Industri Pangan Kerap Hadapi Penolakan Produk Ekspor
Oleh : Candra Mata | Kamis, 27 Februari 2020 - 05:20 WIB
Bahan Pangan Pokok (Ist)
INDUSTRY co.id - Jakarta, Sebagai sarana peningkatan perlindungan konsumen dan perdagangan pangan yang adil, Kementerian Perdagangan melalui Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga menggelar Rapat Komisi Nasional (Komnas) Codex Indonesia di kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta, Selasa (25/02).
“Industri pangan merupakan salah satu sektor andalan yang menopang pertumbuhan investasi dan ekonomi nasional. Penting bagi pemerintah untuk selalu mendukung para pelaku usaha di sektor tersebut,” ujar Menteri Perdagangan Agus Suparmanto.
Pada 2019, industri makanan dan minuman telah menyumbang 6,4 persen produk domestik bruto nasional.
Sektor makanan dan minuman juga menyumbang 19,9 persen dari total nilai ekspor nonmigas Indonesia.
Namun, sampai saat ini masih terdapat beberapa kasus penolakan produk ekspor Indonesia terkait keamanan pangan.
Misalnya, kandungan aflatoxin pada pala, salmonella pada lada dan ikan tuna, anthraquinone pada teh, maupun merkuri pada Sashimi Tuna. Hal tersebut tentunya berdampak pada kinerja ekspor Indonesia.
Penolakan produk tersebut juga sering menyebabkan terjadinya limbah makanan.
"Oleh karena itu, saat ini kami sedang menyusun kajian untuk meminimalkan limbah makanan pada rantai ekspor dan impor sebagai draf usulan pada sidang Codex Committee on Food Import and Export Inspection and Certification Systems (CCFICS) yang akan diselenggarakan pada 27 April 2020 di Australia,” pungkas Mendag.
Codex dibentuk dengan tujuan untuk melindungi kesehatan konsumen dan menjamin praktek perdagangan yang adil melalui pengembangkan standar, pedoman, kode praktik, dan rekomendasi lainnya.
Namun, sampai saat ini masih banyak negara di dunia, terutama negara maju, yang menerapkan standar keamanan pangan yang lebih ketat dari standar Codex.
Tindakan seperti inilah yang dapat menciptakan hambatan perdagangan pangan antar negara
Komentar Berita