Bagaimana Perkembangan Industri Farmasi Saat Pandemi Covid-19?

Oleh : Herry Barus | Jumat, 05 Juni 2020 - 11:00 WIB

Ilustri Industri Farmasi
Ilustri Industri Farmasi

INDUSTRY.co.id - Jakarta-Seiring dengan pandemi Covid-19 yang mengacaukan rantai pasokan internasional dan mengekspos kerentanan dalam sistem layanan kesehatan di berbagai negara berkembang, Indonesia kini berupaya untuk memperkuat industri farmasi melalui reformasi dan mengandalkan investor luar negeri.

Pada awal April, tak lama sebelum ibu kota Jakarta memberlakukan PSBB), Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengumumkan akan mempercepat proses perizinan obat-obatan yang digunakan untuk merawat pasien Covid-19.

Dalam keadaan normal, proses perizinan obat-obatan biasanya memakan waktu yang cukup lama hingga berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun karena proses birokrasi yang berlapis. Namun sejak adanya pandemi, berbagai badan pemerintah dinilai perlu bekerja lebih terkoordinasi dan efisien agar mampu memberikan bantuan kesehatan dengan baik ditengah pandemi ini.

Selain mempercepat proses perizinan obat-obatan melalui platform otorisasi darurat, BPOM juga akan mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan proses impor bahan baku obat-obatan yang digunakan untuk merawat pasien Covid-19 dari satu hari kerja menjadi hanya dua jam saja. Demikian pula, proses pemberian sertifkat Good Manufacturing Practice (GMP) dari BPOM untuk perusahaan farmasi yang telah memenuhi syarat akan dipercepat dari 10 hari kerja menjadi lima hari kerja saja.

Sebelum terjadinya wabah Covid-19, Indonesia merupakan pasar farmasi terbesar di Asia Tenggara. Menurut Fitch Solutions, Indonesia diperkirakan akan menjadi negara dengan pertumbuhan sektor farmasi tercepat di kawasan Asia Tenggara selama beberapa dekade ke depan.

Namun, akibat pandemi yang telah menjangkit 23.165 orang dan menyebabkan 1.418 kematian di Indonesia (per 26 Mei 2020), perlu adanya peningkatan kapasitas dan diversifikasi produksi farmasi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri yang mendesak serta mampu melindungi negara dari keadaan darurat kesehatan yang mungkin terjadi ke depannya.

Diversifikasi Rantai Pasokan

Pada bulan Februari, Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto mengatakan bahwa wabah covid-19 sebenarnya telah menciptakan peluang untuk mendorong produksi farmasi dalam negeri dan meningkatkan penyerapan bahan baku lokal untuk proses manufaktur obat-obatan.

Sekadar informasi, sekitar 90% bahan baku yang digunakan oleh perusahaan farmasi di Indonesia merupakan produk impor, dimana 60% diimpor dari Cina.

Terkait hal tersebut, Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) memperkirakan bahwa rata-rata kapasitas produksi industri farmasi Indonesia turun ke 55-60% pada bulan Mei karena adanya gangguan rantai pasokan akibat pandemi.

Dengan demikian, para produsen farmasi di Indonesia mulai mempertimbangkan untuk mendiversifikasi rantai pasokan ke negara-negara Asia Tenggara lainnya, tak hanya dari Cina

Melansir Bisnis.com yang dipublikasikan pada pertengahan Mei 2020, Kawasan Industri Wijayakusuma di Brebes, Jawa Tengah, sedang dipersiapkan untuk menampung sejumlah perusahaan farmasi AS yang berencana pindah dari Cina ke Indonesia.

Meskipun nama perusahaan dan nilai investasinya belum diumumkan, keputusan ini merupakan hasil diskusi yang dilakukan antara Presiden Indonesia Joko Widodo dan Presiden AS Donald Trump pada bulan April.

Proyek ini sedang dalam tahap perencanaan tata ruang regional dan diperkirakan akan memakan waktu 6 hingga 12 bulan sebelum konstruksi dimulai.

Evolusi industri

Pasar farmasi Indonesia telah berevolusi secara signifikan sejak tahun 2014 saat pemerintah meluncurkan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang mencakup seluruh populasi Indonesia yang terdiri dari 260 juta jiwa.

Meskipun mengalami defisit keuangan (akan dibahas lebih rinci pada bab Health dalam Indonesia 2020 Report yang akan dirilis oleh OBG Juni ini), JKN merupakan langkah besar Indonesia dalam memperluas cakupan perawatan kesehatan untuk masyarakat tidak mampu dan mereka yang tinggal daerah terpencil.

JKN sebenarnya dinilai cukup mengganggu industri farmasi. Meskipun mampu memperluas cakupan pasar dan menyediakan akses layanan dan perawatan kesehatan bagi masyarakat luas, pemerintah memasang harga yang cukup ketat untuk obat-obatan yang diterima dalam JKN. Obat-obatan ini kemudian disediakan secara gratis untuk warga negara yang memenuhi syarat saat berobat.

Awalnya, jumlah pasien JKN terus menigkat pesat sedangkan jumlah pasien out-of-pocket (menanggung biaya sendiri) menjadi cenderung stagnan. Namun, banyak pasien yang akhirnya lebih memilih menanggung biaya kesehatan sendiri untuk merawat kondisi tertentu karena tak ingin berlama-lama menunggu saat memanfaatkan JKN.

Dalam hal ini, yang mampu bertahan di tengah gangguan pasar akibat wabah Covid-19 adalah perusahaan farmasi yang memiliki portofolio terdiversifikasi. Perusahaan seperti ini biasanya tidak bergantung pada produksi obat-obatan tertentu yang digunakan untuk penyakit langka ataupun penyakit non-kritis. Hal ini sangat penting karena layanan kesehatan tertentu seperti layanan dokter gigi hampir seluruhnya dihentikan selama pandemi.

Jorge Wagner, Country President Novartis Indonesia, mengatakan bahwa jumlah pasien yang berkunjung ke rumah sakit dan menerima perawatan untuk penyakit kronis selama pandemi turun secara signifikan. Ia menambahkan bahwa perusahaan farmasi yang memiliki produk vitamin, suplemen, dan produk kesehatan out-of-pocket (ditanggung pasien sendiri) dinilai mampu bertahan di tengah pandemi covid-19 ini.

"Akibat pandemi Covid-19, rumah sakit ditekankan untuk mengurangi jumlah pasien berkunjung atau rawat inap. Produk yang dapat mencegah atau mengurangi jumlah pasien rawat inap tentunya akan lebih disukai," kata Wagner OBG.

Ke depan, Wagner menilai bahwa pandemi Covid-19 tidak akan berdampak besar pada bisnis Novartis Indonesia. Namun, perusahaan akan melakukan perubahan terhadap berbagai praktik bisnis secara jangka panjang, terutama dalam hal promosi karena pasar yang terus berubah dan demi menciptakan lebih banyak inovasi seperti layanan telemedicine.

 

Komentar Berita

Industri Hari Ini

Ilustrasi tiket

Kamis, 28 Maret 2024 - 17:49 WIB

Jangan Kelewatan, Ini 10 Tips Mendapatkan Tiket dan Voucher Belanja Online!

Berbelanja online telah menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari, menawarkan kemudahan, variasi produk, dan tentu saja, kesempatan untuk menghemat uang melalui tiket dan voucher serta…

Renos

Kamis, 28 Maret 2024 - 17:36 WIB

Cari Furnitur dan Elektronik Rumah yang Murah? Datang ke Event Renos Gebyar Ramadhan Saja!

Di era yang serba cepat ini, mencari furnitur dan elektronik untuk rumah tidak lagi memerlukan waktu dan usaha yang banyak. Mulai dari mencari furnitur untuk kamar hingga elektronik rumahan…

PT Bank Syariah Indonesia Tbk. (BSI) secara konsisten mendukung program pemerintah dalam mewujudkan Net Zero Emission (NZE) dari berbagai aspek. Salah satunya pembiayaan ramah lingkungan dengan membidik sektor pertanian melalui BSI Mitra Plasma Sawit. Kunjungan dilakukan ke salah satu kebun sawit di Sumatera.

Kamis, 28 Maret 2024 - 17:20 WIB

Dorong Sustainable Banking, BSI Dukung Pembiayaan Sawit Bagi Petani Plasma

PT Bank Syariah Indonesia Tbk. (BSI) secara konsisten mendukung program pemerintah dalam mewujudkan Net Zero Emission (NZE) dari berbagai aspek. Salah satunya pembiayaan ramah lingkungan dengan…

Ilustrasi perumahan

Kamis, 28 Maret 2024 - 17:16 WIB

Terdepan di Wilayah Jabodetabek, Bogor Catat Selisih Pertumbuhan Harga Hunian Tertinggi

Tren harga rumah di Indonesia mengalami peningkatan tahunan sebesar 2,4 persen pada bulan Februari 2024 dibandingkan sejak Februari 2023. Rumah123 mencatat Bogor mengalami kenaikan harga hunian…

Bank Tabungan Pensiun Nasional Tbk (BTPN)

Kamis, 28 Maret 2024 - 14:44 WIB

Bank BTPN Akuisisi Dua Perusahaan Pembiayaan PT Oto Multiartha dan PT Summit Oto Finance

Akuisisi OTO dan SOF jadi tonggak penting bagi Bank BTPN dalam mendorong inovasi produk dan layanan yang semakin relevan dengan kebutuhan perbankan dan pembiayaan masyarakat Indonesia.