, 28 Maret 2024 - 17:20 WIB

Dorong Sustainable Banking, BSI Dukung Pembiayaan Sawit Bagi Petani Plasma

PT Bank Syariah Indonesia Tbk. (BSI) secara konsisten mendukung program pemerintah dalam mewujudkan Net Zero Emission (NZE) dari berbagai aspek. Salah satunya pembiayaan ramah lingkungan dengan…

Ilustrasi perumahan

Kamis, 28 Maret 2024 - 17:16 WIB

Terdepan di Wilayah Jabodetabek, Bogor Catat Selisih Pertumbuhan Harga Hunian Tertinggi

Tren harga rumah di Indonesia mengalami peningkatan tahunan sebesar 2,4 persen pada bulan Februari 2024 dibandingkan sejak Februari 2023. Rumah123 mencatat Bogor mengalami kenaikan harga hunian…

Bank Tabungan Pensiun Nasional Tbk (BTPN)

Kamis, 28 Maret 2024 - 14:44 WIB

Bank BTPN Akuisisi Dua Perusahaan Pembiayaan PT Oto Multiartha dan PT Summit Oto Finance

Akuisisi OTO dan SOF jadi tonggak penting bagi Bank BTPN dalam mendorong inovasi produk dan layanan yang semakin relevan dengan kebutuhan perbankan dan pembiayaan masyarakat Indonesia.