GPMT Ingin Peternak Berlangsung Usahanya

Oleh : Wiyanto | Rabu, 21 April 2021 - 19:21 WIB

INDUSTRY.co.id-Jakarta-Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT) perlu meluruskan harga pakan di lapangan hanya berkisar Rp 7.000 – 7.800 / kg, dengan harga rata –rata Rp 7.300 / kg.

Dalam menghadapi situasi harga bahan baku utama pembuatan pakan baik bahan baku local (jagung) maupun impor (SBM, MBM, dll) yang terus meningkat, para produsen pakan anggota GPMT berusaha keras untuk terus membantu para peternak untuk tetap bisa bertahan kelangsungan usahanya.

"Penyerapan Jagung dari Industri Pakan Saat ini rata – rata penyerapan jagung dari anggota GPMT adalah dibawah 7 juta ton / tahun (tahun 2019 sebesar 6,6 juta ton dan tahun 2020 sebesar 6,5 juta ton), dengan asumsi pemakaian jagung dalam formula pakan adalah sebesar 40% saja," kata Desianto Budi Utomo, Ketua Umum GPMT di Jakarta, Rabu (21/4/2021).

Menurut dia, pemakaian jagung untuk beberapa jenis pakan idealnya rata – rata 50%, bahkan untuk jenis pakan tertentu pemakaian jagung dalam formula pakan bisa lebih dari 50%. Kecukupan jagung di industri pakan saat ini mengalami penurunan (Januari 35 hari, Februari 33 hari, dan dibulan Maret 32 hari). Idealnya kecukupan jagung pada industri pakan untuk 2 bulan. Pada saat puncak panen (panen raya) dibulan Maret dan April, harga jagung terus melambung bahkan saat ini di Sentra penghasil jagung seperti di Sumatera Utara harga per tanggal 20 April 2021 sudah menyentuh Rp 6.100 / kg (KA 15% franco pabrik) jauh diatas harga acuan dalam Permendag No. 07 Tahun 2020sebesar Rp 4.500 / kg.

Terkait dengan wacana Pemerintah mengenai importasi pakan lanjut dia, secara nasional pabrik pakan Indonesia masih memiliki idle capacity terpasang sekitar 35%. Dampak importasi pakan akan sangat massive terhadap industri pakan nasional yang sudah lebih dari 50 tahun swasembada pakan.

Adanya, multiplier effects dari importasi pakan terhadap industri bisa meluas ke sub sektor lainnya, seperti Petani jagung, Peternak dan Pedagang ayam (ayam petelur maupun ayam pedaging), tenaga kerja budidaya ayam, anak – anak kendang, serapan katul dan bahan pakan lainnya.

"Ada sekitar lebih dari 12 juta keluarga Petani dan Peternak yang bergantung kehidupannya pada industri pakan," katanya.

Belajar dari kasus importasi ayam di Filipina, ia mengungkapkan, sekali masuk daging ayam ke negara tersebut untuk test injury impact telah menyebabkan industri ayam di Filipina collapse dan hingga sekarang ini tidak bisa bangkit lagi.

"Akan menjadi trigger untuk importasi ayam dengan dasar pemikiran bahwa harga ayam impor (Brazil) lebih murah. Demikian press release ini kami sampaikan, untuk meluruskan informasi yang dimuat di dalam media kemarin. Atas perhatian dan kerjasamanya diucapkan terima kasih," jelasnya.