RR: Berapapun Kenaikan PPN, Sembako Pasti Meroket, Daya Beli Masyarakat Semakin Ambruk

Oleh : Herry Barus | Jumat, 11 Juni 2021 - 09:00 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta- Rencana pemerintah untuk menaikan pajak pertambahan nilai (PPN), termasuk pada sembako sebesar 12 persen akan semakin menyengsarakan rakyat dan membuat jurang krisis semakin dalam.

Menurut begawan ekonomi, Rizal Ramli (RR) Jumat (11/6/2021) , berapapun persentase kenaikan PPN yang diterapkan pemerintah pastinya akan berdampak pada naiknya harga sembako.

Terlebih lagi, sambung mantan Menko Ekuin era pemerintahan Abdurrahman Wahid alias Gus Dur itu, kenaikan PPN itu diterapkan di tengah daya beli masyarakat yang sedang lesu.

"Dulu ngusulin kenaikan 15 persen. Setelah dikomentari  RR dan beberapa ekonom tanpa membantah substansi, eh ngotot naikin juga meski 12 persen," ujar Rizal Ramli, Jumat (11/6/2021).  

“Pihak yang menanggung beban pajak PPN sebagaimana yang termaktub dalam aturan perpajakan adalah konsumen akhir atau pembeli. Dengan demikian, masyarakat kena tambahan pengeluaran yang harus dibayarkan demi mengakomodasi kebijakan PPN,” sambung Rizal Ramli.

Mantan Anggota Tim Panel Ekonomi PBB itu mengkhawatirkan, dampak yang muncul dari kenaikan PPN sebesar 12 persen tersebut menyebabkan masyarakat tidak mampu membeli sembako.

“Kondisi real hari ini masyarakat mengalami penurunan pendapatan akibat pandemi, tapi kebijakan pemerintah justru menyebabkan sembako semakin mahal. Tentu ini akan sangat menyusahkan rakyat,” tukas tokoh gerakan mahasiswa 77/78 itu.

Sebagaimana diketahui, pemerintah berencana untuk memasang tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12% pada produk sembako.

Hal itu tertuang dalam revisi draft Rancangan Undang-Undang (RUU) Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) yang beredar.

Dalam Pasal 4A draft RUU KUP tersebut, pemerintah menghapus beberapa jenis barang yang tidak dikenai PPN. Beberapa kelompok barang tersebut diantaranya barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya, tidak termasuk hasil pertambangan batubara. Serta menghapus barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak.

Sembako atau jenis-jenis kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan masyarakat dan tak dikenakan PPN itu sendiri sebelumnya diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 116/PMK.010/2017.

Barang tersebut meliputi beras dan gabah; jagung; sagu; kedelai; garam konsumsi; daging; telur; susu; buah-buahan; sayur-sayuran; ubi-ubian; bumbu-bumbuan; dan gula konsumsi.

Sedangkan hasil pertambangan dan pengeboran yang dimaksud adalah emas, batu bara, hasil mineral bumi lainnya, serta minyak dan gas bumi.

 

Dalam draf RUU KUP tersebut, pemerintah juga memutuskan untuk menambah jenis jasa yang sebelumnya dikecualikan atas pemungutan PPN.

Jasa pelayanan yang kemudian akan dikenai PPN oleh pemerintah diantaranya pelayanan kesehatan medis, jasa pelayanan sosial, jasa pengiriman surat dengan perangko, jasa keuangan, hingga jasa asuransi.

Selain itu, ada juga jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan, jasa angkutan umum di darat di air serta angkutan udara dalam negeri dan angkutan udara luar negeri, jasa tenaga kerja, jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam, serta jasa pengiriman uang dengan wesel pos.

Melalui beleid RUU KUP tersebut, pemerintah juga memutuskan untuk menaikkan tarif PPN dari 10% menjadi 12%. “Tarif pajak pertambahan nilai adalah 12%,” demikian tertulis pada pasal 7 ayat 1.