Ya Ampun, Pertamina Digugat Rp39,5 Triliun oleh Perusahan asal AS, Mulyanto DPR 'Geleng-geleng'

Oleh : Candra Mata | Sabtu, 09 Januari 2021 - 13:30 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta, Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto, meminta Pertamina menjelaskan secara terbuka kepada publik terkait persoalan gugatan dari Anadarko Petroleum Corporation senilai Rp 39,5 triliun.

Menurutnya, gugatan perusahaan asal Amerika itu nilainya tidak main-main.

"Nilainya sebesar Rp 39,5 triliun akibat pembatalan perjanjian impor LNG 1 juta ton (MTPA) pertahun dalam jangka waktu 20 tahun dari Mozambik pada Februari 2019 lalu," ucapnya beberapa waktu lalu seperti dikutip redaksi Industry.co.id pada Sabtu (9/1/2021).

Tak hanya itu, dirinya meminta juga kepada Pemerintah agar lebih akurat dalam menyusun perencanaan pertumbuhan kebutuhan energi.

Jangan sampai terjadi ketidaksesuaian atau miss match dalam kalkulasi supply energi di tanah air.

"Sebelumnya, kasus listrik PLN yang over supply mendekati 50%. Saat produksi listrik berlebih PLN malah membangun pembangkit dengan utang yang mencapai Rp 500 triliun," terangnya.

Adapun terkait persoalan komoditas gas yang dialami Pertamina ini menurutnya juga serupa. 

"Di saat produksi LNG kita surplus, sehingga memungkinkan ekspor, Pertamina justru mengimpor gas ini dalam jumlah besar. Logikanya tidak pas. Padahal diketahui, bahwa transaksi berjalan perdagangan migas kita terus tekor setiap tahun. Semestinya yang dilakukan bukanlah impor gas, tetapi ekspor,” tegas Mulyanto.

Selain itu, legislator asal PKS ini juga mendesak Pemerintah menegur jajaran direksi Pertamina yang ingin mengambil keuntungan dengan menabrak logika perdagangan komoditas energi selama ini.

“Secara umum strategi dasar kita adalah menggenjot lifting migas, sehingga kita dapat semakin baik memenuhi kebutuhan migas domestik dan terus mengurangi impor migas, yang dengan itu defisit transaksi berjalan migas dapat direduksi. Syukur-syukur kalau bisa surplus. Bukan malah memperbesar defisit transaksi berjalan melalui impor LNG,” jelasnya.

Menurut Mulyanto, Pertamina terkesan lalai menganalisis data kebutuhan gas dalam negeri. 

"Akibatnya pertamina harus menghadapi gugatan dengan nilai yang tidak sedikit," pungkasnya.