WSJ: Buka Blokade Rusia Atas Pelabuhan Ukraina, Atau Dunia Dilanda Kelaparan!

Oleh : Herry Barus | Kamis, 26 Mei 2022 - 09:59 WIB

The Wall Street Journal (WSJ), (Ist)
The Wall Street Journal (WSJ), (Ist)

INDUSTRY.co.id

Jakarta-Dewan Redaksi surat kabar terkemuka dunia, The Wall Street Journal (WSJ), pada Rabu (24/5) lalu menulis editorial penting seputar perkembangan invasi Rusia di Ukraina. Mereka menengarai kemungkinan terjadinya bencana kelaparan yang akan melanda warga sipil di sebagian belahan dunia. Pasalnya, hingga saat ini pasukan Rusia masih memblokade pelabuhan-pelabuhan penting Ukraina, yang membuat kapal-kapal komersial—terutama pembawa muatan gandum—tak bisa keluar dari negeri itu untuk mengantarkan pasokan.

Invasi Rusia yang dikomandoi Vladimir Putin, menurut editorial WSJ tersebut  telah menyebarkan kesulitan kemanusiaan dan ekonomi  yang luas. Yang siap datang di depan kekurangan pangan global.

“Dunia membutuhkan strategi untuk mematahkan blokade Rusia terhadap pelabuhan Ukraina sehingga negara itu dapat mengekspor makanan dan barang-barang lainnya,” tulis editorial tersebut. Hal itu, kata WSJ, bisa berupa sebuah misi pengawalan menggunakan kapal perang untuk mengawal kapal dagang bermuatan pangan kemanusiaan keluar dari Laut Hitam.

Menurut editorial tersebut, saat ini Ukraina hanya menguasai Pelabuhan Odessa, karena Pelabuhan Mariupol di Laut Azov telah dihancurkan Rusia dan saat ini sepenuhnya dikuasai aggressor tersebut. “Meski Ukraina masih menguasai Odessa, tetapi dipastikan kapal perang Kremlin tidak akan membiarkan kapal komersial masuk atau keluar dari pelabuhan Laut Hitam itu,”tulis WSJ.

Konsekuensinya, akan ada kekurangan pasokan yang membuat harga pangan dunia meroket seiring produksi tanaman tahunan Ukraina yang selama ini mengisi persediaan, tidak bisa mencapai pasar dunia. “Ukraina, berdasarkan data Departemen Pertanian Amerika Serikat, mengekspor sekitar 14 persen jagung dunia, 10 persen gandum dan 17 persen jelai,” tulis WSJ. Sekitar 50 negara bergantung pada Rusia dan Ukraina untuk setidaknya 30 persen impor gandum.

Persoalan lain, selama ini pemerintah Ukraina menuduh Rusia telah mencuri persedian gandum mereka dan bahan pangan lainnya. “Memblokir pelabuhan Ukraina dan mencuri gandum kami adalah instrumen dalam perang hibrida Rusia melawan dunia demokrasi,”tulis pemerintah Ukraina di laman resmi beberapa kementerian mereka.

“Diperkirakan ada 22 juta ton biji-bijian yang tersimpan di gudang-gudang di Ukraina saat ini, makanan yang bisa langsung digunakan untuk membantu mereka yang membutuhkan jika bisa keluar dari Ukraina,” kata Menteri Luar Negeri AS,  Antony Blinken, pekan lalu. Ursula von der Leyen, presiden Komisi Eropa, beberapa hari kemudian menambahkan pernyataan itu, dengan mengatakan,” Rusia menggunakan kelaparan dan biji pangan untuk mengambil kekuasaan."

Selama perang berlangsung, tulis WSJ, Komisi Eropa telah berusaha membantu memindahkan bahan pangan tersebut. Masalahnya, tetapi Ukraina dan seluruh Eropa bergantung pada infrastruktur kereta api yang berbeda. “Apalagi dalam waktu normal, pelabuhan Laut Hitam menyumbang 90 persen dari ekspor bahan pangan dan minyak nabati Ukraina,”kata Komisi.

 

Karena itulah, WSJ berkeras bahwa sebuah ‘Misi Laut Hitam’, beranggotakan negara-negara Eropa dengan persenjataan kapal perang untuk mengawal kapal dagang komersial pengangkut pangan, “mungkin diperlukan untuk mencegah kelangkaan pangan dunia,”tulis WSJ.

WSJ sejatinya tetap menyarankan upaya diplomasi dengan Rusia. Namun, kegagalan misi Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), António Guterres, yang mencoba mencapai kesepakatan untuk membebaskan ekspor Ukraina dan mengunjungi Moskow pada April lalu untuk meminta bantuan Putin, menjadi catatan tersendiri.

“…Meminta belas kasihan Rusia telah terbukti hanya tugas bodoh, seperti yang telah ditunjukkan Presiden Prancis, Emmanuel Macron, dengan baik. Putin tidak keberatan menimbulkan lebih banyak rasa sakit di Ukraina, dan dia mungkin memandang tekanan pangan global sebagai cara untuk membuat NATO dan negara-negara lain memaksa Ukraina untuk menyelesaikan perang sebagaimana prasyarat yang ia ajukan. Dunia harus berbuat lebih banyak untuk mencegah kelaparan dan risiko kerusuhan yang dapat dipicu oleh melonjaknya harga pangan. Ingat bagaimana Musim Semi Arab dimulai di Tunisia,”tulis WSJ. Dunia beradab, kata WSJ, harus segera bertindak untuk mencegah hal ini menjadi krisis kemanusiaan yang lebih besar.

Baru manakala diplomasi tidak berhasil, mantan Jenderal Angkatan Darat AS, Jack Keane, menyarankan diadakannya operasi pengawalan kapal dagang dan kapal pengangkut pangan. Misi itu harus dipimpin AS.

 

“Ini rencana paling baik, yang bisa diajukan sebagai operasi kemanusiaan,”kata Keane. Misinya, kata dia, membentuk koalisi kapal perang internasional untuk mengawal kapal komersial dengan aman keluar dari Odessa dan Laut Hitam.

 

“Ini seharusnya bisa bekerja sebagai koalisi negara-negara yang bersedia, dan bukan proyek Organisasi Perjanjian Atlantik Utara yang akan membuat Putin mengklaim itu adalah provokasi NATO lainnya,”kata Keane.

Keane menegaskan, AS punya pengalaman sejenis. Negara itu pernah mengerahkan sekutu untuk misi semacam itu dua kali dalam beberapa dekade terakhir. Pada akhir 1980-an, AS menandai dan melindungi kapal tanker minyak Kuwait saat mereka berlayar keluar dari Teluk Persia selama perang kapal tanker Iran-Irak. Pemerintahan Trump memimpin koalisi serupa jika lebih sederhana pada tahun 2019 untuk melindungi kapal tanker minyak yang bergerak melalui Selat Hormuz.

Menjelang bulan keempat invasi yang belum memperlihatkan tanda-tanda berhenti, WSJ mengkhawatirkan akan adanya peningkatan derita ekonomi, dan kekurangan pangan akan segera berubah menjadi tekanan politik di seluruh dunia.

“Jika Putin tidak mau menyerah, dunia beradab harus menemukan cara untuk mematahkan blokade makanan terhadap Ukraina,”tulis WSJ

Komentar Berita

Industri Hari Ini

Pupuk Indonesia

Kamis, 18 April 2024 - 13:42 WIB

Pupuk Indonesia Gunakan Snowflake Data Cloud untuk Transformasi Produksi Pertanian Nasional

Pupuk Indonesia memilih Snowflake Data Cloud untuk memenuhi kebutuhan infrastruktur data yang meningkat tajam terkait penyediaan teknologi pertanian cerdas terkini kepada lebih dari 95.000 petani…

Menteri BUMN Erick Rhohir (Foto Ist)

Kamis, 18 April 2024 - 13:26 WIB

Menteri Erick Thohir Siapkan BUMN Antisipasi Dampak Ekonomi dan Geopolitik Global

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir memperingatkan BUMN untuk mengantisipasi dampak dari gejolak ekonomi dan geopolitik dunia. Erick mencontohkan inflasi AS sebesar 3,5 persen…

Candi Borobudur

Kamis, 18 April 2024 - 10:50 WIB

Dahsyat! Perputaran Ekonomi di Sektor Parekraf Selama Libur Lebaran Capai Rp369,8 Triliun

Peningkatan pergerakan masyarakat saat momen mudik dan libur lebaran tahun ini memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap sektor pariwisata dan ekonomi kreatif dengan perputaran ekonomi…

SILO Dukung Deteksi Kanker Dini Melalui #Selangkah 2024

Kamis, 18 April 2024 - 10:34 WIB

SILO Dukung Deteksi Kanker Dini Melalui #Selangkah 2024

PT Siloam International Hospitals Tbk. (SILO), anak usaha PT Lippo Karawaci Tbk. (LPKR) di sektor layanan kesehatan, berkomitmen mengembangkan industri kesehatan dengan memberikan layanan spesialisasi…

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita

Kamis, 18 April 2024 - 10:34 WIB

Menperin Agus Antisipasi Dampak Gejolak Geopolitik Dunia Bagi Sektor Industri

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin memanas dengan adanya konflik Iran dan Israel baru-baru…