Asupan Gizi Seimbang, Bekal Anak Milenial Menjadi Generasi Emas 2045

Oleh : Abraham Sihombing | Senin, 03 Februari 2020 - 09:17 WIB

Anak Indonesia yang sehat adalah anak Indonesia yang selalu ceria setiap hari karena gizi lengkap dan seimbang. (Foto: Rina Magdalena S)
Anak Indonesia yang sehat adalah anak Indonesia yang selalu ceria setiap hari karena gizi lengkap dan seimbang. (Foto: Rina Magdalena S)

INDUSTRY.co.id - Jakarta - “Mamaaa...saya mau makan, tapi saya mau makan makanan yang dipesan lewat online, ya Ma?” ujar Prue suatu hari. Sang mama terkejut dan sedikit kecewa karena dia sudah memasak makanan untuk disantap sekeluarga pada hari itu, termasuk Prue. Akan tetapi, Prue tampaknya menolak untuk menyantap makanan yang dimasak mamanya itu.

Akhirnya, sang mama mendampingi Prue dalam memilih makanan yang akan dipesan lewat online. Awalnya Prue menolak makanan yang dipilihkan mamanya. Tetapi dengan berbagai macam bujuk rayu yang memakan waktu hingga setengah jam lebih, barulah Prue menyetujui makanan yang dipilih mamanya.

Memang, Prue bermasalah dalam hal makan. Dia suka memilih-milih makanan yang akan disantapnya. Padahal, sebelum berangkat ke sekolah setiap pagi, mamanya seringkali bertanya makanan apa yang dia ingin santap di saat makan siang dan makan malam.

Siang tengah hari yang panas terik membuat semua makhluk merasa haus dan lelah, tidak terkecuali Prue dan kakaknya. Prue, dengan postur tubuh yang lebih kecil dibandingkan kakaknya, tampak begitu ceria kendati udara panas menyengat tubuhnya. Demikian pula kakaknya. Bahkan kedua anak itu tampak pula berlompat-lompatan di gerbong kereta commuter yang akan membawa mereka pulang ke rumah setelah seharian menuntut ilmu di sekolah. Itu kondisi sekarang. Bagaimana sebelumnya?

Ketika masih di bawah umur lima tahun (balita), postur tubuh Prue jauh lebih kecil dibandingkan kakaknya kendati umurnya hanya berbeda tiga tahun. Ini sempat menjadi keprihatinan kedua orang tuanya. Di samping berpostur kecil, Prue juga kurang bergairah dalam melalui hari-hari kehidupannya. Hal tersebut karena Prue sangat sulit makan. Entah tidak ada selera makan ataupun malas makan, sehingga jumlah asupan makanan yang masuk ke dalam tubuhnya relatif sedikit.

Agar makanan dapat masuk ke dalam tubuhnya, Prue harus dibujuk terlebih dahulu. Itu juga tidak banyak porsi makanan yang dikonsumsi. Akan tetapi, berbagai macam cara diupayakan mamanya, dari membuat makanan olahan yang bervariasi untuk memancing timbulnya nafsu makan, memadukan asupan susu sebagai makanan tambahan  hingga pemberian vitamin dan mineral tambahan.

Semua upaya itu dilakukan secara rutin, hati-hati dan terukur. Hal itu memang tidak mudah dilakukan. Akan tetapi, langkah itu adalah upaya yang harus dilakukan agar Prue yang bertubuh mungil tersebut dapat tetap sehat dan segar untuk melalui hari-hari dalam kehidupannya.

Seiring dengan bertambahnya umur, upaya yang dilakukan itu ternyata tidak sia-sia. Ketika duduk di Taman Kanak-Kanak (TK), nafsu makan Prue sudah terlihat mulai stabil, meski terkadang masih juga suka menolak jenis-jenis makanan tertentu, misalnya makanan berlemak atau sayur yang berkuah santan.

Menurut Jasra Putra, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), bahwa selain faktor penyajiannya, orang tua harus memperhatikan bahwa makanan, terutama makanan yang dipesan secara online tersebut, haruslah merupakan makanan yang baik untuk dikonsumsi serta memiliki gizi seimbang. Karena itu, ketika anak ingin memesan makanan secara online, maka orang tua harus turut mendampinginya dan jangan pernah membiarkan mereka memesannya sendirian.

“Pemesanan makanan secara online akan memacu industri makanan olahan menjadi lebih kreatif dan beragam. Akan tetapi, jika gizinya tidak seimbang, maka hal itu dapat membahayakan anak-anak yang menkonsumsinya. Karena itu, para produsen makanan anak-anak ke depan diharapkan dapat mencantumkan kandungan berbagai unsur yang terdapat dalam makanan yang disajikan,” papar Jasra Putra di Jakarta, Jumat (24/01/2020).

Sebaliknya, demikian Jasra, orang tua juga harus memiliki pengetahuan mengenai berbagai unsur yang dikandung setiap makanan yang dikonsumsi anak. Pasalnya, jika mengetahui dan mengenal kandungan gizi makanan tersebut, maka hal itu akan mempermudah orang tua untuk menerapkan pola makan anaknya dengan gizi seimbang.

Makanan dengan kandungan gizi seimbang sangat dibutuhkan bagi pertumbuhan seorang anak demi menuju usia kedewasaannya dengan kesehatan yang prima. Pasalnya, menurut data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, kekurangan gizi akan sangat menggangu pertumbuhan anak, terutama perkembangan otak mereka. Jika otak anak tidak dapat berkembang dengan baik, maka hal itu dapat mengakibatkan tingkat kecerdasan (Intelligence Quotient/IQ) mereka berada di bawah rata-rata.

Di samping itu, data Kemenkes RI juga menginformasikan bahwa kekurangan gizi akan mengakibatkan gagal tumbuh (stunting) sehingga anak akan mengalami keterlambatan dalam perkembangan baik fisik maupun mental, penurunan daya kekebalan tubuh, bahkan dapat mudah sekali mengidap berbagai penyakit berbahaya dan mematikan.

Selain faktor perekonomian keluarga, ibu harus berperan penting untuk memiliki pengetahuan mengenai berbagai jenis makanan bergizi agar makanan yang disajikan untuk anak-anaknya mengandung gizi yang seimbang. Hal itu diungkapkan Dr. Rahmat Sentika, Sp. A, MARS, anggota Satgas Perlindungan Anak Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).

“Masalah asupan gizi anak bukan semata-mata disebabkan oleh faktor perekonomian keluarga, melainkan juga kurangnya pengetahuan dan pemahaman ibu mengenai kandungan gizi berimbang dalam makanan anak-anak,” ujar Dr. Rahmat di Cianjur, Jawa Barat, beberapa waktu lalu.

Beliau mencontohkan, anak yang seharusnya diberi Air Susu Ibu (ASI), malahan diberi makanan ataupun minuman lain yang tinggi kandungan gula, garam dan lemak. Akibatnya, banyak anak-anak saat ini yang mengalami kegemukan (obesitas), bahkan menderita diabetes (penyakit kelebihan kandungan zat gula dalam darah).

Karena itu, demikian Dr. Rahmat, orang tua, terutama ibu, harus meningkatkan pengetahuan mengenai kesehatan dan tumbuh kembang anak, serta memahami pola makan dan asupan gizi makanan yang dibutuhkan anak. Dengan cara itulah, maka anak-anak Indonesia akan tumbuh menjadi penerus bangsa yang produktif, andal, sehat dan cerdas.

“Pemerintah juga diminta untuk lebih lagi memberikan perhatian bagi keamanan pangan yang dikonsumsi anak-anak melalui pengawasan ketat terhadap produk-produk pangan yang beredar,” imbuh Rahmat.

Sementara itu, Prof. Ahmad Sulaeman, ahli gizi Fakultas Ekologi Manusia IPB (Institut Pertanian Bogor), mengungkapkan,” Masyarakat Indonesia sangat perlu mengkonsumsi pangan lokal karena memilikli gizi yang lebih tinggi dibandingkan impor.”

Dalam diskusi singkat bertema “Jelajah Gizi” beberapa waktu lalu, Prof Ahmad mengemukakan, sedikitnya ada tiga alasan mengapa pangan lokal sangat perlu dikonsumsi.

Pertama, pangan lokal lebih aman ketimbang impor karena pemerintah dapat dengan mudah menyusuri asal usul pangan tersebut. Pangan lokal biasanya dapat dijual dalam kondisi masih segar karena langsung ditawarkan ke masyarakat setelah dipanen. Kondisi pangan yang masih segar tersebut sangat baik dikonsumsi untuk pemenuhan gizi yang berimbang.

Kedua, harganya lebih ekonomis karena tidak perlu mengeluarkan biaya angkutan dan biaya pengemasan yang lebih mahal dibandingkan pangan impor. Selain itu, pangan lokal mudah sekali di dapat di berbagai pasar, terutama pasar tradisional.

Ketiga, kedaulatan pangan yaitu pangan lokal harus menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Maksudnya, dengan mengkonsumsi pangan lokal, maka masyrakat luas sudah turut memberikan kontribusi bagi kesejahteraan hidup para petani dan pedagang pangan lokal di berbagai pasar, terutama pasar-pasar tradisional.

Kendati sudah mengupayakan makanan dengan asupan gizi berimbang, para orang tua juga jangan lupa agar selalu memperhatikan dan menjaga makanan anak-anaknya ketika berada di luar rumah, terutama ketika mereka mengajak anak-anaknya mengunjungi berbagai mal.

Orang tua harus berusaha semaksimal mungkin agar tidak mengajak anak-anaknya untuk menyantap makanan siap saji yang pada umumnya digolongkan sebagai ‘makanan sampah’ (junk food). Pasalnya, makanan siap saji tersebut pada umumnya dapat memicu kegemukan (obesitas) anak dalam perkembangan tubuhnya.

Di Indonesia, mayoritas makanan siap saji tersebut ditawarkan di berbagai mal dan tempat-tempat lain yang menjadi pusat kegiatan anak-anak. Selain karena faktor kebersihan yang hingga kini terkadang masih dipertanyakan, makanan siap saji tersebut kadang-kadang juga diolah dari bahan makanan curah tanpa merek dagang yang cukup dikenal konsumen. Itu bertujuan agar produsen makanan siap saji tersebut dapat meraih keuntungan yang sebesar-besarnya.

Lebih jauh, makanan siap saji tersebut juga ditengarai banyak mengandung berbagai bumbu penyedap masakan yang memberikan ciri khas rasa dan aroma tertentu . Hingga kini, para konsumen tidak mengetahui komposisi racikan bumbu-bumbu penyedap masakan tersebut. Karena itu, makanan cepat saji sangat tidak disarankan untuk dikonsumsi anak-anak, maupun orang dewasa.

Beberapa waktu lalu, Kantor Berita China, Xinhua, melaporkan, kekhawatiran terhadap dampak buruk akibat mengkonsumsi makanan cepat saji telah mendorong pemerintah Kerala, sebuah negara bagian di India bagian Selatan, untuk mengenakan “pajak kegemukan” sebesar 14,5 persen terhadap makanan berkategori junk food, seperti burger, pizza, donat serta berbagai makanan siap saji lainnya. Itu dilakukan pemerintah negara bagian tersebut guna membantu orang-orang obesitas untuk mengurangi lemak dalam tubuh mereka.

Menjaga asupan gizi anak ternyata tidak hanya sampai di situ saja. Peran orang tua menyiapkan bekal minuman dan makanan dengan gizi seimbang bagi anaknya untuk dikonsumsi di sekolah ketika istirahat belajar, juga merupakan bagian dari hak seorang anak untuk sehat. Dengan demikian, orang tua tidak perlu lagi khawatir anaknya akan mengkonsumsi jajanan yang tidak bermutu.

Untuk mempersiapkan bekal minuman dan makanan dengan gizi seimbang memang perlu pendekatan khusus terhadap anak agar mereka mau menerima hal tersebut demi kebaikan mereka di masa depan. Untuk itu, para orang tua diharapkan dapat melakukan pendekatan yang bijak agar anak-anaknya tidak terpengaruh oleh teman-temannya yang terbiasa jajan di sekolah.

Jajan adalah hal yang paling menyenangkan dan mengasyikkan bagi anak-anak. Akan tetapi, jika orang tua lalai mengawasi makanan jajanan yang dibeli anak, hal itu juga sangat fatal. Karena itu, orang tua diharapkan dengan lemah lembut dapat memberikan pengertian kepada anak-anaknya untuk membawa bekal dari rumah.

Berilah pengertian kepada anak bahwa bekal yang dibawa dari rumah itu lebih bersih, lebih lezat dan lebih murah harganya dibandingkan harga jajanan sehingga dapat berhemat. Melalui kegiatan tersebut, maka para orang tua secara tidak sengaja juga telah meluangkan waktunya untuk membina kedekatan secara rohani dengan anak-anaknya.

“Sesibuk apapun, luangkan waktu untuk anak,” tegas Susanto, Ketua KPAI, di Depok, Sabtu (25/01/2020). Meluangkan waktu untuk anak dapat membina kebersamaan dengan mereka sebagai upaya membangun kedekatan orang tua dengan anak secara rohani.

Menurut berbagai riset yang dilakukan, kedekatan seperti itu dapat mempengaruhi citra diri anak-anak serta cara pandang mereka terhadap kehidupan, bahkan keberhasilan karir mereka di masa depan.

Salah satu riset dilakukan oleh Carol Sigelman dan Rider. Riset tersebut menunjukkan bahwa kedekatan orang tua dengan anak akan menimbulkan rasa aman dan nyaman bagi anak-anak dalam hidupnya. Dengan adanya rasa aman dan nyaman ini, maka anak-anak akan memiliki daya juang yang tinggi untuk meraih kesuksesan, berani mengambil berbagai risiko dalam hidup, dan mereka selalu fokus pada tujuan akhir.

Sebaliknya, menurut riset itu, tanpa adanya kedekatan tersebut, maka anak-anak akan kehilangan rasa aman dan nyaman. Kondisi ini dapat melemahkan citra diri mereka karena merasa kurang dihargai, tidak patut dicintai, bahkan merasakan hidup yang penuh beban sehingga mereka rentan mengalami depresi. Itu tentunya sangat berbahaya pula bagi masa depan mereka.

Karena itu, menurut Susanto, kendati pekerjaan padat, para orang tua yang sangat sibuk dengan pekerjaannya tersebut harus sebisa mungkin meluangkan waktu untuk membangun kebersamaan dengan anak-anaknya agar mereka dapat tumbuh menjadi pribadi yang sehat, memiliki ketrampilan sosial yang andal, serta memiliki karakter yang unggul.

Pada prinsipnya, setiap orang tua harus menyadari bahwa setiap anak berhak untuk sehat demi mencapai masa depan yang gemilang, terutama untuk menjadi Generasi Emas 2045. Karena itu, kesehatan anak sudah sepenuhnya menjadi tanggung jawab setiap orang tua. Itu sesuai dengan Undang-Undang No. 35/2014, Pasal 8, yang berbunyi “Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai kebutuhan fisik, mental, spiritual dan sosial.”

Undang-undang tersebut juga diperkuat dengan Undang-Undang No. 36/2009, Pasal 13 ayat 1, tentang kesehatan yang menjelaskan bahwa “Setiap bayi dan anak-anak berhak terlindungi dan terhindar dari segala bentuk diskriminasi dan tindak kekerasan yang dapat mengganggu kesehatannya.” (Abraham Sihombing)

 

Komentar Berita

Industri Hari Ini

Ilustrasi tiket

Kamis, 28 Maret 2024 - 17:49 WIB

Jangan Kelewatan, Ini 10 Tips Mendapatkan Tiket dan Voucher Belanja Online!

Berbelanja online telah menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari, menawarkan kemudahan, variasi produk, dan tentu saja, kesempatan untuk menghemat uang melalui tiket dan voucher serta…

Renos

Kamis, 28 Maret 2024 - 17:36 WIB

Cari Furnitur dan Elektronik Rumah yang Murah? Datang ke Event Renos Gebyar Ramadhan Saja!

Di era yang serba cepat ini, mencari furnitur dan elektronik untuk rumah tidak lagi memerlukan waktu dan usaha yang banyak. Mulai dari mencari furnitur untuk kamar hingga elektronik rumahan…

PT Bank Syariah Indonesia Tbk. (BSI) secara konsisten mendukung program pemerintah dalam mewujudkan Net Zero Emission (NZE) dari berbagai aspek. Salah satunya pembiayaan ramah lingkungan dengan membidik sektor pertanian melalui BSI Mitra Plasma Sawit. Kunjungan dilakukan ke salah satu kebun sawit di Sumatera.

Kamis, 28 Maret 2024 - 17:20 WIB

Dorong Sustainable Banking, BSI Dukung Pembiayaan Sawit Bagi Petani Plasma

PT Bank Syariah Indonesia Tbk. (BSI) secara konsisten mendukung program pemerintah dalam mewujudkan Net Zero Emission (NZE) dari berbagai aspek. Salah satunya pembiayaan ramah lingkungan dengan…

Ilustrasi perumahan

Kamis, 28 Maret 2024 - 17:16 WIB

Terdepan di Wilayah Jabodetabek, Bogor Catat Selisih Pertumbuhan Harga Hunian Tertinggi

Tren harga rumah di Indonesia mengalami peningkatan tahunan sebesar 2,4 persen pada bulan Februari 2024 dibandingkan sejak Februari 2023. Rumah123 mencatat Bogor mengalami kenaikan harga hunian…

Bank Tabungan Pensiun Nasional Tbk (BTPN)

Kamis, 28 Maret 2024 - 14:44 WIB

Bank BTPN Akuisisi Dua Perusahaan Pembiayaan PT Oto Multiartha dan PT Summit Oto Finance

Akuisisi OTO dan SOF jadi tonggak penting bagi Bank BTPN dalam mendorong inovasi produk dan layanan yang semakin relevan dengan kebutuhan perbankan dan pembiayaan masyarakat Indonesia.