Harapan Asaki 2024, Lanjutkan Kebijakan HGBT & Implementasi Segera Antidumping

Oleh : Ridwan | Minggu, 14 Januari 2024 - 13:00 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta - Kinerja industri keramik mengalami penurunan di tahun 2023. Hal ini dipicu oleh penurunan daya beli dan gangguan makro ekonomi dunia yang juga berdampak pada kinerja ekspor dan peningkatan angka impor khususnya dari Tiongkok.

Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) mencatat, jumlah produksi keramik nasional di tahun 2023 menurun 3% dari 430 juta m2 di tahun 2022 menjadi 418 juta m2. 

Sementara itu, kapasitas terpasang industri keramik nasional terus meningkat sejak tahun 2020 sebesar 537 juta m2/tahun menjadi 598 juta m2 di tahun 2023.

Meski demikian, Asaki tetap memandang optimis industri keramik nasional akan bertumbuh meski dibayangi pelemahan daya beli.

Optimisme Asaki tercermin dari realisasi peningkatan kapasitas produksi terpasang yang meningkat sejak tahun 2020 pasca kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT).

"Ini menggambarkan bahwa industri keramik nasional berada di zona ekspansi terutama sejak dimulainya penyidikan indikasi tindakan dumping untuk produk impor dari Tiongkok mempercepat langkah ekspansi baik oleh anggota existing Asaki maupun para pedagang/trader yang selama ini melakukan importasi mulai berinvestasi membangun pabrik keramik di Indonesia," kata Ketua Umum Asaki, Edy Suyanto melalui keterangan tertulisnya di Jakarta, Minggu (14/1).

Asaki mengharapkan kebijakan antidumping untuk produk impor Tiongkok bisa segera diimplementasikan di awal tahun 2024 dengan besaran tambahan bea masuk antidumping di atas 75%. 

Selain itu, Asaki juga mengharapkan kebiakan revisi Permenperin untuk SNI wajib dan penetapan pelabuhan impor terbatas bisa diimplementasikan di bulan Januari 2024. 

"Harapan besar ini untuk menjaga momentum kebangkitan industri keramik nasional dan menjaga keberlangsungan proyek-proyek ekspansi kapasitas baru," terangnya.

Untuk meningkatkan daya saing industri keramik nasional, Asaki juga mengharapkan dukungan dari pemerintah untuk melanjutkan kebijakan HGBT yang telah terbukti memberikan banyak multiplier effect. 

Selain itu, Asaki juga mengharapkan adanya kepastian, kemudahan dan kecepatan bagi industri keramik untuk mendapatkan alokasi gas tambahan. 

Sebagai informasi, total permintaan amandemen gas yang belum dipenuhi dalam Peraturan Menteri ESDM terakhir di tahun 2023 adalah sebesar 49 BBTUD untuk pengajuan 10 industri keramik anggota Asaki.

Selain itu, Asaki juga menilai pemberlakuan Alokasi Gas Industri Tertentu (AGIT) oleh PT Perusahaan Gas Negara (PGN) yang masih berlangsung merupakan hambatan berarti bagi industri keramik nasional. 

"Kondisi tersebut juga tentunya membebani biaya produksi serta menurunkan daya saing industri dimana untuk wilayah Jawa bagian Barat diberlakukan AGIT 86%, dan Jawa bagian Timur 77%," tegas Edy.

Asaki menyayangkan masih berlangsungnya AGIT di Jawa bagian Timur, dimana seperti diketahui bersama kemampuan supply gas berlimpah di Jawa Timur setelah beroperasinya Jambaran Tiung Biru.