Ini Arah Pencak Silat Betawi Sebagai Warisan Budaya Dunia tak Benda

Oleh : Wiyanto | Minggu, 26 Januari 2020 - 16:17 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta - Pencak silat terutama Betawi didorong punya inovasi agar dapat merekrut pemuda agar tertarik belajar ilmu beladiri Betawi ketimbang yang dari asing.

Yusron Sjarif, Ketua Bidang Komunikasi Lembaga Kebudayaan Betawi mengungkapkan itu penting makanya ia memperkrasai program silat tidak hanya Betawi namun tetap silat di seluruh nusantara.

"One pride tidak ada yang dari silat, ada satu dari Setia Hati. Kondisi ini yang harus disadari dan ada pembenahan," katanya.

Roni Adi, Ketua Perkumpulan Betawi Kita, menegaskan banyak hal positif yang terdapat dalam pencak silat, di antaranya menghargai sesama dan menghormati orang yang lebih tua.

“Dalam beberapa gerakan pencak silat Betawi khususnya, terdapat gerakan yang digali dari ajaran agama Islam, seperti gerakan ketika orang berwudlu dan gerakan shalat. Para murid juga berdoa sebelum latihan rutin. Pencak silat dipakai bukan untuk berbuat semena-mena, tapi mengajarkan untuk menahan diri dan menjaga harmonisasi dengan alam sekitar,” kata Roni yang juga Ketua komunitas pegiat silat Betawi Sikumbang Tenabang di Jakarta, Minggu (26/1/2020).

Kabar ini menggembirakan karena setelah perjuangan panjang, pencak silat yang memiliki akar tradisi kuat di Indonesia dan Malaysia berhasil mengokohkan sebagai sebuah tradisi yang memiliki akar pada dua aspek: bela diri dan mental-spiritual. Pencak silat menjadi warisan dunia kesepuluh yang ditetapkan UNESCO setelah wayang, keris, batik, angklung, tari saman, noken, tiga genre tari tradisi Bali, kapal phinisi, dan pelatihan batik.

Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) telah menetapkan pencak silat sebagai salah satu Warisan Budaya Takbenda (WBTb) Dunia dari Indonesia dalam sidang Komite Warisan Budaya Takbenda UNESCO di Bogota, Kolombia, yang berlangsung pada 9-14 Desember 2019.

Pencak silat dianggap memiliki seluruh elemen yang membentuk warisan budaya tak benda. Pencak silat terdiri atas tradisi lisan, seni pertunjukan, ritual dan festival, kerajinan tradisional, pengetahuan dan praktik sosial serta kearifan lokal.

Dalam buku Maen Pukulan Khas Betawi karya GJ Nawi, dituliskan tentang adanya 317 aliran maen pukulan Betawi. Sebarannya luas, mulai dari Betawi Pesisir (Foreland), Betawi Tengah (Midland), Betawi Pinggir dan Udik (Hinterland). Beberapa di antaranya telah terdaftar sebagai warisan budaya takbenda dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Terbaru pada 2019, ada silat Mustika Kwitang, silat Pusaka Djakarta, silat Troktok dan silat Sabeni Tenabang. Menyusul yang sudah ditetapkan lebih dulu adalah silat Beksi, dan silat Cingkrik.

Sementara di berbagai provinsi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI telah menetapkan antaranya Penca’ dari Jawa Barat, Silek Minang dari Sumatra Barat, Silek Tigo Bulan dari Riau, Pencak Silat Bandrong dari Banten sebagai WBTb. Dengan penetapan ini, perlu ada berbagai strategi dan basis agar pencak silat menjadi lebih maju dan dikenal. Apalagi pencak silat bukan saja sekadar olahraga bela diri, tapi telah menjadi jalan hidup bagi para pelakunya.

Dengan status sebagai warisan budaya dunia tak benda, butuh upaya bersama sejumlah pihak, baik dari komunitas silat, pemerintah pusat dan daerah, serta berbagai lembaga kebudayaan lainnya. Oleh sebab itu, dalam kongko tuker pikiran Betawi Kita kali ini akan membahas proses penetapan Pencak Silat Indonesia sebagai WBTb Dunia oleh UNESCO dan harapan ke depan agar terjadi sinergitas antara para praktisi silat, akademisi dan pemerintah provinsi DKI Jakarta dalam meningkatkan pelestarian dan pengembangan Pencak Silat Betawi pasca penetapan Pencak Silat Indonesia sebagai WBTb Dunia oleh UNESCO.

Diskusi akan diadakan hari Minggu, 26 Januari 2020 pukul 15.00 - 17.30 di Selasar Graha Bhakti Budaya TIM Cikini dengan para pembicara: Gres Grasia Azmin (dosen UNJ dan peneliti Beksi), Yusron Sjarif (Ketua Bidang Komunikasi Lembaga Kebudayaan Betawi) dan Iwan Henry Wardhana (Kepala Dinas Kebudayaan DKI Jakarta).