Syafruddin Temenggung Ungkap Kronologi Pengangkatan Sebagai Ketua BPPN

Oleh : Herry Barus | Jumat, 24 Agustus 2018 - 05:30 WIB

Syafruddin Arsyad Temenggung, mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). (Foto Ist)
Syafruddin Arsyad Temenggung, mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). (Foto Ist)

INDUSTRY.co.id - Jakarta- Syafruddin Arsyad Temenggung mengungkapkan kronologi pengangkatannya sebagai ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) oleh presiden saat itu Megawati Sukarnoputri.

"Kami awalnya sudah ditugaskan menjadi duta besar WTO (World Trade Organization), tapi Pak Djatun (Dorodjatun Kuntjoro-Djakti) menolak dan mengatakan 'tidak mau Pak Syaf sebagai dubes dari Indonesia berangkat ke WTO', setelah itu Pak Djatun bahkan mengatakan 'you jadi ketua BPPN," kata Syafruddin dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (23/8/2018)

Syafruddin menjadi terdakwa dalam perkara dugaan korupsi penerbitan Surat Pemenuhan Kewajiban Pemegang Saham yang merugikan keuangan negara Rp4,58 triliun. Ia menjadi perkara bersama-sama dengan Dorodjatun Kuntjoro-Djakti selaku Ketua Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) serta pemilik BDNI (Bank Dagang Negara Indonesia) Sjamsul Nursalim dan Itjih S Nursalim.

Sebelumnya Syafruddin adalah Sekretaris KKSK sejak Desember 2000 sekaligus Deputi di Kementerian Koordinator bidang Ekonomi, Keuangan dan Industri (Menko Ekuin) yang dijabat oleh Dorodjatun Kuntjoro-Djakti yang juga menjadi ketua KKSK.

"Sebulan itu saya dipanggil Bu Presiden (Megawati Sukarnoputri), ada Pak Boediono (Menteri Keuangan), Pak Djatun, dan anggota KKSK lain. Kata ibu 'Pak kami putuskan you ketua BPPN', saya terdiam," ungkap Syafruddin dengan terbata, seperti dilansir Antara.

Ia pun meminta penjelasan siapa atasannya dan apa landasan hukum pekerjaannya nanti.

"Ibu siapa atasan saya?', dijawab 'Saya melalui Menteri Keuangan dan KKSK', lalu saya tanya, 'Jadi saya tidak mendengarkan siapapun juga kecuali Ibu melalui KKSK?'. Saya meminta KKSK memberikan kami kebijakan dasar bagaimana mengatasi putusan BPPN ini," jelas Syafruddin.

Syafruddin lalu menjelaskan bahwa Dorodjatun lalu mempersiapkan tiga keputusan KKSK sebagai dasar kebijakan kerja BPPN yaitu mengenai penyehatan perbankan, restrukturisasi aset dan Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham (PKPS).

“Yang sudah ada soal penyehatan dan PKSP, satu yang disiapkan berkaitan dengan penjaminan karena kegiatan kami di BPPN luar biasa banyak, orang nabung di bank mau ambil uang tapi tidak bisa, jadi kami harus urus satu per satu, jadi ada 3 keputusan KKSK untuk kami mengerjakan tugas," ungkap Syafruddin.

BDNI adalah salah satu bank yang dinyatakan tidak sehat dan harus ditutup saat krisis moneter pada 1998. BDNI mengikuti Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham (PKPS) dengan pola perjanjian "Master Settlement Aqcuisition Agreement" (MSAA).

 BPPN menentukan Jumlah Kewajiban Pemegang Saham (JKPS) per 21 Agustus 1998 memiliki utang (kewajiban) sebesar Rp47,258 triliun yang terdiri dari Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) senilai Rp35,6 triliun dan sisanya adalah simpanan pihak ketiga maupun letter of credit.

Sedangkan aset yang dimiliki BDNI adalah sebesar Rp18,85 triliun termasuk di dalamnya utang Rp4,8 triliun kepada petani tambak yang dijamin oleh PT Dipasena Citra Darmadja (DCD) dan PT Wachyuni Mandira (WM) milik Sjamsul Nursalim yang awalnya disebut Sjamsul sebagai piutang padahal sebenarnya adalah utang macet (misrepresentasi).

Dari jumlah Rp4,8 triliun itu, sejumlah Rp1,3 triliun dikategorikan sebagai utang yang dapat ditagihkan (sustainable debt) dan dibebankan kepada petambak plasma dan yang tidak dapat ditagihkan (unsustainable debt) sebesar Rp3,5 triliun yang dibebankan kepada Sjamsul sebagai pemilik PT DCD dan PT WM berdasarkan keputusan KKSK pada 27 April 2000 yang dipimpin Kwik Kian Gie.

Namun berdasarkan keputusan KKSK pada 29 Maret 2001 yang dipimpin Rizal Ramli, utang yang dapat ditagih menjadi Rp1,1 triliun dan utang tidak dapat ditagih menjadi Rp1,9 triliun berdasarkan kurs Rp7000/dolar AS. Sjamsul tetap menolak membayarkan utang tersebut.

Syafruddin lalu memerintahkan anak buahnya membuat verifikasi utang tersebut dan berkesimpulan seluruh utang "sustainable" dan "unstainable" adalah Rp3,9 triliun dengan kurs Rp8500/dolar AS pada 21 Oktober 2003 yang dilaporkan dalam rapat terbatas pada 11 Februari 2004 yaitu utang yang dapat ditagih ke petambak Rp1,1 triliun dan utang tak tertagih Rp2,8 triliun.

Bahkan pada 13 Februari 2004 di bawah kepemimpinan Dorodjatun, KKSK menyetujui penghapusan utang PT DCD dan PT WM sehingga tinggal utang petambak senilai Rp1,1 triliun dengan rincian utang petambak menjadi Rp100 juta/petambak dikalikan 11 ribu petambak dari tadinya utang Rp135 juta/petambak.

Belakangan saat dijual ke investor, dana untuk negara tinggal Rp220 miliar karena Rp880 miliar dipergunakan sebagai utang baru petambak yaitu Rp80 juta/petambak sehingga pendapatan negara yang seharusnya Rp4,8 triliun menjadi tinggal Rp220 miliar atau negara dirugikan Rp4,58 triliun berdasarkan audit investigasi BPK RI.

Komentar Berita

Industri Hari Ini

Sidharth Malik, CEO, CleverTap

Kamis, 25 April 2024 - 19:51 WIB

CleverTap Boyong 10 Penghargaan Bergengsi di Stevie Awards 2024

CleverTap, platform engagement all-in-one, membawa pulang 10 penghargaan bergengsi dari Stevie Awards 2024, platform penghargaan bisnis pertama di dunia. Perusahaan mendapat pengakuan global…

Adi Nugroho, Praktisi HRD, Mahasiswa Magister Fakultas Management Technology President University.

Kamis, 25 April 2024 - 19:40 WIB

Anda Lulusan SMK : Penting Untuk Memiliki Strategi 'Memasarkan' Diri

Perkembangan teknologi dan komunikasi telah membawa manusia pada era industry 4.0. Perkembangan tersebut membawa perubahan disetiap lini kehidupan termasuk di ranah Pendidikan dan industri.…

Diskusi bertajuk Tuntutan Implementasi Bisnis Properti & Pembiayaan Hijau (Foto: Ridwan/Industry.co.id)

Kamis, 25 April 2024 - 19:33 WIB

Kian Prospektif, Stakeholder Harap Insentif Properti Hijau

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) terus berupaya mendorong konsep bisnis berkelanjutan di sektor properti termasuk sektor pembiayaannya.

Direktur Utama PT Pegadaian, Damar Latri Setiawan

Kamis, 25 April 2024 - 17:21 WIB

Pegadaian Catat Laba Rp.1,4 T di Kuartal I/2024

PT Pegadaian mencatat kinerja positif pada periode tiga bulan pertama di Tahun 2024. Tercatat pertumbuhan Aset sebesar 14,3% yoy dari Rp. 76,1 triliun naik menjadi Rp. 87 triliun. Kemudian Outstanding…

RUPST PT Dharma Polimental Tbk.

Kamis, 25 April 2024 - 17:11 WIB

Ditengah Situasi Wait & See, Penjualan DRMA Tetap Stabil di Rp1,34 Triliun di Kuartal 1 2024

Emiten manufaktur komponen otomotif terkemuka di Indonesia, PT Dharma Polimetal Tbk (DRMA) membagikan dividen tunai sebesar Rp171,29 miliar kepada para pemegang saham.