Media Sosial Jadi Pertimbangan Perusahaan dalam Proses Rekrutmen Kerja

Oleh : Chodijah Febriyani | Rabu, 22 September 2021 - 10:00 WIB

INDUSTRY.co.id - Internet menjadi bagian penting masyarakat saat ini, digunakan untuk mencari informasi, bekerja, kegiatan belajar, transaksi keuangan, hingga berbelanja yang dapat dilakukan secara mobile lewat layar ponsel. Begitu cepatnya, sebagian masyarakat yang tampak masih awam belum memanfaatkan digital ini sesuai etika.

Setiap individu harus bisa membangun kualitas diri dengan memiliki etika digital, berilmu dan berdaya sehingga bisa menjadi pribadi unggul di lingkungan. Jangan sampai karier menjadi hilang karena perilaku di media sosial dengan komentar kasar, ujaran kebencian, dan cyberbullying. 

Inilah salah satu kesimpulan yang dilakukan YouGov, menurut survei yang dipublikasikan di situs World Economic Forum tersebut perusahaan akan memeriksa latar belakang dan identitas pribadi di sosial media pelamar. 

"Hampir semua perekrut tidak ingin mempekerjakan pegawai yang memiliki unggahan kata-kata kasar, sering memposting hal negatif, atau berbagi informasi hoax, karena itu bijaklah dalam bermedia sosial," ujar Syarief Hidayatulloh, Digital Marketing Strategic Hello Morning Monday saat webinar Literasi Digital wilayah Kota Bekasi, Jawa Barat I, melalui siaran pers yang diterima Industry.co.id.

Sumber dari YouGov.com menyebutkan media sosial yang biasa dilakukan pengecekan oleh pemberi kerja adalah Linkedin (48 persen), Facebook (46 persen), Twitter (28 persen), dan Instagram (15 persen). 

Adapun jenis postingan yang dapat membuat seseorang kehilangan pekerjaan adalah unggahan bersifat agresif atau berbahasa kasar (75 persen), referensi ke penggunaan narkotika (71 persen), pola berbahasa yang buruk (56 persen), mengunggah foto diri saat mabuk (47 persen), dan terkait pandangan aktivitas politik (29 persen). 

Lebih lanjut Syarief mengatakan, memiliki etika dan membangun kualitas diri yang unggul pun kini bukan datang dari kemampuan dan kecerdasan diri sendiri, sebab di era digital sekarang ini diperlukan kolaborasi atau dengan tim kerja. 

"Penerapan kolaborasi digital ini menjadi salah satu kemampuan yang harus dimiliki setiap orang di masa kini. Terutama di masa pandemi Covid-19, penerapan kolaborasi digital sangat dibutuhkan untuk kegiatan bisnis dan mendukung aktivitas masyarakat," jelasnya.

Webinar Literasi Digital untuk wilayah Kota Bekasi, Jawa Barat I merupakan bagian dari sosialisasi Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika bekerja sama dengan Siberkreasi. 

Di webinar kali ini hadir pula nara sumber lainnya yaitu Henry V Herlambang, CMO Kadobox, Shandy Susanto, Dosen Universitas Agung Podomoro, Nandya Satyaguna, General Practition yang juga seorang dokter umum. 

Kegiatan ini merupakan bagian dari program Literasi Digital di 34 Provinsi dan 514 Kabupaten dengan 4 pilar utama. Di antaranya Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.