Sertifikasi Halal Mengiurkan, Otoritas MUI atau BPJPH?

Oleh : Wiyanto | Sabtu, 08 Agustus 2020 - 15:47 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta-Sertifikasi merupakan jaminan bagi konsumen umat Islam, bahwa produk tersebut layak dikonsumsi. Belakangan MUI dan BPJPH dapat mensertifikasi halal, otoritas yang mana yang layak mensertifikasi halal?

Silang pendapat antara Majelis Ulama Indonesia (MUI) dengan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) nampaknya tak kunjung usai. Karenanya, MUI membentuk Dewan Halal Nasional MUI untuk menjembatani komunikasi, koordinasi dan kebijakan yang terhambat dengan pihak luar pada April 2020. Lansir Indonesiainside.

Wakil Ketua Dewan Halal Nasional MUI, Muhammad Nadratuzzaman Hosen menjelaskan, wajib sertifikasi dalam UU JPH ada proses saat supply and demand. Semua ketentuan dan peraturan memiliki pedoman.

“Nah saya nggak melihat gurunya BPJPH ini siapa. Karena, untuk alur orang mendaftar itu banyak sekali peraturannya, bagi saya yang punya usaha kecil sangat menakutkan gitu lho, semuanya kan perlu ada pembinaan, waktu dan guru ngajinya,” kata Nadra dalam diskusi Polemik, Sabtu (8/8).

Maka, jelas Nadra, perlu ada komunikasi intens dan tata kelola yang baik antara BPJPH dengan MUI. Apabila persoalan ini tidak selesai, maka umat yang menjadi korban dan pihak lain menertawakan sertifikasi halal hanya menjadi polemik.

“Saya tidak mau mengatakan MUI paling benar, tapi mari kita duduk bersama-sama. Kalau disebut rebutan kavling, kita rebutnya seharusnya sebelum undang-undang disahkan, kalau ada tarif yang jelas, pembagian yang jelas, semua berjalan dengan baik dan benar, kita berjalan seiringan,” katanya.

Sementara, dia menilai selama ini hal yang ‘diributkan’ BPJPH adalah terkait sertifikasi halal. Padahal usaha melakukan sertifikasi adalah menyadarkan masyarakat tentang pentingnya kehalalan dan kethayyiban suatu produk.

“Nah, pedagang bakso-bakso, kue putu itu sudah takut duluan. Saya melihat segmentasi BPJPH ini menengah ke atas, bukan ke bawah, ini problem utamanya di BPJPH,” ujarnya.

Hal lain, dia menilai BPJPH menempatkan orang-orang yang tidak kompeten dan tidak sesuai dengan latar belakang pendidikannya. “Saya melihat juga Pak Sukoso (Kepala BPJPH) tidak pernah terlibat di LPPOM, Kemenag di level paling bawah, misalnya penyuluh agama juga apakah sudah menyampaikan soal halal haram suatu produk?,” tanyanya.

Sebab, suatu contoh, masyarakat akar rumput menganggap semua alkohol najis. Banyak ketakutan-ketakutan masyarakat soal produk. “Padahal MUI tidak menganggap semua alkohol najis atau haram,” katanya.

Menurut dia, BPJPH lebih banyak berkutat pada permasalahan sertifikasi halal. Padahal infrastruktur dan kesiapan BPJPH mengenai halal harus sudah siap dan dapat berjalan.

“Oleh karena itu, banyak perusahaan yang sudah daftar ke BPJPH, sementara BPJPH tidak melaporkan ke MUI, akhirnya pelaku usaha menunggu-nunggu,” ujar Nadra.