Sobat Foodies: Target Potensial untuk Pertumbuhan Bisnis UMKM Kuliner

Oleh : Anastasia Purwanti Putri Wahyu | Selasa, 09 Agustus 2022 - 16:49 WIB

Anastasia Purwanti Putri Wahyu
Anastasia Purwanti Putri Wahyu

Jakarta - Pemasaran melalui saluran media sosial (social media marketing) sudah menjadi tren yang cukup terkenal dalam beberapa tahun terakhir. Lahirnya berbagai macam platform media sosial telah memberikan sarana bagi pelaku bisnis dari berbagai macam sektor untuk memasarkan produk ataupun jasa dari bisnis yang ditawarkan. Banyaknya pengguna media sosial dari berbagai kalangan, dari anak muda (yang saat ini banyak terkenal dengan generasi millennials dan juga Gen Z) maupun generasi atas, telah membuat media sosial menjadi channel yang sangat menarik untuk dimanfaatkan sebagai media komunikasi dari brand kepada konsumennya, baik untuk menarik konsumen / pelanggan baru, maupun mendorong repurchase khususnya terhadap pelanggan setia brand tersebut. Selain karena cakupan audiens yang cukup luas, media sosial dianggap sebagai media yang efektif untuk menjangkau target konsumen yang sesuai dengan karakteristik dari setiap brand yang berbeda-beda.

Seiring dengan adanya trend social media marketing, muncul fenomena baru yang dikenal sebagai KOL atau social media influencers. Mereka yang juga sering disebut sebagai selebgram atau content creator ini merupakan para pengguna media sosial yang memiliki banyak pengikut di akun mereka dan berhasil menarik banyak perhatian dari pengguna lainnya melalui berbagai macam konten menarik yang mereka buat dan bagikan di berbagai macam media sosial, khususnya beberapa platform yang terkenal seperti Instagram, TikTok maupun Youtube. Tren KOL di Indonesia sudah dimulai sejak sebelum terjadinya pandemi di negeri ini, namun pertumbuhannya semakin melesat akhir-akhir ini khususnya selama masa pandemi. Minat masyarakat untuk menjadi KOL semakin tinggi didorong oleh situasi dan kondisi yang memaksa untuk beraktivitas di rumah dan secara tidak langsung meningkatkan penggunaan internet untuk beraktivitas secara digital, khususnya untuk berkomunikasi secara online termasuk menggunakan media sosial. Dilansir dari laporan yang dirilis oleh We Are Social bekerjasama dengan Hootsuite bertajuk “Digital 2022: A Global Overview”, penetrasi pengguna internet di Indonesia telah mencapai 74% dari total populasi di dalam negeri, dengan pertumbuhan sekitar 15% dalam 2 tahun terakhir. Sehubungan dengan hal tersebut, banyak brand yang beralih focus menggunakan komunikasi digital dan mengurangi alokasi budget terhadap komunikasi melalui media konvensional OOH (Out-of-Home Advertising) seperti billboard, papan reklame, dsb.

Di tengah kondisi ekonomi yang sulit di masa pandemi di mana banyak bisnis yang tidak bisa bertahan sehingga harus melakukan layoff atau menutup operasional secara permanen, maraknya trend KOL ini seolah telah memberikan jalan alternatif bagi masyarakat untuk bisa mendapatkan keuntungan dengan menjadi content creator. Seperti yang dilansir dari tek.id (2020), menurut founder dari Sociabuzz, salah satu platform marketplace talent dan influencer terbesar di Indonesia, jumlah rata-rata bulanan content creator baru yang terdaftar telah meningkat sebanyak tiga kali lipat di pertengahan tahun 2020. Content creator seolah menjadi sebuah pilihan profesi baru yang cukup menjanjikan dengan modal yang relatif jauh lebih rendah secara materi apabila dibandingkan dengan membuka bisnis secara konvensional pada umumnya (khususnya untuk pengadaan barang dan manpower untuk jasa), di mana profesi sebagai content creator lebih mengutamakan skill dan kreativitas dari sang pembuat konten untuk dapat menarik perhatian lebih banyak audiens dengan konten yang engaging dan berkualitas. Sehingga tidak heran apabila ditemukan semakin banyak content creator baru yang muncul di media sosial dalam kurun waktu dua tahun terakhir khususnya sejak awal pandemi dan mencakup berbagai macam kategori sesuai dengan pengalaman, keahlian ataupun hobi dari content creator tersebut, dari lifestyle, beauty and fashion, travel hingga food and culinary.

Konten di bidang food and culinary merupakan salah satu topik yang paling diminati oleh pengguna media sosial. Dari review café ataupun restoran hingga memasak, konten kuliner telah menarik perhatian banyak audiens secara umum, khususnya food enthusiasts’ (penggemar kuliner) atau yang biasa disebut foodies. Pembahasan soal makanan melalui media online sebetulnya bukanlah merupakan hal yang baru, di mana sebelumnya sudah banyak kehadiran para penggiat kuliner, seperti food writer ataupun food blogger yang memberikan ulasannya melalui blog ataupun situs / website yang mereka kelola secara pribadi. Namun, akhir-akhir ini foodies menjadi lebih populer khususnya karena tipe konten short video-based (bentuk video singkat) yang banyak muncul melalui Instagram Reels, TikTok, ataupun Youtube yang dianggap sederhana namun lebih hidup dan memiliki visual yang lebih menarik dibandingkan ulasan yang hanya ditulis dalam bentuk artikel. Selain itu, ulasan dalam bentuk konten video dianggap dapat memberikan gambaran yang lebih baik tentang kuliner yang dibahas sehingga dapat meningkatkan minat audiens untuk membeli produk ataupun mengunjungi restoran / café tersebut.

Secara umum, konten untuk bidang food and culinary dapat dikategorikan ke dalam tiga jenis, yaitu organic review, endorsement maupun community challenge (seperti online event pertandingan memasak antar content creator). Pelaku bisnis kuliner tentunya dapat berpartisipasi di dalam kategori konten manapun yang dirasa sesuai dengan tujuan dari strategi komunikasi dari brand yang ingin dipasarkan. Endorsement merupakan kategori yang paling banyak diminati oleh para pelaku bisnis kuliner, di mana mereka dapat mengajak content creator untuk bekerjasama dalam mempromosikan brand mereka, namun tentunya harus sesuai dengan rate card atau harga yang telah disepakati dan umumnya telah ditentukan oleh content creator sejak awal tahap negosiasi. Selain endorsement, pelaku bisnis juga dapat berpartisipasi untuk menjadi sponsor di dalam community challenge ataupun event yang diadakan secara berkala di antara kalangan komunitas foodies, tidak hanya untuk meningkatkan brand awareness namun juga untuk membangun brand activation melalui kegiatan-kegiatan tersebut. Namun tentunya, mengingat cakupan audiens yang cenderung cukup luas di dalam community challenge dikarenakan adanya kolaborasi antar content creator dan memungkinkan untuk menarik followers antar seluruh foodies yang berpartisipasi, keterlibatan brand di dalam kegiatan seperti ini akan membutuhkan biaya yang lebih tinggi sehingga pada umumnya hanya ada brand-brand besar dan ternama di dalam kegiatan seperti ini. Lalu bagaimana dengan pelaku bisnis kuliner skala mikro dan menengah (UMKM)?

Tipe konten organic review dianggap sebagai pilihan yang paling relevan untuk pelaku bisnis UMKM. Dalam konten organic review, content creator umumnya dapat memberikan ulasan terhadap suatu produk makanan/minuman ataupun review restoran/rumah makan/kedai/café secara jujur dan objektif tanpa unsur sponsor atau berbayar dari pemilik usaha bisnis kuliner tersebut. Dari sudut pandang para content creator, mempromosikan makanan atau minuman dari bisnis UMKM termasuk penjual makanan pinggir jalan (streetfood) dapat memperkaya konten untuk dapat dibagikan di akun media sosial mereka. Maka dari itu, tak jarang content creator bersedia untuk meliput UMKM termasuk streetfood dengan rate yang sangat rendah atau bahkan secara cuma-cuma – tanpa biaya apapun yang perlu dikeluarkan oleh pelaku usaha. Dalam beberapa kasus tertentu, pelaku usaha juga bisa memberikan makanan atau dagangan mereka secara gratis kepada para content creator ini sebagai imbalannya. Dengan kata lain, konten dengan tipe organic review seperti ini dapat dikatakan sebagai model yang menguntungkan kedua belah pihak, baik content creator maupun pelaku usaha (UMKM).

Terlepas dari maraknya penggunaan content creator sebagai sarana untuk mempromosikan usaha kuliner, pelaku usaha tentunya juga harus dapat memilih tipe content creator yang sesuai dengan jenis bisnis yang mereka miliki. Hal ini dikarenakan profil audiens ataupun followers dari para content creator akan sangat dipengaruhi oleh tipe konten yang biasa dibagikan di social media mereka. Sebagai contoh, ada beberapa content creator yang lebih berfokus pada jenis kuliner yang high-end seperti rekomendasi fine dining restaurant ataupun content creator yang lebih sering membagikan konten memasak. Tipe content creator seperti ini tentunya kurang sesuai untuk mempromosikan jenis-jenis makanan yang cenderung lebih menyasar mass market seperti street food yang dijual oleh PKL (pedagang kaki lima) ataupun UMKM lainnya, karena profil dari para followers ataupun audiens yang ada pada content creator ini kemungkinan besar adalah mereka yang juga berasal dari golongan high-end yang kurang tertarik pada kuliner jalanan. Dibandingkan dengan tipe content creator dari profil tersebut, para pemilik UMKM kuliner dapat mempertimbangkan untuk bekerjasama dengan tipe content creator yang cenderung lebih fleksibel atau luwes dalam jenis konten yang dibagikan, misalnya seperti culinary traveler yang cenderung memiliki ketertarikan terhadap kuliner-kuliner khas yang dijual di berbagai daerah, tanpa terlalu mempedulikan jenis kuliner tersebut (dari restoran hingga streetfood). Selain itu, tipe content creator seperti ini cenderung untuk senang ‘blusukan’, mencari tempat-tempat penjual makanan yang jarang ditemui namun memiliki keunikannya tersendiri.

Selain dari tipe atau model konten kuliner yang dibagikan, pemilik UMKM juga perlu untuk mempertimbangkan level atau tingkatan dari content creator yang ingin diajak bekerjasama. Seperti yang kita ketahui, influencer atau content creator dapat dikategorikan dalam beberapa tingkatan berdasarkan popularitasnya (baik jumlah follower maupun engagement rate mereka). Seperti yang dilansir dari Starngage, salah satu influencer agency di Indonesia, ada beberapa kategori yang umumnya dipakai sebagai acuan, yaitu nano, micro, macro dan juga mega influencer (seperti selebriti tingkat nasional, aktor/aktris/penyanyi/public figure). Dalam kasus promosi UMKM, akan lebih mudah untuk pelaku usaha apabila ingin bekerjasama dengan para influencer dari kategori nano maupun micro, selain karena rate yang ditawarkan tentunya akan jauh lebih terjangkau apabila dibandingkan dengan content creator yang sudah berada pada tingkat atas seperti artis tersohor. Sehingga, budget yang perlu disiapkan dari pelaku usaha tidak perlu terlalu besar. Selain itu, influencer dari kelas nano dan micro dianggap sebagai sosok public figure yang memiliki kedekatan relatif lebih tinggi dengan para followers-nya dikarenakan jumlah followers yang cenderung masih lebih sedikit sehingga masih memungkinkan para content creator ini untuk berdiskusi ataupun saling berinteraksi melalui comment, reply story, dan sebagainya. Dengan kondisi ini, diharapkan akan muncul fenomena WoM (word-of-mouth) atau promosi yang terbentuk secara natural melalui rekomendasi antar followers termasuk anggota yang tergabung dalam komunitas yang terkait dengan kuliner tersebut.

Dengan kebiasaan generasi muda saat ini yang sudah sangat melekat dengan teknologi, digitalisasi sudah masuk ke dalam setiap aspek kehidupan sehari-hari. Maka dari itu, para pelaku usaha termasuk UMKM tentunya harus ikut beradaptasi dengan perubahan tren yang terjadi termasuk cara untuk berkomunikasi dengan para konsumennya, khususnya menggunakan media sosial. Media sosial memberikan sarana alternatif untuk para pelaku bisnis atau brand untuk dapat menjangkau konsumen dengan biaya yang relatif lebih rendah dibandingkan media konvensional. Dengan kata lain, pemasaran melalui media sosial khususnya menggunakan influencer atau content creator dapat memberikan peluang bagi para pelaku UMKM untuk dapat ikut memanfaatkan tren yang ada dan diharapkan ke-depannya dapat membantu dalam mengembangkan dan memajukan bisnis mereka dalam dunia digital masa depan.

Oleh: Anastasia Purwanti Putri Wahyu
Senior Analyst, Market Research & Insight di OVO (PT. Visionet International)

Komentar Berita

Industri Hari Ini

Ilustrasi Umrah di Mekkah

Selasa, 19 Maret 2024 - 13:31 WIB

Meraih Keberkahan Bulan Syawal, Pegadaian Ajak Masyarakat Umrah Akbar Bersama

Pada momen perayaan ulang tahun Pegadaian ke-123 Tahun dan hari raya Idul Fitri 1445 Hijriyah yang jatuh pada bulan April ini, Pegadaian menyelenggarakan kegiatan Umrah Akbar Pegadaian dengan…

Pengurus BUMN Muda Pegadaian

Selasa, 19 Maret 2024 - 13:18 WIB

Pegadaian Kukuhkan Pengurus BUMN Muda Pegadaian

PT Pegadaian melantik pengurus organisasi kepemudaan yang diinisiasi oleh Forum Human Capital Indonesia (FHCI) Kementerian BUMN, yang tergabung dalam BUMN Muda Pegadaian di Ballroom The Gade…

MamyPoko Pants Skin Comfort, popok pertama cegah ruam 12 jam mengandung coconut oil.

Selasa, 19 Maret 2024 - 13:14 WIB

MamyPoko Pants Skin Comfort, Popok Pertama di Indonesia Dengan All in 1 Skin Care Cegah Ruam 12 Jam

MamyPoko Pants Skin Comfort dari Uni-Charm, popok pertama di Indonesia dengan All in 1 Skin Care yang mengandung coconut oil, cegah ruam 12 jam.

Kolaborasi Kemenparekraf, KAI dan ASTINDO Hadirkan Bundling Paket Wisata Kereta Api

Selasa, 19 Maret 2024 - 13:04 WIB

Kolaborasi Kemenparekraf, KAI dan ASTINDO Hadirkan Bundling Paket Wisata Kereta Api

Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf/Baparekraf) menjalin kolaborasi dengan PT. KAI/KA Wisata dan ASTINDO menghadirkan program "Bundling…

Penandatanganan Kontrak Subsidi Energi 2024

Selasa, 19 Maret 2024 - 12:40 WIB

Pertamina Siap Salurkan Subsidi Energi 2024 Tepat Sasaran

Pertamina siap menjalankan penugasan Pemerintah menyalurkan subsidi energi 2024 tepat sasaran. Melalui PT Pertamina Patra Niaga sebagai Subholding Commercial & Trading, Pertamina akan memastikan…