Medan Laga Bernama Bisnis Industri Tekstil

Oleh : Kormen | Sabtu, 19 Agustus 2017 - 10:17 WIB

Produksi Tekstil (Ilustrasi)
Produksi Tekstil (Ilustrasi)

INDUSTRY.co.id - Jakarta, Pemerintah perlu mendukung kinerja penjualan pabrikan domnestik dengan menahan laju impor. Dengan demikian, produktifitas dalam negeri bisa meningkat dan industri tekstil bisa terus bergairah.

Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API)  mencatat, dalam periode dua tahun terakhir, jumlah industri TPT nasional meningkat dari 5.600 perusahaan menjadi sebanyak 5.900 dengan menyarap tenaga kerja langsung mencapai dua juta orang. Pada tahun 2019, di mana pembangunan infrastruktur akan selesai,  dapat memberikan harapan positif bagi investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia.

Ketua API, Ade Sudrajat kepada Industry.co.id mengatakan, perundingan perdagangan bebas khususnya dengan Uni Eropa bisa selesai pada tahun 2019. Apabila perjanjian bilateral tersebut bisa terwujud, diyakini ekspor industri Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional akan naik hingga 100 persen dalam kurun waktu empat tahun.

“Hal ini juga akan menyerap tenaga kerja kita lebih banyak lagi,” ujarnya.

Sementara itu, menanggapi adanya kabar soal penghentian produksi pemintalan benang oleh beberapa pabrik, Ade meyakini itu hanya sebatas rumor. Meski ada penurunan produksi benang, menurutnya, tidak sampai ada pabrik pemintalan benang yang tutup pasca Lebaran.

Munculnya isu penutupan pabrik benang, dinilai Ade, timbul akibat diperpanjangnya libur Lebaran pabrik-pabrik tersebut. Mereka biasanya libur maksimum lima hari tahun ini ditambah jadi 20 hari sehingga wajar muncul rumor soal penutupan pabrik benang.

Kemenperin mencatat, industri TPT mampu menyumbang devisa negara sebesar USD11,87 miliar atau 8,2 persen dari total ekspor nasional pada tahun 2016. Sementara itu, nilai ekspor sektor ini pada periode Januari-Mei 2017 sekitar USD5,11 miliar atau naik 3,40 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebeiumnya.

Dirjen Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka (IKTA) Achmad Sigit Dwiwahjono, mengatakan, selama tiga tahun terakhir, industri TPT nasional mengalami kontraksi dalam pertumbuhannya. Hal ini didorong oleh investasi baru maupun perluasan pabrik. “Nilai investasi industri TPT sampai triwulan I tahun 2017 untuk penanaman modal asing, mencapai USD174,51 ribuatau naik 17,98 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar USD147,92 ribu,”ujarnya.

Pertumbuhan sektor tekstil pada kuartal II-2017 mencapai 3,65 persen. Angka tersebut jauh signifikan dibandingkan kuartal sebelumnya yang hanya 0,16 persen.

Ade Sudrajat menilai pertumbuhan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, banyak pabrik yang direlokasi ke Jawa Tengah. Hal itu turut meningkatkan produktifitas produsen. Selain itu, kenaikan realisasi investasi pabrik tekstil turut menyumbang pertumbuhan industri tekstil. Investasi tumbuhnya cukup besar. Apalagi mereka yang bermain di sektor hulu.

Dari data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) realisasi investasi industri tekstil mencapai Rp 7,47 triliun  semester pertama tahun ini. Sebanyak Rp 5,02 triliun diantarantya merupakan investasi domestik dan sebesar Rp 2,45 triliun merupakan investasi asing.

Saat ini, beberapa perusahaan tekstil yang merealisasikan pada semester tahun ini. Sebut saja, Sritex, PAN Brothers dan Grup Sateri. Mungkin yang belum tercatat di Bandung ada takeover satu perusahaan yang memang kecil Rp500 miliar bisa dikembangkan menjadi Rp2 triliun dapat investor dari China.

Untuk itu, pemerintah perlu mendukung kinerja penjualan pabrikan domnestik dengan menahan laju impor. Dengan demikian, produktifitas dalam negeri bisa meningkat dan industri tekstil bisa terus bergairah. Apabila pemerintah konsisten menertibkan barang tekstil impor dari China, menurut Ade, pihaknya optimstis produksi dalam negeri bisa meningkat dan kinerja pertumbuhan tekstil bisa lebih baik lagi.

Optimis Berdaya Saing

Sementara itu di tengah melemahnya daya beli masyarakat, Industri TPT nasional perlu memperluas pasar ekspor. Pemerintah sejauh ini memang tengah berupaya membuat perjanjian kerja sama bilateral dengan Amerika Serikat dan Uni Eropa dalam mendorong pertumbuhan sektor padat karya tersebut.

Kuncinya kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto di Jakarta, beberapa waktu lalu, harus negosiasi melalui bilateral agreement, karena saat ini untuk bea masuk ekspor produk tekstil Indonesia ke Amerika dikenakan 12,5 persen, sedangkan ke Eropa sampai 16 persen. Padahal ekspor Vietnam ke Amerika dan Eropa sudah nol persen.

Menperin mengaku optimistis, industri TPT nasional mampu berdaya saing global. Pasalnya, sektor andalan ini telah terintegrasi dari hulu sampai hilir dan produknya dikenal memiliki kualitas yang baik di pasar internasional.

“Khusus untuk industri shoes and apparel sport, kita sudah melewati China. Bahkan. Di Brazil, kita sudah menguasai pasar di sana hingga 80 persen,” ungkapnya.

Menurut Menperin, penguatan daya saing industri TPT nasional perlu dilakukan pula dengan peningkatan kompetensi sumber daya manusia. Bersama kementerian terkait, telah mendorong transformasi pendidikan SMK melalui vocational training. Dalam hal tersebut, Kementerian Perindustrian menginisiasi program pendidikan vokasi yang link and match antara SMK dan industri.

Menurut Menperin,  pihaknya telah meluncurkan program ini di beberapa provinsi, yakni Jawa Timur serta Jawa Tengah dan Yogyakarta. Kemudian akan dilanjutkan di Jawa Barat, hingga nantinya ke Sumatera dan wilayah lainnya di Indonesia. Pada tahun 2019, ditargetkan jumlah peserta yang akan terlibat dalam program tersebut mencapai satu juta orang.

Upaya lain yang dilakukan Kemenperin adalah memfasilitasi peremajaan mesin dan peralatan industri TPT. Selain itu, Kemenperin tengah menggodok regulasi khusus untuk industri padat karya berorientasi ekspor, di mana akan mengatur tentang pemberian insentif fiskal berupa investment allowance.

“Kami juga gencar mengajak masyarakat untuk menggunakan produk dalam negeri sebagai dukungan bagi pertumbuhan industri TPT nasional,” tambah Airlangga.

Komentar Berita

Industri Hari Ini

Direksi BNI usai paparan kinerja

Senin, 29 April 2024 - 18:33 WIB

BNI Raih Laba Bersih Rp5,33 Triliun Kuartal I 2024

PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI konsisten mencatatkan pertumbuhan kinerja keuangan yang positif dan berkelanjutan pada periode awal tahun 2024.

Program BISA

Senin, 29 April 2024 - 18:05 WIB

Cegah Stunting di Jawa Barat dan NTT, Program BISA Tingkatkan Perilaku CTPS Sebesar 81,5%

Save the Children bersama dengan mitra konsorsium Unilever Lifebuoy, berhasil meningkatkan Perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) di Jawa Barat dan Nusa Tenggara Timur (NTT) melalui program…

Industri logam dan baja

Senin, 29 April 2024 - 17:35 WIB

Mantaps! Industri Manufaktur RI 'Kokoh' Ditengah Ketidakstabilan Kondisi Ekonomi Global

Indeks Kepercayaan Industri (IKI) bulan April 2024 masih ekspansi 52,3, turun sebesar 0,75 poin dibandingkan Maret 2024 sebesar 53,05, meskipun ekspansinya melambat, hal ini merupakan sinyal…

Bank Jatim (Foto Moneter)

Senin, 29 April 2024 - 17:16 WIB

Wow! Awali Tahun 2024, Bank Jatim Cetak Kinerja Ciamik

Jakarta-PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk (bankjatim) sukses mencatatkan kinerja yang positif sepanjang Triwulan Pertama 2024.

CEO YAMADA Consulting & Spire yang juga Executive Officer dan Head of Global Business Development YAMADA Consulting Group Ryosuke Funayama (kedua dari kanan) dan COO YAMADA Consulting & Spire Jeffrey Bahar (pertama dari kanan) didampingi beberapa staf berpose bersama di kantor pusat YAMADA Consulting Group, Tokyo, Jepang, belum lama ini.

Senin, 29 April 2024 - 17:09 WIB

Keren! Spire Research and Consulting Rebranding Jadi YAMADA Consulting & Spire

Jakarta-Spire Research and Consulting, perusahaan riset dan konsultasi bisnis terkemuka Asia Pasifik yang berpusat di Singapura, menyatakan saat ini telah terintegrasi penuh dengan YAMADA Consulting…