Asaki Akui Kinerja Industri Keramik Nasional Makin Gemilang Pasca Penurunan Harga Gas

Oleh : Ridwan | Kamis, 15 April 2021 - 15:22 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta - Kinerja industri keramik nasional terus meningkat, dimana pada kuartal I tahun 2021 telah mencapai level 75%, dan menjadi yang tertinggi sejak tahun 2015. Pencapaian tersebut juga selaras dengan Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur Indonesia yang meningkat ke level 53,2 pada Maret 2021.

"Ini menunjukkan bahwa kebijakan stimulus harga gas USD 6 per MMBTU untuk industri keramik efektif dan waktu yang tepat," kata Ketua Umum Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) Edy Suyanto kepada INDUSTRY.co.id di Jakarta, Kamis (15/4/2021).

Dijelaskan Edy, industri keramik dalam negeri lebih cepat pulih dan bangkit di tengah pandemi, hal ini tidak lepas dari peran pemerintah lewan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), dana desa, dan percepatan penyerapan anggaran belanja nasional dan daerah, sehingga tren peningkatan tingkat utilitas dapat terjaga karena adanya pemulihan daya beli.

"Bahkan, kabar yang menggembirakan di bulan April 2021, tingkat utilisasi produksi nasional sudah mencapai 78%," terangnya.

Lebih lanjut, Edy menjelaskan, peluang bagi industri keramik di masa depan sangat terbuka lebar antara lain, memanfaatkan pasar ekspor dengan lebih agresif pasca penurunan harga gas, serta konsumsi keramik per kapita Indonesia yang masih rendah sebesar 1,8 meter persegi per kapita sedangkan rata-rata konsumsi per kapita dunia di level 2,5 meter persegi per kapita (sumber World Ceramic Tiles Manufacturer Forum) dan rata-rata konsumsi negara tetangga di Asean di atas 3 meter persegi per kapita.

Selanjutnya, memanfaatkan stimulus PPN dan UU Cipta Kerja untuk sektor properti, serta pelarangan pemanfaatan produk impor untuk infrastruktur dan properti.

Asaki mengharapkan perhatian khusus dan dukungan dari Kementerian ESDM agar implementasi Kepmen Nomor 89-K/2020 tentang harga gas USD 6 per MMBTU untuk industri keramik di Jawa Timur bisa segera terealisasi secara penuh.

"Industri Keramik di Jatim sudah menunggu setahun lebih dan sampai saat ini belum mendapatkan kepastian dari PGN. Industri Keramik di Jatim masih harus membayar sekitar 34% dari total pemakaiannya dengan harga gas lama sebesar USD 7,98 per MMBTU. Kondisi tersebut membuat Industri keramik di Jatim membayar harga gas lebih mahal sekitar 20% dibanding sesama industri keramik domestik dan membuat gencarnya gempuran produk impor dimana periode Januari dan Februari 2021 bertumbuh 13% dibanding periode yang sama di tahun lalu," papar Edy.

"Asaki siap menyerap lebih pemanfaatan gas dan saat ini masih menunggu kepastian dari Kementerian ESDM untuk tambahan alokasi volume gas tahap dua sebesar 40 BBTUD," tambahnya.

Disisi lain, Asaki berharap pemerintah menunda kenaikan tarif lift on lift off di pelabuhan Tanjung Priok, karena industri keramik nasional masih berjuang "rebound" dari dampak pandemi Covid-19 dan ditengah mahalnya biaya logistik di Tanah Air, sehingga akan mendistorsi efektivitas program pemerintah untuk membantu meningkatkan daya saing industri.

Selain itu, tambah Edy, industri keramik masih mengalami kendala ketersediaan dan harga kontainer untuk ekspor yang saat ini masih sangat mahal dibanding sebelumnya.

Sebagai informasi, berdasarkan catatan Asaki, kinerja ekspor industri keramik nasional di bulan Januari dan Februari 2021 menurun 15% jika dibandingkan periode yang sama di tahun 2020.

"Hal ini dikarenakan pihak buyer menahan pembelian akibat kenaikan Ocean Freight atau kontainer, sedangkan di satu pihak industri keramik nasional tidak mampu mensubsidi kenaikan harga kontainer tujuan ekspor," tutup Edy.