SImplifikasi Cukai Rokok Tidak Menambah Tapi Mengurangi Penghasilan Negara

Oleh : Herry Barus | Kamis, 21 Oktober 2021 - 08:53 WIB

Dosen dan Peneliti Ekonomi pada Pusat Kajian Kebijakan Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Univeesitas Brawijaya (PPKE FEB UB) Imaninar
Dosen dan Peneliti Ekonomi pada Pusat Kajian Kebijakan Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Univeesitas Brawijaya (PPKE FEB UB) Imaninar

INDUSTRY.co.id - Jakarta-Disahkannya Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) menjadi bagian dari proses reformasi struktural  sistem perpajakan yang perlu disyukuri  karena diharapkan dapat mendorong sistem perpajakan ke arah yang lebih adil, sehat, efektif, dan akuntabel. Penghasilan Negara dari sektor pajak diharapkan dapat ditingkatkan. Meskipun UU tersebut masih jauh dari sempurna sehingga perlu perbaikan dan  penyempurnaan. Salah satu bagian yang perlu diperbaiki adalah perluasan basis pajak dan upaya peningkatan tax ratio.

“Mudah mudahan dengan disahkannya HPP, pemerintah dapat menggenjot perpajakan di sektor tambang. Menurut informasi yang kami terima masih ada  perusahaan Pertanbangan yang belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) . Ini berarti kehilangan pendapatan negara yang besar dari sektor pajak pertambangan. Dengan adanya HPP kita harapkan pemerintah segera mengejar perusahaan pertambangan yang selama ini belum membayar pajak,” papar Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) Berly Martawardaya, kepada pers kemarin.

Hal lainnya, menurut Direktur Riset Institute for Development of Economics and Finance (INDEF),  harusnya pemerintah meniru Amerika Serikat dan Inggris yang memasukan gula dan minuman yang mengandung kadar gula tinggi serta bersoda sebagai salah satu objek pajak baru atau yang wajib dikenai cukai.  Hal ini karena sebagian besar rakyat Indonesia mengkonsumsi gula dan sebagian besar rakyat Indonesia saat ini biaya perawatan  kesehatan dan rumah sakitnya sudah menggunakan fasilitas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Itu berarti biaya pengoabatan penyakit yang disebabkan oleh gula, perawatan dan pengobatan kesehatannya menggunakan BPJS. Ditanggung negara.

“Tujuan pengenaan cukai adalah untuk mengurangi konsumsi dari benda atau zat yang dikenai cukai itu sendiri oleh pemerintah. Sehingga dengan dikenai cukai konsumsinya jadi berkurang. Karena itu, pengenaan cukai terhadap gula dan rokok sudah semestinya dilakukan pemerintah agar konsumsi terhadap rokok  maupun gula tidak berlebihan,” papar Berly Martawardaya.

Menyinggung soal rokok, Berly melihat, rokok merupakah salah satu produk yang memang harus dikenakai cukai. Hal ini diperlukan agar ada pengendalian dan pengurangan terhadap konsumsi rokok. Berapa persentase kenaikan cukai rokok setiap tahunnya perlu perhitungan yang lebih matang. Namun demikian, Berly menolak bila salah satu jenis produk rokok seperti sigaret keretek tangan (SKT)  tidak dinaikan cukainya.  Menurutnya, karena SKT juga banyak dikonsumsi masyarakat perokok, maka meski produksinya menggunakan tangan bukan mesin, kalau pemerintah menaikan cukai rokok, SKT juga termasuk yang perlu dinaikan cukainya.

“Pengenaan dan menaikan cukai rokok terhadap SKT  tujuannya untuk menurunkan konsumsi rokok SKT. Jangan sampai nol persen kenaikan cukai rokok SKT,” papar Berly Martawardaya.

Pendapat berbeda disampaikan Dosen dan Peneliti Ekonomi pada Pusat Kajian Kebijakan Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Univeesitas Brawijaya (PPKE FEB UB) Imaninar. Menurutnya tidak selamanya pengenaan cukai dapat mengurangi konsumsi terhadap  zat maupun barang yang dikenai cukai. Rokok salah satunya. Meski pemerintah setiap tahun menarikan cukai, hal ini tidak mengurangi kebiasaan masyarakat mengkonsumsi rokok.

“Meskipun pemerintah hampir setiap tahun menaikkan tarif cukai dan harga rokok, bahkan meski di masa pandemi, namun angka prevalensi merokok tidak mengalami penurunan signifikan. Artinya, kenaikan harga rokok yang selama ini terjadi tidak serta merta dapat menurunkan jumlah perokok di Indonesia. Hal itu terjadi mengingat masyarakat memiliki alternatif lain dalam mengkonsumsi rokok dengan harga yang murah, yaitu rokok illegal,” tegas Imaninar kepada persk kemarin di  Jakarta.

 Simplifikasi Merugikan Negara

Lebih lanjut Imaninar menyampaikan, kebijakan kenaikan harga jual eceran  (HJE) dan kenaikan cukai rokok   selama ini faktanya lebih berdampak negaif pada industri hasil tembakau (IHT) daripada penurunan angka prevalensi merokok. Berdasarkan hasil penelitian pihak  PPKE FEB Universitas Brawijaya, menunjukan bahwa kenaikan tarif cukai dan HJE  rokok dalam jangka pendek dan panjang dapat berdampak negatif terhadap keberlangsungan IHT.

“Kenaikan harga rokok secara langsung memicu semakin meningkatnya peredaran rokok ilegal yang selanjutnya berdampak pada keberlangsungan IHT. Hasil penelitian kami menunjukkan bahwa setiap 1% kenaikan harga rokok ilegal berdampak signifikan terhadap penurunan jumlah pabrikan rokok sebesar 0,48% dalam jangka panjang. Terlebih, hasil kajian juga menunjukkan bahwa kenaikan rokok ilegal dapat mengancam keberlangsungan pabrikan rokok dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Setiap 1% kenaikan jumlah peredaran rokok ilegal berdampak signifikan terhadap penurunan jumlah pabrikan rokok sebesar 2,9% dalam jangka pendek. Lebih lanjut, setiap 1% kenaikan harga rokok ilegal berdampak signifikan terhadap penurunan jumlah pabrikan rokok sebesar 0,48% dalam jangka Panjang,” papar. Imaninar.

Imaninar juga menegaskan, negara dan masyarakat akan lebih dirugikan lagi apabila pemerintah  menerapkan kebijakan simplifikasi cukai. Ratusan industri rokok kelas menengah bawah akan mati. Itu berarti negara akan kehilangan pendapatan dari cukai rokok dan pajak pajak lainnya yang dihasilkan dari sektor IHT imi. Selain itu, otomatis, ribuan tenaga kerja di sdktor  IHT akan kehilangan lapangan pekerjaan.  Karena itu, di masa pendemic yang diikuti resesi ekonomi ini Imaninar meminta pemerintah tidak mengambil keputusan menaikan dan melakukan simplifikasi tier cukai rokok.

“Kerugian (dari simplifikasi tier cukai rokok)  adalah akan banyak pelaku industri kecil dan menengah, pabrikan rokok golongan II dan golongan III yang tidak mampu mempertahankan industrinya . Hal ini ditunjukkan dengan penurunan jumlah pabrikan rokok yang terus terjadi dan kini hanya 10% saja dari jumlah pabrikan rokok di tahun 2007 yang mampu bertahan. Sebagian besar produsen yang terdampak langsung atas kebijakan simplifikasi golongan dan kenaikan tarif cukai adalah produsen rokok golongan II dan golongan III,” jelas Imaninar

Komentar Berita

Industri Hari Ini

Perkuat Ketahanan Pangan, ID Food bersama Kostrad Lakukan Panen dan Penanaman Budidaya Padi Tahap II di Lahan Strategis

Kamis, 18 April 2024 - 22:02 WIB

Perkuat Ketahanan Pangan, ID Food bersama Kostrad Lakukan Panen dan Penanaman Budidaya Padi Tahap II di Lahan Strategis

Subang – Dalam rangka mendukung peningkatan produksi beras nasional, Holding BUMN Pangan ID Food melakukan kolaborasi bersama Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad) melalui pengembangan…

Pemprov DKI Jakarta Apresiasi Bank DKI Sebagai BUMD Penyumbang Dividen Terbesar

Kamis, 18 April 2024 - 21:30 WIB

Top! Pemprov DKI Jakarta Apresiasi Bank DKI Sebagai BUMD Penyumbang Dividen Terbesar

Jakarta-Pemprov DKI Jakarta melalui Kepala Badan BP BUMD Provinsi DKI Jakarta, Nasruddin Djoko Surjono menyampaikan apresiasi atas kontribusi Bank DKI sebagai Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)…

Chief Commercial Officer Telin Kharisma (keempat dari kanan) dan Group Chief Executive of Dialog Axiata PLC Supun Weerasinghe (kelima dari kiri) saat penandatanganan kemitraan strategis untuk pengelolaan layanan terminasi suara dan SMS internasional antara Telin dan Dialog Axiata

Kamis, 18 April 2024 - 21:03 WIB

Telin dan Dialog Axiata Tandatangani Kemitraan Strategis untuk Kelola Layanan Terminasi Suara dan SMS Internasional

Telin, anak perusahaan Telkom Indonesia yang melayani pelanggan global, dan Dialog Axiata PLC, penyedia konektivitas nomor satu di Sri Lanka, telah menandatangani Perjanjian Layanan Induk (Master…

Ilustrasi pembayaran menggunakan PayLater

Kamis, 18 April 2024 - 17:39 WIB

Pinjol dan Paylater Marak, Perbankan Perlu Ubah Strategi Agar Kredit Mudah Diakses

Laporan terbaru dari Bank Indonesia (BI) tentang kredit nasional dalam Hasil Rapat Dewan Gubernur bulan Maret 2024 mengungkapkan adanya pertumbuhan kredit pada sektor perbankan sebesar 11,28%…

Kawasan Labuan Bajo – Tanamori

Kamis, 18 April 2024 - 17:23 WIB

Kabar dari Labuan Bajo! Pemda Mabar Rencanakan Pembangunan Poltekpar Negeri, Upaya Pemerintah Tingkatkan SDM Unggul

Labuan Bajo-Dalam rangka peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) di Destinasi Pariwisata Super Prioritas Labuan Bajo Flores, Pemerintah Daerah Kabupaten Manggarai Barat bersama Badan Pelaksana…