Pakar: Kenaikan BBM Dinilai Tidak Tepat, Lebih Baik Tetapkan Kriteria Pembatasan BBM Bersubsidi

Oleh : Kormen Barus | Senin, 22 Agustus 2022 - 19:56 WIB

Ilustrasi Antrian BBM (Ist)
Ilustrasi Antrian BBM (Ist)

INDUSTRY.co.id, Jakarta- Pakar ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Fahmy Radi menilai kenaikan harga BBM bersubsidi Pertalite dan Solar akan mendongkrak angka inflasi.

Menurutnya, beban APBN untuk subsidi energi memang semakin membengkak hingga mencapai Rp502,4 triliun. Angka itu bahkan bisa mencapai Rp600 triliun jika melebih kuota Pertalite yang ditetapkan sebanyak 23 ribu kiloliter akhirnya jebol.

"Opsi penaikan harga BBM subsidi bukanlah pilihan yang tepat saat ini. Alasannya, kenaikkan harga Pertalite dan Solar, yang proporsi jumlah konsumen di atas 70%, sudah pasti akan menyulut inflasi," kata Fahmy, Senin (22/8/2022).

Fahmy menambahkan ketika kenaikan Pertalite mencapai Rp10.000 per liter, kontribusi terhadap inflasi diperkirakan  mencapai 0.97% , sehingga inflasi tahun berjalan bisa mencapai 6,2% yoy. Inflasi sebesar itu akan memperpuruk daya beli dan konsumsi masyarakat sehingga akan menurunkan pertumbuhan ekonomi yang sudah mencapai 5,4%.

"Agar momentum pencapaian ekonomi itu tidak terganggu, pemerintah sebaiknya jangan menaikkan harga Pertalite dan Solar pada tahun 2022 ini," ujarnya.

Alih-alih menaikkan Pertalite dan Solar, Fahmy menyarankan agar pemerintah sebaiknya fokus pada pembatasan BBM bersubsidi, yang sekitar 60% tidak tepat sasaran. Menurutnya, strategi dengan memanfaatkan aplikasi MyPertamina tidak akan efektif dalam upaya penyaluran BBM bersubsidi pada masyarakat yang berhak.

Selain tidak menyelesaikan problem tepat sasaran, pengunaan aplikasi tersebut bisa menimbulkan ketidakadilan dengan penetapan kriteria mobil 1.500 cc ke bawah yang berhak mengunakan BBM subsidi. Oleh sebab itu, Fahmy mengusulkan pemerintah menetapkan kriteria pengguna BBM bersubsidi.

"Pembatasan BBM subsidi paling efektif pada saat ini adalah menetapkan kendaraan roda dua dan angkutan umum yang berhak menggunakan Pertalite dan Solar. Di luar sepeda motor dan kendararan umum, konsumen harus menggunakan Pertamax ke atas. Pembatasan itu, selain efektif juga lebih mudah diterapkan di semua SPBU," tegasnya.

Fahmy menambahkan pemerintah perlu segera menyediakan payung hukum dan mengambil langkah yang tepat terkait penggunaan BBM bersubsidi .

"Untuk itu, kriteria sepeda motor dan kendaraan umum yang berhak menggunakan BBM subsidi segera saja dimasukan ke dalam Perpres No 191/ 2014 sebagai dasar hukum. Ketimbang hanya melontarkan wacana kenaikkan harga BBM subsidi, pemerintah akan lebih baik segera mengambil keputusan dalam tempo sesingkatnya terkait solusi yang diyakini pemerintah paling tepat tanpa menimbulkan masalah baru," pungkasnya.

Pembatasan

Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan menyatakan pembatasan pengguna pertalite bisa dilakukan melalui revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran BBM.

“Ini menjadi lebih smooth dibandingkan dengan harus menaikkan harga, tetapi pemerintah harus tegas bagaimana kriterianya. Kalau tidak tegas masih abu abu, akan jebol juga “ ucap Mamit.

Misalnya, hanya kendaraan berplat kuning atau dengan surat rekomendasi khusus yang bisa ‘minum’ BBM bersubsidi, maupun  kriteria lainnya.

Kemudian pemerintah juga diminta waspada dan menyiapkan langkah jika ada penolakan di masyarakat.  “Terkait isu sosial, pasti ada penolakan, sekarang saja sudah ada riak riak menolak. Bagaimana pemerintah bisa menahan gejolak sosial sehingga tidak berdampak luas terhadap perekonomian, itu perlu dijaga dan dipersiapkan oleh pemerintah bagaimana cara mengatasinya,” jelas Mamit.

Sebelumnya, dua menteri koordinator berbeda suara soal rencana pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi. Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan keputusannya bakal diumumkan Jokowi minggu depan tetapi Menko Perekonomian Airlangga Hartarto kemudian menyampaikan belum ada kenaikan harga BBM dalam waktu dekat.

Komentar Berita

Industri Hari Ini

Solo Menari

Kamis, 25 April 2024 - 12:01 WIB

Kembali Hadir, Solo Menari 2024 Bakal Digelar di Tiga Situs Ruang Publik

Perhelatan seni dan budaya, Solo Menari 2024, kembali akan digelar pada 29 April 2024 mendatang. Ajang Seni Tari anak bangsa ini terlahir dari semangat untuk melestarikan seni tari dan budaya…

Produk Amaterasun

Kamis, 25 April 2024 - 11:52 WIB

Amaterasun Hadirkan 100% Physical Sunscreen yang 'Almost No Whitecast'

Amaterasun, brand  kecantikan lokal yang dikenal sebagai “SPF Spesialist” dengan Intelligent DNA Guardian Technology™, yang dapat melindungi kulit hingga level DNA pertama di Indonesia…

Ilustrasi aset kripto

Kamis, 25 April 2024 - 11:51 WIB

Sah! fanC, Token untuk Konten Kreator Resmi Diperdagangkan di Indonesia

Aset kripto baru, Token fanC akan resmi diperdagangkan di Indonesia. Token ini mengadopsi teknologi blockchain yang mengembangkan teknologi internet terkini untuk pembuat konten, seperti NFT,…

Direktur Utama BRI Sunarso

Kamis, 25 April 2024 - 11:47 WIB

BRI Bukukan Laba Rp15,98 Triliun di Triwulan I 2024

Di tengah dinamika kondisi ekonomi dan geopolitik global yang penuh dengan tantangan, PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk mampu membukukan pertumbuhan laba yang positif, dimana hingga akhir…

Presiden Direktur Dharma Polimetal, Irianto Santoso

Kamis, 25 April 2024 - 11:26 WIB

Konsisten Bagikan Dividen, DRMA Incar Pertumbuhan Dobel Digit di 2024

Emiten manufaktur komponen otomotif terkemuka di Indonesia, PT Dharma Polimetal Tbk (DRMA) membagikan dividen tunai sebesar Rp171,29 miliar kepada para pemegang saham.