Industri Mainan Makin Seret Dihajar Covid-19 & Nilai Tukar Rupiah

Oleh : Ridwan | Kamis, 26 Maret 2020 - 16:15 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta - Dampak virus corona memukul telak pelaku industri mainan dalam negeri. Bahkan importir mainan sudah berhenti beroperasi untuk sementara waktu, sedangkan produsen lokal juga mengurangi produksinya akibat bahan baku yang terhambat serta penjualan yang seret.  

Ketua Umum Asoiasi Mainan Indonesia (AMI) Sutjiadi Lukas mengungkapkan, sebenarnya keadaan wabah virus corona bisa menjadi peluang bagi industri lokal untuk meningkatkan produksi dan penjualan karena importir tidak bisa memasok barang sehingga mainan impor yang beredar tidak lagi banyak. 

"Meski ada peluang, rupanya pabrik lokal terkendala di stok komponen spare part yang menipis, jadi susah juga untuk meningkatkan produksi," jelas Sutjiadi dilasir Kontan (26/3/2020).

Sutjiadi buka-bukaan soal kondisi pelaku industri mainan di tengah wabah corona yang membuat kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) makin melemah belakangan ini. 

Katanya bahan baku mainan yang 25% masih diimpor akan makin mahal sehingga ada perusahaan yang sudah pesan barang terpaksa ditunda pengirimannya. Pasalnya saat ini acuan kurs yang digunakan pelaku industri mainan di level Rp 14.500 per dolar AS. 

Nah, saat ini, nilai tukar rupiah sudah terbang hingga capai Rp 16.500 per dolar AS. 

Tanggungan rugi yang harus diterima pelaku industri mainan membuat semua pengusaha importir berhenti berbisnis sementara waktu. Sutjiadi menjelaskan seandainya tetap boleh impor, para importir akan berpikir dua kali soal daya beli masyarakat jikalau harga mainannya jadi mahal. Sebab, situasi saat ini masyarakat sedang mempersiapkan bulan puasa, lebaran, dan bayaran masuk sekolah.

Di sisi lain, produsen lokal juga kena getah dari mewabahnya virus corona. Sutjiadi menjelaskan saat ini produsen mainan hanya menghabiskan stok komponen yang ada.

Adapun produsen mainan yang mengerjakan produk tanpa komponen hanya mengandalkan cetakan mesin injeksi. Itu pun produsen lokal terpaksa mengurangi jam kerja produksinya karena kekurangan bahan baku dan penyerapan mainan di pasaran jadi seret. 

Meski demikian, Sutjiadi menyatakan sementara ini belum ada upaya pemutusan hubungan kerja ke buruh hanya saja jam kerja sudah mulai dipangkas, dari sebelumnya dua shift menjadi satu shift dan sistem kerjanya bergantian tiga hari sekali.