Jelang Pemilu 2019, PGRI Tidak Berafiliasi ke Partai Politik

Oleh : Herry Barus | Rabu, 08 Agustus 2018 - 08:41 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta- Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia menegaskan organisasi tersebut tidak terlibat dalam politik praktis dan tidak menjadi bagian atau berafiliasi dengan partai politik manapun.

"PGRI berdiri di atas semua golongan, dengan mengutamakan kepentingan bangsa dan negara. Kami mengimbau seluruh guru dan tenaga kependidikan (GTK) di seluruh Indonesia, terus menunjukkan komitmennya untuk bebas dari pengaruh politik," ujar Ketua Umum PGRI Unifah Rosyidi kepada awak media saat menyampaikan hasil rekomendasi Forum Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) PGRI di Jakarta, Selasa (7/8/2018)

Dia mengatakan keterlibatan pengurus dan anggota PGRI dalam kontestasi politik adalah tanggung jawab pribadi sebagai warga negara yang memiliki hak konstitusional.

Penegasan atas sikap PGRI, kata dia, penting dilakukan mengingat pada 2019 adalah tahun politik.

PGRI, ujar Unifah seperti dilansir Antara,  telah menginstruksikan kepada pengurus di semua tingkatan dan anggota PGRI di seluruh Indonesia untuk menjunjung tinggi marwah organisasi dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan, menghormati perbedaan, menjaga kesejukan.

"Tidak melakukan maupun menyebarkan ujaran kebencian dan tidak melakukan hoaks sehingga kita bisa mengikuti proses demokrasi secara damai dan bermatabat," katanya.

Terkait dengan aksi masa Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) pada 10 Agustus mendatang, Unifah menegaskan PGRI tidak ambil bagian.

"PGRI tidak berafiliasi dengan KSPI dan sudah pisah dengan KSPI dan kami tidak bertanggung jawab, dan tidak terlibat dalam perencanaan dan tidak akan terlibat dalam aksi tanggal 10 Agustus 2018 tersebut," katanya.

Ia mengingatkan pentingnya semua pihak mengedepankan sikap saling menghormati antara KSPI dan PGRI sehingga ke depan tidak boleh ada penggunaan logo, panji, dan atribut PGRI dalam kegiatan KSPI.

Pada kesempatan itu, PGRI menyampaikan sejumlah apresiasi untuk pemerintah, terkait bakal dihidupkan kembali mata pelajaran TIK menjadi Informatika, selanjutnya akan diterbitkan larangan diklat berbayar bagi kepala sekolah dan pengawas sekolah.

Namun demikian, PGRI tetap meminta pemerintah untuk memperhatikan berbagai persoalan guru di Tanah Air.

Ia menyebut tentang tiga persoalan yang perlu dievaluasi oleh pemerintah terkait guru, yakni kualitas guru yang belum merata, kondisi Indonesia saat ini yang mengalami darurat guru atau kurang guru.

Berdasarkan data Kemendikbud, 44 persen posisi pengajar diisi oleh guru non-PNS.

"Mereka dihitung jumlahnya tapi tidak diperhatikan baik kualitas maupun kesejahteraannya," ujarnya.

Persoalan lainnya, ujarnya, kedaulatan guru.

Unifah menilai posisi guru saat ini tidak berdaulat, jauh lebih baik posisi dosen sebab sistem dosen lebih mudah dan simpel.

Ketiga persoalan itu, menurut Unifah, harus dibenahi oleh pemerintah dalam hal kesejahteraan guru.

Ia mengatakan kesejahteraan guru honorer juga masih kurang baik.

Kendati begitu, pihaknya berharap para guru tidak menyerah dengan berbagai kondisi tersebut.