YLKI: Turunya TBA Tidak Signifikan Menurunkan Harga Tiket Pesawat

Oleh : Hariyanto | Selasa, 14 Mei 2019 - 11:26 WIB

ilustrasi tiket pesawat
ilustrasi tiket pesawat

INDUSTRY.co.id - Jakarta - Setelah mendapat tekanan publik yang cukup masif, Kementerian Perhubungan akhirnya menurunkan tarif batas atas (TBA) pesawat udara, sebesar 12-16 persen.

Langkah tersebut bisa dipahami pada konteks kebijakan publik yang harus diambil Menhub. Pasalnya, sebagai regulator, Kemenhub memang berkompeten untuk mengatur TBA pesawat udara, sebagamaina diatur dalam UU tentang Penerbangan.

Namun dalam beberapa hal beleid baru ini, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengkritisi beberapa hal diantaranya, langkah Menhub patut diduga karena klimaks dari kejengkelan Menhub atas masih tingginya tarif pesawat udara.

"Walau mereka (maskapai) belum melanggar ketentuan TBA, tetapi yang diharapkan, khususnya Garuda, bisa menurunkan harga tiketnya, karena toh harga avtur sudah diturunkan/sudah turun. Namun hal tersebut tidak dilakukan oleh semua maskapai," kata Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi melalui keterangan resmi yang diterima INDUSTRY.co.id, Selasa (14/5/2019).

Tulus mengatakan, penurunan persentase TBA diatas kertas memang bisa menurunkan tarif pesawat, namun secara praktik belum tentu demikian. Sebab faktanya semua maskapai telah menerapkan tarif tinggi, rata-rata di atas 100 persen dari tarif batas bawah.

"Sehingga persentase turunnya TBA tidak akan mampu menggerus masih tingginya harga tiket pesawat dan tidak akan mampu mengembalikan fenomena tiket pesawat murah," lanjut Tulus.

Bahkan, menurut Tulus, turunnya persentase TBA bisa memicu maskapai untuk mengerek sisa persentase TBA-nya, misalnya 85 persen. Artinya bisa jadi tiket pesawat malah naik pasca penurunan TBA.

"Memang, setelah diturunkan maskapai tidak leluasa lagi untuk menaikkan tarifnya hingga 100 persen, seperti sebelum diturunkan. Tetapi intinya, turunnya persentase TBA tidak otomatis akan menurunkan harga tiket pesawat, sebagaimana diharapkan publik," ungkapnya.

YLKI juga mengkhawatirkan, setelah Menhub menurunkan TBA ini, juga akan direspon negatif oleh maskapai dengan menutup rute penerbangan yang dianggap tidak menguntungkan atau setidaknya mengurangi jumlah frekwensi penerbangannya.

"Jika hal ini terjadi maka akses penerbangan banyak yang collaps, khususnya Indonesia bagian Timur, di remote area. Sehingga publik akan kesulitan mendapatkan akses penerbangan. Bisakah pemerintah menyediakan akses penerbangan yang ditinggalkan oleh maskapai itu?," ujarnya.

Tulus mengatakan, jika pemerintah memang ingin menurunkan tiket pesawat, seharusnya bukan hanya dengan mengutak atik formulasi TBA saja, tetapi bisa menghilangkan/menurunkan PPN tarif pesawat, sebesar 10 persen.

"Bisa diturunkan misalnya menjadi 5 persen saja. Jadi pemerintah harus fair, bukan hanya menekan maskapai saja, tetapi pemerintah tidak mau mereduksi potensi pendapatannya, yaitu menghilangkan/menurunkan PPN tiket pesawat," kata Tulus.

Menurutnya, komponen tiket pesawat juga bukan hanya soal TBA saja, tapi juga komponen tarif kebandaraudaraan yang setiap dua tahun mengalami kenaikan, dan ini berpengaruh pada harga tiket pesawat karena tarif kebandarudaraan (PJP2U) include on ticket.

Untuk itu YLKI meminta Kemenhub, harus secara reguler mengevaluasi formulasi TBA. Sebab selama 3 tahun terakhir, sejak 2016, formulasi TBA dan TBB belum pernah dievaluasi.

Komentar Berita

Industri Hari Ini

Sidharth Malik, CEO, CleverTap

Kamis, 25 April 2024 - 19:51 WIB

CleverTap Boyong 10 Penghargaan Bergengsi di Stevie Awards 2024

CleverTap, platform engagement all-in-one, membawa pulang 10 penghargaan bergengsi dari Stevie Awards 2024, platform penghargaan bisnis pertama di dunia. Perusahaan mendapat pengakuan global…

Adi Nugroho, Praktisi HRD, Mahasiswa Magister Fakultas Management Technology President University.

Kamis, 25 April 2024 - 19:40 WIB

Anda Lulusan SMK : Penting Untuk Memiliki Strategi 'Memasarkan' Diri

Perkembangan teknologi dan komunikasi telah membawa manusia pada era industry 4.0. Perkembangan tersebut membawa perubahan disetiap lini kehidupan termasuk di ranah Pendidikan dan industri.…

Diskusi bertajuk Tuntutan Implementasi Bisnis Properti & Pembiayaan Hijau (Foto: Ridwan/Industry.co.id)

Kamis, 25 April 2024 - 19:33 WIB

Kian Prospektif, Stakeholder Harap Insentif Properti Hijau

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) terus berupaya mendorong konsep bisnis berkelanjutan di sektor properti termasuk sektor pembiayaannya.

Direktur Utama PT Pegadaian, Damar Latri Setiawan

Kamis, 25 April 2024 - 17:21 WIB

Pegadaian Catat Laba Rp.1,4 T di Kuartal I/2024

PT Pegadaian mencatat kinerja positif pada periode tiga bulan pertama di Tahun 2024. Tercatat pertumbuhan Aset sebesar 14,3% yoy dari Rp. 76,1 triliun naik menjadi Rp. 87 triliun. Kemudian Outstanding…

RUPST PT Dharma Polimental Tbk.

Kamis, 25 April 2024 - 17:11 WIB

Ditengah Situasi Wait & See, Penjualan DRMA Tetap Stabil di Rp1,34 Triliun di Kuartal 1 2024

Emiten manufaktur komponen otomotif terkemuka di Indonesia, PT Dharma Polimetal Tbk (DRMA) membagikan dividen tunai sebesar Rp171,29 miliar kepada para pemegang saham.