Pungut Pajak Netflix dan Zoom, Donald Trump 'Ngamuk' Ancam Indonesia
Oleh : Candra Mata | Kamis, 04 Juni 2020 - 19:24 WIB
Presiden Amerika Serikat ke-45 Donald J. Trump (Foto:web.de/magazine)
INDUSTRY.co.id - Jakarta, Rencana Kementerian Keuangan RI menerapkan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 10% mulai 1 Juli 2020 kepada Netflix dan Zoom mendapat kecaman dari Presiden Donald Trump.
Bahkan Donald Trump berencana melakukan investigasi terrkait pungutan pajak perusahaan teknologi asal Amerika Serikat tersebut.
Adapun negara-negara yang menjadi sasaran investigasi AS yaitu Austria, Brasil, Republik Ceko, Uni Eropa, India, Italia, Spanyol, Turkey, Inggris dan Indonesia.
Badan perdagangan AS (USTR) bahkan meminta keterangan resmi secara tertulis dari negara-negara tersebut paling lambat 15 Juli 2020.
"Presiden Donald Trump prihatin dengan banyaknya mitra dagang menerapkan skema pajak digital yang membidik perusahaan-perusahaan kami secara tidak adil. Kami siap mengambil semua langkah yang diperlukan untuk melindungi bisnis dan pekerja kami atas diskriminasi semacam itu," kata Lightizer, dilansir dari AFP, pada kamis malam (4/6/2020).
Sementara itu, pengamat Pajak Darussalam menilai rencana presiden Trump yang mengancam akan melakukan aksi retaliasi terhadap negara yang mengenakan pajak ke perusahaan digital asal AS, bisa menimbulkan diskriminasi perdagangan.
Sejatinya, konteks pajak digital sering dikaitkan dengan polemik dalam perdagangan internasional yakni pengaturan pengenaan PPh atas entitas digital (bukan PPN).
Dalam hal PPh tersebut, belum adanya konsensus global tentang tata cara pemajakannya mendorong negara menggunakan pajak transaksi elektronik (PTE) secara sepihak.
Menariknya, khusus untuk PTE pengenaannya seringkali hanya ditujukan untuk entitas digital dengan nilai di atas peredaran bruto tertentu yang notabene adalah raksasa digital, dan mayoritas berasal dari AS.
"Artinya, diskriminasi dalam hal pajak dibalas dengan diskriminasi dalam hal perdagangan," jelasnya dilansir dari SINDOnews, Kamis (4/6/2020).
Dijelaskannya, terdapat dua perkembangan terkini yang akan menentukan ada atau tidaknya aksi balas dendam di industri perdagangan tersebut.
Pertama, AS sebagai negara G20 telah memberikan mandat pembahasan konsensus global PPh digital kepada OECD.
"Jadi apapun putusannya agaknya akan diikuti," imbuhnya.
Kedua, prospek tertundanya konsensus telah meningkatkan ancang-ancang dari berbagai negara semisal Austria, Turki, Italia, Indonesia, untuk mengatur secara unilateral.
"Dalam hal ini, hegemoni AS tentu semakin mendapatkan perlawanan dan agaknya AS juga akan sangat berhitung jika mengambil langkah balasan," pungkasnya.
Komentar Berita