Kurang Ajar! Mafia Impor APD Kembali Berulah, Industri TPT Nasional Gigit Jari

Oleh : Ridwan | Senin, 18 Mei 2020 - 13:58 WIB

Ilustrasi APD (Foto: Indopos)
Ilustrasi APD (Foto: Indopos)

INDUSTRY.co.id - Jakarta - Carut marut penanganan COVID-19 kembali mengemuka setelah Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengklaim bahwa industi TPT nasional tidak mampu memenuhi kebutuhan APD. 

Ketua Umum Ikatan Ahli Tekstil Indonesia (IKATSI) Suharno Rusdi menyebutkan mafia impor kembali berulah, melakukan penetrasi lobi untuk memasukan barang impor sehingga kembali membuat industri TPT nasional gigit jari.

Rusdi menjelaskan bahwa kapasitas garment dan IKM konveksi yang mencapai 2,5 juta ton pertahun atau sekitar 600 juta potong perbulan sudah sangat bisa memenuhi kebutuhan APD terutama Hazmat dan Gown yang diperkirakan mencapai hanya 10 juta potong perbulan.

"Bahkan untuk bahan baku dari kain, benang hingga seratnya juga bisa kita bisa penuhi dari dalam negeri yang kapasitasnya rata-rata diatas 2,5 juta ton pertahun," katanya melalui keterangan tertulis di Jakarta, akhir pekan kemarin.

Kemenkes  mempersyaratkan bahan baku spunbond  non-woven agar impor dapat masuk dengan leluasa. 

"Padahal bahan APD berbahan baku woven atau kain tenun yang kita develop bersama Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sudah dites dilab uji Balai Besar Tekstil (BBT) dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan hasilnya sudah memenuhi standar Hazmat dan Gown dari WHO, harganya lebih murah, dipakainya lebih aman dan nyaman," Jelas Rusdi.

Berdasarkan pengkajian keahlian tekstil di IKATSI, untuk water and blood penetration bahan woven dan non woven kemampuannya sama karena menggunakan teknologi coating atau laminasi yang sama. Namun bahan woven lebih tahan sobek, lentur dan breathable dibandingkan dengan bahan non-woven sehingga lebih aman dan nyaman ketika dipakai oleh tenaga kesehatan.

"Woven harganya jauh lebih murah, karena non-woven spunbond menggunakan bahan Polyprophilene yang harganya naik hampir 2 kali lipat karena digunakan juga sebagai bahan baku masker," tuturnya. 

Rusdi menjelaskan bahwa kapasitas produksi non-woven nasional yang bisa disuplai ke APD hanya untuk sekitar 1 juta potong perbulan, kalau dari bahan woven kemampuan suplainya bisa lebih dari 375 juta potong APD perbulan.

"Makanya jangan kaget kalau banyak produsen maksa untuk ekspor APD, karena stok dilokal banyak," ungkap Rusdi.

"Dan kalau ada produsen lokal yang klaim bisa suplai APD dari non woven lebih dari 1 juta perbulan, harus diteliti lagi, karena pasti campur dengan APD impor, itu calo berkedok produsen yang punya ijin produksi, ijin edar sekaligus ijin impor," tambahnya.

Menurut Rusdi, kondisi ini sebagai jawaban dari Menteri BUMN tentang ketergantungan kita terhadap ALKES impor, karena memang produsen lokal selalu dipojokan oleh barang impor sehingga produsen enggan untuk melakukan produksi dan memilih menutup pabrinya.

"Begitu kuatnya penetrasi para mafia impor ini seharusnya jadi perhatian penegak hukum seperti kasus 27 kontainer tekstil di Batam," pungkasnya.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI), Redma Gita Wirawasta menkonfirmasi bahwa pihaknya memproduksi APD khususnya Hazmat dan Gown atas arahan BNPB terkait standarnya agar memenuhi kriteria WHO. 

Anggota APSyFI mensuplai serat, benang, hingga kain woven-nya, sedangkan anggota Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) memproduksi kain dan garmennya.

"Jadi dengan arahan dari BNPB, dari hulu ke hilir langsung kami kerjakan pembuatan APD sesuai standar WHO, karena kami dengar tenaga medis dilapangan kekurangan APD. Terlebih digudang-gudang kami banyak stok kain dan benang jadi pengerjaannya lebih cepat," jelas Redma.

Saat ini beberapa anggota API dan APSyFI merasa kecewa karena pemerintah tidak menyerap produk APD yang mereka kerjakan dengan alasan memprioritaskan bahan non-woven spund bond yang hanya dapat 1 kali pakai lalu dibuang.

"Padahal, ditengah pandemi COVID-19 ini, produksi APD bisa membantu kondisi keuangan perusahaan terutama untuk membayar gaji karyawan, walau pun ini hanya sekitar 3%-5% dari total produksi yang biasa dilakukan dalam keadaan normal," ungkap Redma.

Dibalik produksi APD ini juga ada ribuan tenaga kerja dan puluhan perusahaan yang terlibat.

"10 juta potong APD perbulan itu dikerjakan oleh 15 ribu orang di garment, 10 ribu orang untuk produksi 30 juta meter kain, dan 7 ribu orang untuk produksi 2500 ton benang dan 5 ribu orang untuk produksi 2500 ton serat, jadi total 37 ribu tenaga kerja di sekitar 20 perusahaan," jelas Redma.

"Kalau dipenuhi oleh impor, berapa tenaga kerja yang terlibat? berapa devisa yang terbuang?," tanya Redma.
 
Sekretaris Eksekutif Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Rizal Tanzil menyatakan bahwa pihaknya masih berharap agar pemerintah dapat menyerap APD lokal. Karena meskipun hanya sekitar 5% dari produksi normal, setidaknya dapat menyerap tenaga kerja lokal yang sedang kesusahan dimasa pendemi ini.

"Karena seharusnya prioritas penggunaan produk dalam negeri itu harus terimplementasi, bukan sekedar lips service saja," tuturnya. 

Komentar Berita

Industri Hari Ini

PointStar gelar acara “Iftar Insights: Understand Retail Business Continuity & Operational Challenges during Ramadan”.

Jumat, 29 Maret 2024 - 00:47 WIB

PointStar Dukung Pemerintah Capai Target Pertumbuhan Lewat Transformasi Digital

PointStar berkomitmen untuk menyediakan solusi teknologi yang inovatif dan terdepan untuk membantu perusahaan ritel menghadapi tantangan perekonomian global dan lokal.

Kolaborasi Bank DKI dan PT Jalin Pembayaran Nusantara, Kini Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di ATM BRI

Kamis, 28 Maret 2024 - 22:44 WIB

Kolaborasi Bank DKI dan PT Jalin Pembayaran Nusantara, Kini Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di ATM BRI

Jakarta – Bank DKI kembali menunjukkan komitmennya dalam memberikan layanan terbaik kepada nasabah khususnya dalam layanan digital.

Bank DKI Raih Penghargaan Indonesia Best 50 CEO 2024

Kamis, 28 Maret 2024 - 22:27 WIB

Bank DKI Raih Penghargaan Indonesia Best 50 CEO 2024

Jakarta – Bank DKI kembali meraih apresiasi dari lembaga independen, kali ini dari media The Iconomics sebagai Indonesia Best 50 CEO pada Kategori Bank Daerah, yang diserahkan langsung pada…

Studi Klinis SANOIN dan P&G Health atasi anemia.

Kamis, 28 Maret 2024 - 22:06 WIB

SANOIN dan P&G Health Lakukan Studi Klinis Atasi Anemia

Beberapa temuan dari studi klinis SANOIN terbaru yang didukung P&G Health dan dilakukan oleh para pakar kesehatan terkemuka, menunjukkan efikasi dari suplementasi zat besi dengan Sangobion

Direktur Enterprise & Business Service Telkom Indonesia FM Venusiana R. bersama Kepala LKPP Hendar Prihadi

Kamis, 28 Maret 2024 - 21:48 WIB

Sistem E-Katalog Versi 6.0 LKPP Resmi Meluncur, Lebih Responsif, Bisa Lacak Pengiriman dan Pembayaran

Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) luncurkan Katalog Elektronik Versi 6 pada Kamis (28/3) di Jakarta. Inovasi terbaru yang dibangun untuk meningkatkan performa sistem…