Terkuak, Alasan Penggunaan PLTS Atap Kini Semakin Diminati oleh Pelaku Industri

Oleh : kormen barus | Kamis, 12 Agustus 2021 - 12:49 WIB

INDUSTRY.co.id, Jakarta-Pemanfaatan energi terbarukan melalui sistem pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) Atap semakin diminati, hal ini terlihat dari banyaknya pelaku industri yang mulai sadar akan pentingnya penggunaan energi yang ramah lingkungan dalam kegiatan operasional perusahaannya. Seperti belum lama ini perusahaan yang bergerak dalam produksi baja lapis aluminium seng (galvalume), PT Saranacentral Bajatama Tbk (SCB) resmikan instalasi PLTS Atap di pabriknya yang berlokasi di Karawang, Jawa Barat.

Sebanyak 2160 panel surya yang terpasang di pabrik tersebut mampu menggantikan penggunaan listrik sebesar 1.065.506 kWh dan menekan produksi CO2 sebesar 995.183 kg setiap tahunnya. Hal ini semakin mempertegas komitmen PT Saranacentral Bajatama Tbk dalam menerapkan praktik bisnis yang berkelanjutan dan berorientasi terhadap efisiensi sumber daya.

Handaja Susanto, Presiden Direktur PT Saranacentral Bajatama Tbk mengatakan, “Seperti yang kita ketahui bahwa proses produksi baja memerlukan sumber energi yang besar, sehingga kami perlu terus menerus melakukan efisiensi pemakaian energi. Salah satu solusinya adalah menggunakan PLTS Atap sebagai sumber energi alternatif yang lebih murah dibandingkan sumber energi berbahan baku fosil serta mudah dipasang dan dirawat, juga tidak mengganggu kegiatan operasional kami.”

Selain SCB yang telah mengaplikasikan energi baru terbarukan dalam kegiatan operasionalnya, pelaku industri lainnya yakni PT Bina Niaga Multiusaha (BNM) sebagai perusahaan yang bergerak pada produksi dan pengelola stainless steel juga telah melakukan instalasi panel surya di atap pabriknya yang berlokasi di kawasan industri Jababeka, Bekasi.

Dengan melakukan instalasi PLTS Atap, kegiatan produksi yang dilakukan BNM juga disuplai listrik dari 784 panel surya yang terpasang sehingga mampu menghasilkan energi bersih sebesar 452.417 kWh dan mengurangi emisi karbon sebesar 422.557 kg setiap tahun. Jumlah karbon tersebut setara dengan penggunaan 117.968 liter bensin dan perlu menanam 5.302 pohon selama 10 tahun untuk mengurangi karbon tersebut.

Dwi Wahyu Jatmika, Direktur PT Bina Niaga Multiusaha menambahkan, “Instalasi PLTS Atap ini merupakan salah satu bentuk tanggung jawab kami dalam menerapkan kegiatan operasional yang ramah lingkungan, karena inginmendukung upaya kita bersama dalam mengurangi dampak terhadap perubahan iklim dunia. Kami yakin menggunakan energi matahari melalui pemasangan PLTS Atap merupakan langkah yang tepat bagi pelaku industri.”

Selain biaya pemakaian yang lebih rendah dari biaya energi berbahan baku fosil, tingginya minat pelaku industri terhadap penggunaan PLTS Atap juga didorong oleh teknologinya yang relatif mudah diimplementasikan. Partisipasi industri dalam pemanfaatan PLTS Atap juga akan membantu pemerintah dalam pencapaian target bauran energi baru terbarukan (EBT) sebesar 23% pada 2025.

Eka Himawan, Presiden Direktur PT Xurya Daya Indonesia menambahkan, “Kami sangat mengapresiasi langkah nyata yang diambil oleh PT Saranacentral Bajatama dan PT Bina Niaga Multiusaha untuk mendukung pelestarian lingkungan, dan kami bangga menjadi mitra dalam pemasangan, pengoperasian dan perawatan PLTS Atap di kedua perusahaan ini. Kami terus mendukung upaya seluruh pelaku industri untuk menggunakan energi baru dan terbarukan dengan menyediakan skema sewa tanpa biaya investasi untuk pemasangan, pengoperasian dan perawatan PLTS Atap.”

Menyusul keberhasilan produksi lembaran baja lapis seng yang banyak digunakan sebagai bahan dasar konstruksi, kelistrikan maupun suku cadang otomotif, PT Saranacentral Bajatama terus berbenah guna menjaga komitmen kami untuk selalu menjaga kepuasan pelanggan. Oleh karena itu di tahun 2010, PT Saranacentral Bajatama berniat meluncurkan produk baru yaitu baja lapis alumunium-seng (55%Al-45%Zn) yang juga dikenal dengan “Saranalume”.

Dengan pengalaman selama bertahun-tahun, didukung oleh tenaga ahli profesional di bidang galvanizing, laboratorium berteknologi tinggi dan sistem manajemen yang bersertifikat ISO 9001, kami percaya bahwa "Saranalume" dapat bersaing dalam kualitas dengan produk impor maupun produk lokal yang serupa.
BNM STAINLESS STEEL (PT. BINA NIAGA MULTIUSAHA) adalah satu-satunya produsen Precision Stainless Steel di Indonesia yang dapat memproduksi stainless steel lembaran dalam bentuk coil dengan ketebalan paling tipis 0.05mm dan lebar 5 mm, dengan 2 tipe produk: material lunak (Bright Annealed) maupun material keras (CSP).  

70% penjualan BNM Stainless Steel dilakukan dengan tujuan ekspor dan 30% nya adalah penjualan di pasar lokal. Sebagai perusahaan dengan 100% PMDN seluruh proses produksi dilakukan oleh 100% anak bangsa yang memiliki kualifikasi khusus dalam bidang metalurgi.

Kapasitas Produksi : 6,000 Tons per tahun dengan komposisi 65% material lunak (BA) dan 35% material keras (CSP). Profil Customer BNM : Pabrik Metal Stamping (Elektronik & Otomotif), Pabrik Fleksibel Hose, dll. Profil produk jadi BNM Stainless Steel : Automotive Window Trim (Innova, Fortuner, Xpander, Pajero), Cover Magnet Kendaraaan Roda Dua, Tabung Water Heater Dispenser, Cerobong Asap, dll.

PT Xurya Daya Indonesia (Xurya) merupakan startup energi terbarukan yang berbasis di Indonesia dengan visi menjadi pemimpin dalam teknologi dan solusi untuk energi bersih dan berkelanjutan. Xurya menawarkan metode TANPA INVESTASI dengan sistem sewa untuk memudahkan para pelaku industri melakukan peralihan ke energi surya dengan memberikan “one stop solution” mulai dari studi kelayakan, instalasi, operasi dan pemeliharaan (termasuk penggantian komponen).

Sampai saat ini, Xurya telah memasang, mengoperasikan dan merawat lebih dari 40 PLTS Atap yang sudah dari berbagai industri, seperti manufaktur (makanan dan minuman, FMCG, bahan bangunan, baja, tekstil dan garmen), cold storage, pusat logistik, hotel dan pusat perbelanjaan di berbagai kota di Indonesia mulai dari Palembang, Lampung, Tangerang, Jakarta, Bekasi, Cikarang, Purwakarta, Cirebon, Semarang, Tuban, Gresik, Surabaya, Sidoarjo dan Makassar.