Perempuan Kebaya Jadi Busana Harian Mengapa Tidak?

Oleh : Herry Barus | Jumat, 30 Juli 2021 - 13:45 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta- Tujuh tahun silam, empat orang mantan wartawan perempuan Indonesia membentuk komunitas Perempuan Berkebaya Indonesia (PBI). Mereka mendirikan komunitas ini untuk mengembalikan lagi kejayaan kebaya sebagai busana harian.

Dalam catatan sektertariat PIS, pada zaman penjajahan dulu, kebaya yang dipadukan dengan bawahan kain batik, songket, atau tenun, merupakan busana harian kaum perempuan Indonesia. Penggunaan kebaya bukan hanya sebagai fesyen semata, melainkan juga sebagai identitas bangsa di mata penjajah. Bahkan, perempuan bangsa Eropa turut mengganti pakaian mereka dengan kebaya sebagai cara beradaptasi dengan warga setempat.

Namun, seiring fesyen yang terus berkembang, kebaya tak lagi menjadi pilihan utama masyarakat Indonesia untuk berbusana sehari-hari. Kini, pemandangan perempuan memakai kebaya setiap hari umumnya hanya dijumpai di beberapa daerah di Jawa seperti Yogyakarta. Penggunanya pun biasanya sudah berusia tua. Perempuan lainnya mengenakan kebaya hanya untuk menghadiri acara formal saja.

Karena itu, PBI berusaha mengembalikan kembali kebiasaan lama tersebut dengan membuat gerakan “Indonesia Berkebaya” dan “Selasa Berkebaya”. Melalui “Indonesia Berkebaya”, PBI mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk memakai kebaya dalam menjalani aktivitas harian. Mulai dari bekerja, berkumpul bersama teman-teman, hingga ke pasar.

Ketua PBI, Rahmi Hidayati, mengatakan bahwa dirinya selalu mengenakan kebaya ke manapun. Bahkan, ia juga pernah naik gunung pakai kebaya.

Rahmi mengaku sudah mulai pakai kebaya tiap hari. Bahkan, saat dia naik gunung pun, Rahmi berusaha pakai kebaya. Dia punya trik sendiri aik gunung pun saya pakai. Tidak sulit, asal tahu cara memakai kainnya,” ujar Rahmi, seperti dilansir dari cnnindonesia.com, beberapa waktu lalu.

Gerakan “Indonesia Berkebaya” diawali dengan “Selasa Berkebaya”, yaitu ajakan untuk memakai kebaya setiap hari Selasa. Setiap Selasa, anggota komunitas PBI mengenakan kebaya di manapun mereka berada dan apa pun aktivitas mereka.

Kedua gerakan tersebut berhasil menarik perhatian cukup banyak kaum perempuan untuk bergabung, termasuk kaum millennial. Salah satunya, Ribka Malise yang merupakan mahasiswi Jurusan Komunikasi Universitas Pelita Harapan. Dirinya tak segan memakai kebaya ke kampus.

Awalnya memang ada perasaan malu pada Ribka, tetapi seiring dengan berjalannya waktu dia jadi biasa saja. Dia malah bangga karena tampak lebih anggun daripada teman-teman sebayanya. Kebiasaan ini juga lebih mencerminkan rasa cintanya pada Tanah Air.

Lebih luas lagi, eksistensi komunitas PBI juga sudah terkenal hingga ke mancanegara. Selaku ketua, Rahmi pernah diundang oleh Konjen Indonesia di New York, Amerika Serikat, dan Kedutaan Besar Republik Indonesia di Jepang untuk berbicara soal kebaya.

Ajukan kebaya ke UNESCO

Rahmi bersama anggota komunitas PBI lainnya juga memiliki cita-cita kebaya dikenal dunia sebagai milik Indonesia. Keinginan ini semakin kuat ketika salah satu teman Rahmi yang ikut acara di Malaysia mendengar bahwa kebaya berasal dari sana.

Lebih lanjut, mereka ingin kebaya tak hanya diasosiasikan oleh suku Jawa saja. Kebaya adalah milik bangsa Indonesia. Dia sempat meneliti bahwa kemunculan kebaya itu di Sumatera, meski selama ini kebaya identik dengan pakaian orang Jawa.

Guna membuat kebaya diakui sebagai milik Indonesia, PBI kini sedang berjuang agar kebaya diakui oleh the United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) sebagai warisan dunia. Mereka mendaftarkan kebaya sebagai warisan tak benda asal Indonesia. Seperti batik, semua orang tahu asalnya dari Indonesia.

Dirinya pun mengajak seluruh masyarakat untuk ikut melestarikan kebaya agar tidak kena “tsunami” budaya alias hilang karena tergerus budaya lain. Tren budaya Barat dan Korea yang banyak peminatnya, menjadi salah satu ancaman kebaya terkena tsunami budaya.

Upaya lain yang dilakukan oleh komunitas PBI untuk melestarikan kebaya adalah meminta pemerintah menetapkan Hari Berkebaya Nasional laiknya Hari Batik. Usulan ini pun telah mendapat dukungan dari Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK).

Kemenko PMK dan Kementerian Keuangan pun telah mencanangkan program Selasa Berkebaya di lembaganya. Setiap Selasa, para karyawan perempuan kedua kementerian tersebut diwajibkan untuk memakai kebaya ke kantor.

Diharapkan, perjuangan komunitas PBI tersebut segera membuahkan hasil dan semakin banyak perempuan yang memilih kebaya sebagai busana harian. Anda mau ikutan?