"Televisi Khusus Parpol Merusak Demokrasi"

Oleh : Irvan AF | Selasa, 17 Januari 2017 - 13:04 WIB

INDUSTRY.co.id, Jakarta - Pengamat komunikasi Universitas Paramadina Eka Wenats Wuryanta menilai rencana pengaturan lembaga penyiaran khusus partai politik dalam revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran sebaiknya ditunda karena dapat merusak demokrasi di Indonesia.

"Mungkin dari sisi pendidikan politik ada nilai positif. Namun, dalam demokrasi di Indonesia yang masih seperti ini, destruktifnya akan sangat tinggi. Lebih baik ditunda dulu," kata Eka di Jakarta, Selasa (17/1/2017).

Menurut Eka, lembaga penyiaran khusus bagi partai politik akan menimbulkan permasalahan, apalagi bila lembaga penyiaran tersebut menggunakan frekuensi publik.

Bila pun lembaga penyiaran khusus bagi partai politik diperbolehkan, Eka menilai peraturan dan persyaratan yang harus dipenuhi harus sangat ketat.

"Bisa dipahami bila partai politik merasa perlu memiliki media untuk mengartikulasi pesan-pesan politiknya. Namun, itu harus diatur dengan sangat ketat," tuturnya.

Terkait dengan latar belakang munculnya wacana lembaga penyiaran khusus bagi partai politik, Eka menduga hal itu disebabkan kecemburuan sejumlah elit politik yang tidak bisa memanfaatkan media sebagai sarana untuk mengartikulasikan pesan secara optimal.

Di sisi lain, beberapa televisi milik konglomerat media yang juga merupakan politisi kerap digunakan untuk kepentingan politik pemiliknya.

"Fakta itu sebenarnya sudah merusak demokrasi Indonesia. Seharusnya itu diatur dan dibatasi, bukan malah semakin dibuka lebar-lebar," katanya.

Komisi I DPR tengah membahas revisi Undang-Undang Penyiaran. Dalam naskah DPR revisi Undang-Undang tersebut, terdapat pasal tentang lembaga penyiaran khusus bagi partai politik. (iaf)