Pasar Industri Semen Nasional Kian Sesak

Oleh : Nandi nanti, Robert | Sabtu, 20 Mei 2017 - 17:37 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta, Di tengah pelambatan ekonomi, Produksi semen Indonesia tumbuh pesat. Sisi lainnya terjadi over supply akibat belum berjalan maksimalnya proyek-proyek infrastruktur. Sementara dalam beberapa tahun terakhir pembangunan dan peningkatan dari pabrik-pabrik existing maupun pendatang baru kian gencar.

Pertumbuhan dan permintaan semen di Indonesia trennya terus meningkat. Menggeliatnya proyek pembangunan infrastruktur menjadi salah satu pemicu semakin bergairahnya pasar  semen di Indonesia. Apalagi saat ini Pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla sedang gencar-gencarnya membangun infrastruktur di semua lini. Mulai dari pelabuhan, jalan tol, hingga  jalur kereta api, guna  mendorong pertumbuhan ekonomi di tengah lesunya kondisi ekonomi global.

Dengan jumlah anggaran APBN mencapai Rp 2100 triliun, dimana Rp 400 triliun diantaranya digunakan untuk proyek infrastruktur, menyedot perhatian pelaku bisnis termasuk industri semen. Demikian juga sektor properti, kendati dikatakan lesu, toh pembangunan property tetap semarak, seperti halanya di property kelas menengah. Dipicu lagi dengan program besar pemerintah, yang mencanangkan pembangunan sejuta rumah.

Dengan jumlah penduduk yang besar, pasar Indonesia sangat terbuka lebar. Ini juga menjadi faktor pendorong kenaikan kapasitas dan ekpansi sejumlah produsen semen di Indonesia. Pasar yang menarik dan menjanjikan, rupanya menyedot minat banyak investor untuk meramaikan pasar  semen di negeri ini.

Ada beberapa alasan, mengapa pasar semen kian ramai. Pertama karena pemerintah membuka promosi besar-besaran untuk insfrastruktur dan lain-lain, jadi pemain asing tentu melihat kebutuhan semen di Indonesia sangat besar. kedua adalah konsumsi semen per kapita di Indonesia tidak terlalu tinggi. Konsumsi semen per kapita di Indonesia termasuk yang paling rendah. Singapura saja 1.1000kg per kapita.

Dari catatan Asosiasi Semen Indonesia (ASI), kendati  Indonesia produsen terbesar semen di Asia Tenggara dan  mengalahkan Vietnam. Namun konsumsi semen di Indonesia masih terpusat di Jawa. Produksi juga belum menyebar.  Pulau Jawa masih menjadi pasar terbesar dengan pangsa 55,2% , disusul Sumatra 23%, serta Sulawesi dan Kalimantan 7%.

Jadi inilah yang membuat pasar Indonesia masih terbuka lebar. Kendati sudah banyak pemain lokal dengan jumlah jaringan infrastruktur yang kuat, rupanya tak mengendorkan niat pelaku asing untuk merebut pasar Indonesia. Mereka hadir bak jamur di musim hujan, dengan ragam kekuatan dan teknogi pendukung.  Persaingan pun tak terhindarkan.

ASI mencatat  akan ada 10 pemain baru yang akan membangun pabrik di sejumlah wilayah. Kehadiran pemain  baru itu, sekaligus menguatkan  posisi asing dan swasta  di industri ini. Dalam catatan ASI perusahaan swasta dan asing saat ini telah menguasai 56 persen industri semen nasional, sedangkan sisanya 44 persen dipegang oleh dua BUMN semen, yakni Semen Indonesia dan Semen  Baturaja.

Mengantisipasi kondisi pasar yang ada, BUMN Semen Indonesia, sejak  awal telah mengendus kondisi ini, antara dengan melakukan ragam inovasi dan terobosan. Seperti pembukaan beberapa pabrik baru di dalam negeri serta  melakukan ekspansi ke beberapa negara seperti Vietnam dan beberapa negara lainnya.

Upaya awal yang dilakukan adalah melakukan sinergi antara Perseroan, PT Semen Padang, PT Semen Tonasa dan PT Semen Gresik sebagai operator pabrik Tuban, telah mampu memenuhi amanat dari pemerintah selaku pemegang saham utama, yakni menyediakan semen dari Nanggroe Aceh Darussalam hingga Papua. Sinergi yang tercipta juga mengokohkan Semen Indonesia bersama entitas anak usaha sebagai pemimpin pasar semen domestik.

Semen Indonesia tidak hanya menjadi pemimpin pasar di Indonesia, melalui akuisisi Thang Long Cement Company (TLCC) di Vietnam, menjadi bagian dari strategi Perseroan menjadi perusahaan multinasional dan memperbesar penguasaan pasar semen internasional. Setelah TLCC, Perseroan sedang menyiapkan pembangunan grinding plant di Myanmar dan Bangladesh.

Kapasitas Produksi

Bagaimana kapasitas produksi semen secara nasional? menurut Ketua ASI, Widodo Santoso, menyebutkan, kapasitas produksi semen pada tahun 2016 akan meningkat menjadi 82 juta ton per tahun.  Melonjaknya akan produksi tersebut karena ada lima pabrik baru yang mulai beroperasi pada tahun ini, yakni pabrik Semen Jawa milik SCG (Siam Cement Group), lalu Semen Merah Putih dari PT Cemindo Gemilang, Semen Bosowa dan Semen Bima serta Semen Tiga Roda (PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk).

Hanya saja, melejitnya angka  produksi tidak cukup mampu mendongkrak angka penjualan. Dari sisi penjualan semen secara nasional, naiknya tidak terlalu besar.

Tapi ASI masih yakin bahwa  tahun ini penjualan semen akan meningkat, mengingat seiring dengan baru mulai berjalannya  proyek infrastruktur pemerintah di tahun ini. Hitungannya, jika pertumbuhan ekonomi membaik, kebutuhan akan semen pasti meningkat.  Jika  infrastruktur berjalan mulus,  properti, bunga bank bagus, pengambilan kredit mudah, situasi perpajakan baik, komoditas booming, dan pendek kata semua laku dijual, menunjukkan Indonesia membutuhkan  banyak semen.

Sementara kalau  melihat peta permintaan semen  tahun 2016, Widodo menghitungnya sekitar 4 sampai dengan 6 persen  atau total permintaan masih sekitar di kisaran 64 juta ton hingga 65 juta ton per tahun. Faktanya, kendati  pasar semen domestik masih dikuasai oleh pemain lokal, dalam hal ini PT Semen Indonesia Tbk Persero, sisa  kebutuhan semen domestik masih menjadi ceruk pasar yang menggiurkan para gergasi semen dunia.

Dengan jumlah permintaan semen nasional yang diperkirakan sebesar 62,9 juta ton, sebesar  43,7% pasokan semen domestik memang masih dikuasai oleh PT Semen Indonesia Tbk. Sisanya sekitar 30% ditutupi oleh PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk, dan selebihnya menjadi  rebutan  sejumlah perusahaan asing dan lokal lainnya. 

Over Supply

Jika melihat data kapasitas produksi semen tahun ini yang mencapai 82 juta ton, dengan permintaan semen mencapai 62 juta maka dipastikan terjadi 'over supply. Dimana, perusahaan mengalami kelebihan produksi dan  tidak diserap pasar domestik.Tidak ada jalan lain kata Widodo adalah harus melakukan ekspor. “Hal ini banyak keuntungan ,” ujar Widodo. Karena selain  ekspor dapat menambah devisa negara, juga  untuk memperkuat nilai tukar rupiah.

Untuk menjaga 'over supply' semen nasional harus melakukan program ekspor  semen sebesar 5 juta ton hinga 8 juta ton. Pasar yang bisa dijadikan pangsa ekspor kita antara lain Afrika, Bangladesh, Filipina dan Australia dan Timur Tengah.

ASI menyatakan, pasar semen nasional tahun ini diperkirakan mengalami kelebihan pasokan (oversupply) sekitar 19 persen karena peningkatan kapasitas produksi yang melampaui permintaan. Alasan Widodo adalah, pelemahan permintaan semen akibat tertundanya sejumlah proyek pembangunan infrastruktur yang menyebabkan penjualan semen dalam negeri menurun hingga mengakibatkan pasar semen di dalam negeri mengalami oversupply.

Kondisi oversupply, menurut Widodo, dipicu oleh beroperasinya sejumlah pabrik baru seperti Semen Conch di Kalimantan Selatan, Semen Garuda di Jawa Barat, pabrik baru PT Holcim Indonesia Tbk (SMCB) di Tuban, pabrik semen BIMA di Jawa Tengah, serta pabrik baru PT Semen Bosowa pada Juli nanti. Hal itu mengakibatkan total kapasitas pabrik semen dalam negeri tahun ini bisa mencapai 75 juta ton.

Jika proyek infrastuktur tidak segera berjalan, lanjut Widodo, sementara pabrik baru mulai beroperasi, maka jumlah pasokan semen yang diproduksi di dalam negeri akan semakin besar dan terjadi oversupply hingga 2020.

Untuk menjaga over supply, Perusahaan semen yang berbasis di Jerman, Holcim Indonesia, misalnya telah mengambil inisiatif untuk melakukan langkah ekspor. Holcim tidak  berencana untuk menurunkan jumlah produksi semen pada tahun 2015 kendati permintaan semen domestik yang menurun ditambah pesaing lain yang terus bertambah.

Permintaan semen di dalam negeri terbanyak berasal dari properti, porsinya mencapai 70% - 75%. Proyek infrastruktur berkontribusi sekitar 25% - 30% dari total kebutuhan. Kendati porsinya besar tetapi pengaruh perlambatan sektor properti tak dirasakan signifikan terhadap penjualan semen.

Sejauh ini, guna merangsang minat investasi di industri semen, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) telah  bersedia merekomendasikan pemberian potongan pajak (tax allowance) untuk proyek pabrik di luar Pulau Jawa. Pada sisi lain produsen semen juga harus menurunkan efek gas rumah kaca sesuai Peraturan Presiden No. 61/2011.

Kemenperin mencatat selama 2013 – 2017 ada 12 investor siap membenamkan kapital US$6,68 miliar untuk membangun pabrik semen di Tanah Air. Efeknya tentu berupa peningkatan kapasitas produksi diperkirakan mencapai 108,77 juta ton per tahun. Jumlah ini setara dengan tambahan 48,3 juta ton terhadap kapasitas produksi 60,47 juta ton pada 2012.