Wow Kian Disegani, Indonesia Bakal Jadi Raja Baterai Dunia

Oleh : Kormen Barus | Senin, 17 Mei 2021 - 10:32 WIB

INDUSTRY.co.id, Jakarta-Dukungan pemerintah terhadap industri nasional terus menunjukkan tren positif, hal ini ditunjukkan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) yang terus mendampingi PT Trinitan Metals and Minerals (PT TMM) dalam upaya mewujudkan pabrik smelter dengan melaksanakan salah satu dari tujuh perannya yaitu audit teknologi.

BPPT melaporkan hasil audit teknologi yang dilakukan terhadap metode Step Temperature Acid Leach (STAL), dikembangkan PT TMM untuk proses pelindian ini mampu me-recovery nikel mulai 89 hingga 91% dan kobalt sebesar 90 hingga 94%. Metode tersebut dinyatakan mampu memberikan nilai tambah komoditas nikel ketika diterapkan dalam smelter skala kecil atau modular.

Hasil audit teknologi menunjukkan metode STAL lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan teknologi atmospheric leaching (AL) yang dapat menghasilkan recovery nikel antara 50 hingga 70%, dan cenderung mendekati teknologi high pressure acid leaching (HPAL) yang dapat mencapai 94 hingga 96%.

Kepala BPPT Hammam Riza usai melakukan kunjungan ke PT TMM, Kamis (06/05) mengatakan audit teknologi yang dilakukan BPPT merupakan sebuah rangkaian dalam mengawal teknologi hingga tahap komersialisasi.

"Alhamdulillah, hasil yang didapatkan sesuai dengan harapan semua pihak, bahkan ini memberikan nilai tambah pada komoditas nikel," kata Hammam.

Dirinya berujar hasil audit teknologi ini bisa dijadikan rekomendasi dalam pembangunan smelter modular atau skala kecil yang bisa langsung dimanfaatkan oleh pertambangan rakyat, terlebih metode ini mengusung konsep zero waste, dimana hasil buang proses pelindian bisa diproduksi lagi.

Pembangunan smelter modular nikel menurutnya merupakan sebuah kesempatan yang harus segera diambil oleh Indonesia, karena persaingan teknologi energi sudah mulai beralih, dari energi fosil menjadi energi terbarukan, dan baterai diprediksi menjadi komoditas yang dibutuhkan industri di masa yang tidak lama lagi.

Kebutuhan akan baterai menurutnya akan selaras dengan permintaan nikel, dan beruntungnya Indonesia merupakan salah satu yang terbesar di dunia. Hal ini didasari data dari McKinsey, dimana Indonesia merupakan salah satu produsen nikel (Nickel Pig Iron (NPI), Bijih, Konsentrat, Presipitat) terbesar di dunia dengan menyumbang 27% total produksi global.

Hammam meyakini dengan dukungan penuh pemerintah dan ekosistem yang dibangun bersama oleh industri, Indonesia siap menjadi raja baterai dunia seperti yang diutarakan oleh Ketua Pelaksana Kiniku Bintang Raya KSO Budiman Sudjatmiko, yang juga seorang politisi dan anggota DPR-RI dari F-PDIP.

Dalam kesempatan yang sama Budiman memberikan apresiasi kepada BPPT dan PT TMM yang telah mendobrak metode pengolahan nikel yang bisa menghasilkan sebuah turunan komponen baru yang bisa menghasilkan sebuah industri baru.

Budiman juga mengajak seluruh ekosistem industri nikel untuk bersama mendukung teknologi anak bangsa ini (STAL) dalam upaya menjadikan Indonesia sebagai pemain kunci dalam industri pengolahan nikel.

Ia mengatakan teknologi baterai itu berpotensi menjadi enabler penggerak dari semua jenis pembangunan ekonomi di masa mendatang. Kebutuhan akan smelter nikel menjadi sebuah keharusan, dan selama ini teknologinya masih dikuasai oleh asing. Kendala lainnya yaitu masalah investasi yang tidak murah, satu smelter bisa memakan biaya 25 Triliun Rupiah.

Usai melihat teknologi STAL dan hasil audit teknologi yang dilakukan BPPT, dirinya mengatakan biaya investasi 25 Triliun tersebut bisa dibuat dalam skala kecil atau modular, tersebar di banyak titik potensial dan bisa dimanfaatkan langsung oleh pertambangan kecil.

Smelter modular ini selain mampu memberikan nilai tambah komoditas nikel juga secara teknologi memungkinkan untuk tidak membuang kotorannya ke laut, tapi bisa diproduksi lagi, dan yang terpenting adalah inovasi teknologi ini merupakan karya anak bangsa.

Lebih lanjut, Budiman yang juga menjabat Ketua Pelaksana KSO Kawasan Bukit Algoritma, yang sedang dibangun di Sukabumi, mengajak seluruh penyelenggara iptek baik kementerian/lembaga pemerintah, perguruan tinggi, hingga swasta dapat bekerja sama mengembangkan research and development (R&D) di Indonesia.

Dirinya mengajak BPPT untuk ikut bergabung membangun kawasan Silicon Valley-nya Indonesia ini. Kerjasamanya bisa terkait teknologi baterai dari ekstraksi nikel yang ramah lingkungan dan murah bagi rakyat. Nantinya juga akan disatukan dengan riset teknologi kecerdasan artifisial, yang akan berguna bagi efisiensi industri.

Kerjasama ini juga bisa diperluas dengan menggandeng beberapa unit potensial di BPPT seperti Balai Inkubator Teknologi, dan National Science Techno Park Pusat Teknologi Kawasan Spesifik dan Sistem Inovasi untuk bersama membangun negeri melalui iptek di Bukit Algoritma.