Inpres Moratorium Sektor Sawit Harus Beri Kepastian Usaha

Oleh : Hariyanto | Kamis, 01 Maret 2018 - 17:00 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta- Rancangan Instruksi Presiden (Inpres) tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan Perkebunan sector Kelapa Sawit dan Peningkatan Produktivitas (moratorium sawit) harus memberikan kepastian bagi dunia usaha dan investasi.

Sebab menurut Pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistirasaat di Jakarta, Kamis (1/3/2018) saat ini pemerintah sedang mendorong masuknya investasi dan peningkatan ekspor.

Pihaknya menilai regulasi yang dibuat pemerintah banyak yang tidak sinkron dalam rangka mendorong investasi.

Di sektor perkebunan kelapa sawit, tambahnya, kebijakan moratorium sawit dan Peraturan Pemerintah (PP) No 71/2014 jo PP No 57/2016 (PP Gambut) merupakan regulasi yang bisa menghambat investasi.

"Padahal kita tahu bahwa investasi di sektor kelapa sawit memerlukan dana yang cukup besar. Kita juga eksportir besar di mana kita bersama Malaysia menguasai sekitar 90 persen pasar minyak sawit dunia. Sawit juga sebagai penyumbang devisa terbesar," kata Bhima melalui pernyataan tertulis.

Menurut dia, kebijakan Presiden yang memerintahkan kementerian melakukan deregulasi merupakan langkah yang tepat dalam rangka mendorong investasi.

Namun, tambahnya, di tengah upaya tersebut, pemerintah malah membuat inpres moratorium sawit.

"Saya melihat terjadi ketidaksinkronan. Kalau keridaksinkronan ini dilanjutkan maka nanti efeknya investasi dan ekspor tidak bisa optimal, serta cadangan devisa bisa terganggu," katanya.

Seharusnya, lanjutnya, sebelum mengeluarkan moratorium, pemerintah hendaknya melakukan kajian terhadap dampak yang ditimbulkan dari kebijakan tersebut, baik secara ekonomi maupun dampak terhadap penyerapan tenaga kerja.

Pihaknya mengingatkan pemerintah agar tidak membuat regulasi yang menimbulkan ketidakpastian hukum karena akan mengakibatkan ketidakpercayaan investor yang akan masuk menanamkan modalnya di Indonesia.

"Kebijakan moratorium ini dipastikan bisa menghambat investasi karena sawit merupakan sektor yang strategis bagi perekonomian nasional," katanya.

Dia menyatakan, terkait komoditas strategis, seharusnya pemerintah memberikan banyak insentif, selain itu, kalau ada hambatan, seharusnya pemerintah memberikan bantuan.

"Namun sikap pemerintah terhadap sawit ini sebaliknya. Di kala terjadi hambatan ekspor, para pelaku usaha sawit disuruh menghadapi sendiri hambatan tersebut," katanya.

Seharusnya, menurut dia, pemerintah menempatkan diplomat dagang yang mumpuni untuk menyelesaikan hambatan dagang tersebut. Hal itulah, yang dilakukan negara lain dalam memperlakukan komoditasnya yang dianggap strategis.

Sementara itu Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Ekonomi Syariah Universitas Airlangga (Unair) Dr Imron Mawardi kepada awak media menyatakan, moratorium tidak akan menyelesaikan masalah.

Dia menegaskan, persoalan lingkungan dan perizinan perkebunan kelapa sawit tidak perlu diselesaikan melalui moratorium.

"Moratorium tidak mendorong investasi dan juga tidak akan menyelesaikan masalah-masalah yang jadi alasan dilakukan moratorium," katanya.

Seharusnya, pemerintah memberikan berbagai insentif agar investasi masuk. Karena investasi dan ekspor sangat penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.

"Nah sektor perkebunan sawit ini kan menjadi andalan Indonesia untuk mendongkrak ekspor yang sangat dibutuhkan negara," katanya.

Pemerintah, lanjutnya,, seharusnya melindungi sawit melalui pemberian berbagai insentif. Pemerintah juga perlu melobi negara-negara yang menerapkan hambatan perdagangan, terutama dari negara-negara Uni Eropa dan Amerika Serikat.