Kondisi Impor Indonesia Semakin Meningkat dan Cenderung Bahaya Jika Dibiarkan

Oleh : Ridwan | Selasa, 25 April 2017 - 13:37 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Enny Sri Hartarti mengatakan, kenaikan impor positif lantaran disokong kenaikan impor bahan baku yang dinilai kurang tepat.

“Impor bahan baku dan bahan penolong masih sedikit. Impor masih didominasi barang konsumsi, terutama dari China dengan kontribusi lebih dari 25 persen dari total impor,” ungkap Enny Sri Hartarti di Jakarta (25/4/2017).

Menurut catatan Badan Pusat Statistik (BPS), impor Indonesia mencapai USD 13,36 miliar pada bulan Maret 2017, angka ini meningkat 17,65 persen dibandingkan dengan bulan Februari 2017 sebesar USD 11,35 miliar. Sedangkan impor nonmigas tercatat naik 24,94 persen menjadi USD 11,10 miliar dibanding bulan sebelumnya, penyumbang kenaikan berasal dari impor ponsel, plastik, sampai kapal laut.

Menurut Enny, kondisi ini sangat berbahaya jika terus dibiarkan. Apalagi disaat bersamaan kinerja industri dalam negeri menunjukkan indikasi penurunan belum recovery.

Disisi lain, dalih pemerintah yang menyebut bahwa impor naik lantaran persiapan menyambut Ramadhan dan Lebaran dininali tidak tepat karena barang yang masuk tidak berkolerasi dengan kebutuhan untuk menjaga stabilitas harga utama sektor pangan selama Lebaran dan Ramadhan yang selama ini jadi fokus pemerintah.

“Untuk antisipasi Ramadhan dan Lebaran, yang menjadi pertanyaan nanti bagaimana stabilitas harga apakah signifikan atau tidak. Menjelang Ramadhan itu stabilitas harga impornya bukan dari China, tetapi dari Thailand, dan Vietnam. Sementera ini mayoritas dari China, jangan-jangan salah kebijakan lagi,” terang Enny.

Saat ini kenaikan impor dari China cukup tinggi, porsi negara ini mencapai 25 persen dari total impor Indonesia, sementera, total impor dari ASEAN hanya 20 persen. Kenaikan signifikan mencapai 343 persen, lebih untuk kategori kapal lautdan bangunan terapung.

Kenaikan ini tentu saja memunculkan tanda tanya besar, karena diduga kenaikan fantastis itu berkaitan dengan impor kapal bekas. Padahal, kenaikan impor kapal jelas memukul industri galangan kapal nasional.

“Bangunan terapung ini juga tidak jelas, apa yang dimaksud dengan bangunan terapung. Kita curiga lonjakan impor drastis itu berkaitan impor kapal bekas, ini kan aneh, padahal pemerintah sedang mendorong industri galangan kapal nasional,” tegas Enny

Dengan fakta itu, sejatinya kenaikan impor bukan berita bagus. Kalaupun ada kenaikan impor seperti peralatan mesin, peralatan listrik, hingga besi dan baja, memang bisa dikaitkan dengan menggeliatnya infrastruktur.

“Tetapi tetap saja kenaikan impor itu dinikmati oleh negara lain karena menggerogoti devisa Indonesia,” tutup Enny.