Dinamika Partai Politik di Era Globalisasi: Beberapa Butir Pemikiran

Oleh : Reza A.A Wattimena | Jumat, 19 Mei 2017 - 22:27 WIB

Reza A.A Wattimena, Dosen Hubungan Internasional, President University, Peneliti di PresidentCenter for International Studies (PRECIS)
Reza A.A Wattimena, Dosen Hubungan Internasional, President University, Peneliti di PresidentCenter for International Studies (PRECIS)

INDUSTRY.co.id -   Di dalam masyarakat demokratis, seperti indonesia, perubahan politik amatlah dimungkinkan. Ada banyak cara untuk mewujudkan ini. Salah satu jalan terbaik adalah menyalurkan aspirasi politik untuk perubahan ke arah yang lebih baik melalui partai politik. Bisa dibilang, partai politik adalah kendaraan utama perubahan di dalam masyarakat demokratis. Tentu saja, ada jalan-jalan lain yang dimungkinkan, misalnya melalui berbagai karya di dalam berbagai organisasi masyarakat sipil, atau pendidikan masyarakat luas. Namun, jalan perubahan melalui partai politik adalah jalan tercepat, dan memiliki dampak yang paling besar.

            Di dalam ranah filsafat politik, partai politik memiliki sejarah yang khas. Partai politik adalah persilangan langsung antara pemerintah dan masyarakat sipil. Persilangan ini amat dibutuhkan di dalam masyarakat demokratis, supaya sepak terjang pemerintah tetap berada di dalam pengamatan dan kendali dari masyarakat sipil, sebagai pemegang kekuasaan tertinggi di dalam demokrasi. Partai politik ini berpijak pada kebutuhan masyarakat sipil akan kehidupan bersama yang damai, adil dan makmur. Partai politik mengemas semua ini ke dalam seperangkat ideologi yang menjadi landasan utama semua karya partai tersebut, terutama ketika mereka duduk di pemerintahan.

            Partai politik sendiri dapat dipahami sebagai organisasi yang memiliki struktur yang ajeg, serta tujuan politis yang sama. Tujuan tersebut lalu diwujudkan di dalam berbagai upaya untuk menduduki pemerintahan melalui pemilihan umum yang demokratis. Partai politik memiliki dasar hukum yang sah di dalam masyarakat demokratis. Partai politik menampung berbagai keluhan masyarakat, dan melakukan analisis terhadap berbagai masalah yang muncul di dalam hidup bersama. Lalu, mereka berusaha melahirkan rencana-rencana, guna menangani berbagai masalah tersebut dengan berpijak pada dasar filosofis yang mereka punya. Rencana-rencana tersebut lalu dirumuskan ke dalam bentuk program, dan ditawarkan kepada masyarakat luas, supaya mereka memilih calon dari partai politik tersebut di dalam pemilihan umum.   

            Sebagai bagian dari sebuah negara, partai politik juga menghadapi banyak tantangan di era globalisasi sekarang ini. Era globalisasi dapat dipahami dengan satu konsep berikut, yakni keterikatan erat berbagai negara di seluruh dunia. Perubahan di satu negara akan secara langsung mendorong perubahan di negara-negara lainnya. Globalisasi adalah proses mengglobalnya segala sesuatu, mulai dari gaya hidup, cara berpikir sampai dengan teknologi tinggi. Ruang dan waktu mengalami perubahan makna, dan bahkan menyempit, sampai ia tak bermakna lagi. Keterkaitan erat segala sesuatu ini dipicu oleh perkembangan pesat di dalam teknologi informasi dan komunikasi global.

            Salah satu bentuk keterkaitan erat berbagai hal ini adalah kerja sama di berbagai bidang antara berbagai negara, mulai dari kerja sama politik, pendidikan, ekonomi, kebudayaan sampai dengan kerja sama keamanan internasional. Semua ini menjadi mudah dan murah, karena perkembangan teknologi informasi, komunikasi dan transportasi yang amat pesat. Namun, seperti semua hubungan di dalam hidup, globalisasi juga membawa kemungkinan konflik yang besar. Kesalahpahaman kerap kali muncul, akibat tersebar luasnya informasi palsu yang didasarkan pada fitnah dan kebencian. Keterkaitan tidak hanya membawa berkah kemakmuran dan keamanan, tetapi juga kutukan konflik yang kini tak lagi mengenal batas-batas negara. Globalisasi adalah sebuah proses yang belum selesai. Ia perlu dipahami dan dihadapi dengan cara berpikir yang tepat. 

 

Partai Politik Dewasa Ini

            Di banyak negara, termasuk Indonesia, partai-partai politik mengalami banyak masalah. Pertama, banyak partai politik tersangkut kasus korupsi dan berbagai skandal yang bertentangan dengan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat. Beberapa petinggi partai menjadi tersangka dan bahkan terbukti melakukan korupsi di dalam berbagai program pemerintah yang sejatinya untuk menyejahterakan rakyat. Di Indonesia, hampir semua partai politik besar terseret kasus korupsi. Ini merupakan sebuah gejala permukaan dari krisis yang lebih mendasar, yakni krisis pemikiran yang berpijak pada akal sehat. Krisis ini tidak hanya mengakar di dalam berbagai partai politik di Indonesia, tetapi juga di masyarakat luas.

            Kedua, krisis pemikiran yang berpijak pada akal sehat di dalam partai politik berakar pada miskinnya ideologi partai. Dalam arti ini, ideologi adalah dasar filosofis, sekaligus panduan nilai-nilai di dalam berpikir dan bertindak. Ideologi adalah arah perjuangan sebuah partai politik yang langsung terkait kebaikan bersama masyarakat luas. Oleh karena itu, ideologi amatlah penting bagi keberadaan sebuah partai politik. Ketika ideologi lenyap, atau hanya sekedar kata-kata semata, partai politik bisa dengan mudah terpelintir ke dalam pragmatisme dangkal, yang berniat hanya untuk mengejar kekuasaan politik dan ekonomi belaka, tanpa pertimbangan terhadap kepentingan masyarakat luas. Inilah yang kiranya terjadi, tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di berbagai belahan dunia.

            Ketiga, ketika sebuah partai mengalami krisis akal sehat, dan tidak memiliki arah dasar filosofis yang dalam dan jelas, maka ia cenderung akan terjebak pada berbagai skandal, seperti misalnya korupsi. Berbagai keputusan yang keluar dari rahim partai tersebut pun cenderung tidak masuk akal, dan memunculkan rasa tidak adil. Ini pun menciptakan krisis yang lebih besar, yakni krisis kepercayaan dari masyarakat luas, baik pada tingkat nasional maupun internasional. Masalah inilah yang kiranya mencekik banyak partai politik di dunia. Krisis kepercayaan bisa melahirkan krisis dukungan politik. Masyarakat luas tidak akan memilih partai tersebut di pemilihan umum berikutnya, atau sama sekali tidak mau terlibat di dalam menyukseskan berbagai program partai yang telah ada.  

            Keempat, partai politik juga mengalami krisis kepemimpinan. Banyak partai hanya mengandalkan figur tokoh tertentu. Ketika figur ini terjebak skandal, atau sudah meninggalkan tugasnya, maka partai politik terkait pun juga terjatuh ke dalam krisis. Inilah yang disebut sebagai pengultusan individu di dalam tata kelola partai politik. Pola semacam ini tidak akan menghasilkan tata kelola partai yang baik dan berkelanjutan. Pola ini juga tidak memberikan pendidikan politik yang tepat untuk masyarakat luas, yang seharusnya menjadi salah satu tugas utama partai politik.

            Kelima, salah satu sebabnya banyaknya partai politik yang mengalami krisis kepemimpinan adalah, karena partai-partai tersebut tidak menjalankan proses kaderisasi yang tepat. Para pemimpin senior melekat pada kursi kekuasaan, dan tidak mau melepasnya. Tidak ada kepercayaan pada generasi muda. Akibatnya, partai politik cenderung terpecah di antara berbagai faksi, biasanya faksi kaum tua yang tradisional, dan faksi kaum muda yang menginginkan perubahan. Ketika kaderisasi kepemimpinan partai terhambat, maka masa depan partai pun juga akan menjadi tidak jelas. Partai yang mengalami beragam krisis semacam ini cenderung lenyap dari panggung politik, dan hilang ditelan waktu serta perubahan.

            Kegagalan tata kelola partai juga memiliki dampak di dalam hubungan dengan komunitas internasional. Pragmatisme politik dangkal, yang hanya mencari keuntungan politik dan finansial semata, menjadi lambang dari kedangkalan berpikir. Di sisi lain, kegagalan tata kelola partai politik juga menciptakan suasana politik yang meresahkan. Ketidakadilan merajalela, dan masyarakat kehilangan kepercayaan pada pemerintah yang sebelumnya telah secara demokratis terpilih. Suasana ini tentunya mengancam investasi asing yang kerap kali amat penting untuk menumbuhkan perekonomian nasional. Beragam sumber pendapatan lain, seperti misalnya dari pariwisata, juga terancam, ketika suasana politik penuh dengan keresahan.

 

Apa yang Bisa Dilakukan?

            Tantangan tentu selalu bisa dilampaui dengan cara berpikir dan tindakan yang tepat. Ada beberapa hal yang bisa dilakukan, guna mengembalikan partai politik ke tempatnya terhormat sebagai salah satu pilar utama demokrasi di era globalisasi sekarang ini. Pertama, partai politik perlu memiliki ideologi yang jelas, yakni dasar filosofis yang menentukan nilai sekaligus seluruh arah perkembangan maupun program kerja partai tersebut. Seluruh anggota dan kader partai terkait harus memahami akar ideologi partai tersebut, dan terlatih untuk melakukan analisis dengan berpijak pada ideologi itu. Kedalaman ideologi, pada akhirnya, selalu berkembang menjadi kerja-kerja nyata yang memberikan dampak baik bagi masyarakat luas.

            Kedua, program dan kebijakan yang baik selalu berpijak pada kajian ilmiah yang bermutu tinggi. Sayangnya, di banyak partai, kebijakan dan program tidak dibuat berdasarkan kajian yang bermutu, melainkan pada keterpakuan terhadap kepentingan politik dan ekonomi yang sifatnya sesaat. Pun jika ada kajian ilmiah yang bermutu, namun pengaruhnya amat kecil terhadap kebijakan yang dibuat. Akibatnya, tidak ada dampak nyata di dalam masyarakat. Ini akhirnya akan menciptakan ketidakpercayaan masyarakat terhadap kinerja partai politik. Pendek kata, partai politik perlu membuat kaitan langsung antara kajian ilmiah yang bermutu, kebijakan serta program partai yang konkret, dan dampak nyata di masyarakat luas.

            Ketiga, partai politik jelas perlu membangun budaya kepemimpinan yang kokoh. Kepemimpinan ini berpijak pada nilai-nilai ideologi partai yang jelas, serta tercermin di dalam tindakan sehari-hari, misalnya terkait dengan kebijakan-kebijakan partai. Keteladanan hidup adalah inti dari kepemimpinan yang tercerahkan. Berbagai nilai bisa dikumandangkan, serta berbagai program bisa dirancang. Namun, tanpa keteladanan para pimpinan partai yang berpijak pada dasar ideologis partai yang telah disepakati, semuanya hanya tinggal buih-buih kata semata, tanpa arti.

            Keempat, partai politik tidak bisa lagi mengandalkan figur tertentu sebagai tumpuan pimpinannya. Kepemimpinan masa depan adalah kepemimpinan kolektif, yakni kepemimpinan yang dibangun berdasarkan keberadaan sebuah kelompok yang kuat. Kelompok ini terdiri dari orang-orang yang mempunyai visi yang sama, serta cerdas membaca keadaan jaman, guna bekerja sama untuk menentukan serta menerapkan langkah-langkah yang tepat di dalam menanggapi segala perubahan yang terjadi. Kaderisasi pun harus berjalan secara sistematik. Kaderisasi tidak lagi hanya merupakan kaderisasi individu, tetapi kaderisasi tim yang akan menjadi tumpuan utama partai.  

            Kelima, beberapa keutamaan dasar pun perlu dimiliki oleh para pimpinan partai. Kecerdasan di dalam memahami keadaan amat diperlukan bagi seorang pemimpin. Namun, kecerdasan semata tidaklah mencukupi, melainkan harus dilengkapi dengan kebijaksanaan. Dalam arti ini, kebijaksanaan adalah kemampuan untuk membuat penilaian pribadi terhadap keadaan yang ada, dan mengambil keputusan yang berpijak pada nilai-nilai luhur kehidupan, serta memberi kebaikan bagi masyarakat luas. Ini semua hanya dapat terwujud melalui kerja sama di dalam tim yang kokoh.

            Keterkaitan erat berbagai unsur dunia adalah ciri utama globalisasi di abad 21 ini. Pengaruh internasional pun tidak dapat diabaikan di dalam mengembangkan kinerja partai politik di seluruh dunia. Prinsip keterbukaan terhadap komunitas internasional tentu harus tetap dipegang erat. Namun, keterbukaan harus tetap disertai dengan sikap kritis. Tidak segala yang datang dari komunitas internasional layak untuk diterima dan disebarkan di masyarakat kita. Ketahanan nasional dan masa depan bangsa amat berpijak ada sikap kritis terhadap pengaruh asing semacam ini.

 

Oleh Reza A.A Wattimena

Dosen Hubungan Internasional, Universitas President, Cikarang, Peneliti di President Center for International Studies (PRECIS)

 

 

Komentar Berita

Industri Hari Ini

Bank DKI gelar halal bihalal

Kamis, 25 April 2024 - 21:52 WIB

Pemprov DKI Jakarta Apresiasi Bank DKI Sebagai BUMD Penyumbang Dividen Terbesar

Pemprov DKI Jakarta melalui Kepala Badan BP BUMD Provinsi DKI Jakarta, Nasruddin Djoko Surjono menyampaikan apresiasi atas kontribusi Bank DKI sebagai Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) DKI Jakarta…

Sidharth Malik, CEO, CleverTap

Kamis, 25 April 2024 - 19:51 WIB

CleverTap Boyong 10 Penghargaan Bergengsi di Stevie Awards 2024

CleverTap, platform engagement all-in-one, membawa pulang 10 penghargaan bergengsi dari Stevie Awards 2024, platform penghargaan bisnis pertama di dunia. Perusahaan mendapat pengakuan global…

Diskusi bertajuk Tuntutan Implementasi Bisnis Properti & Pembiayaan Hijau (Foto: Ridwan/Industry.co.id)

Kamis, 25 April 2024 - 19:33 WIB

Kian Prospektif, Stakeholder Harap Insentif Properti Hijau

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) terus berupaya mendorong konsep bisnis berkelanjutan di sektor properti termasuk sektor pembiayaannya.

Direktur Utama PT Pegadaian, Damar Latri Setiawan

Kamis, 25 April 2024 - 17:21 WIB

Pegadaian Catat Laba Rp.1,4 T di Kuartal I/2024

PT Pegadaian mencatat kinerja positif pada periode tiga bulan pertama di Tahun 2024. Tercatat pertumbuhan Aset sebesar 14,3% yoy dari Rp. 76,1 triliun naik menjadi Rp. 87 triliun. Kemudian Outstanding…

RUPST PT Dharma Polimental Tbk.

Kamis, 25 April 2024 - 17:11 WIB

Ditengah Situasi Wait & See, Penjualan DRMA Tetap Stabil di Rp1,34 Triliun di Kuartal 1 2024

Emiten manufaktur komponen otomotif terkemuka di Indonesia, PT Dharma Polimetal Tbk (DRMA) membagikan dividen tunai sebesar Rp171,29 miliar kepada para pemegang saham.