Dana COVID-19 Sebesar Rp695,2 Triliun 'Rawan' Penyelewengan? Kemenkeu: Pengawasan Juga Tanggung Jawab Pemda

Oleh : Candra Mata | Rabu, 15 Juli 2020 - 14:35 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan terkait biaya penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional (PEN) total anggaran disiapkan Pemerintah sebesar Rp695,2 triliun (25,38%) dari APBN 2020. 

Menurutnya, beberapa alokasi anggaran terkait program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) tersebut, ada yang ditujukan langsung untuk mendukung penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi di daerah melalui pengelolaan Transfer Ke Daerah dan Dana Desa (TKDD).

"Yaitu Bantuan Langsung Tunai (BLT) Dana Desa sebesar Rp31,8 triliun, cadangan DAK Fisik sebesar Rp8,7 triliun, Dana Insentif Daerah (DID) pemulihan ekonomi sebesar Rp5 triliun, Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) Tambahan Dana Alokasi Khusus (DAK) Non Fisik sebesar Rp3,7 triliun, Insentif pariwisata (hibah) sebesar Rp3,3 triliun, dan fasilitas pinjaman daerah sebesar Rp10 triliun," jelas Sri Mulyani dilansir Redaksi Industry.co.id dari laman Kemenkeu Rabu (15/7).

Sementara itu terkait penyaluran dan pengawasan, Inspektur Jenderal (Itjen) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Sumiyati menyatakan bahwa pengawasan tidak hanya pemerintah melalui Kementerian/Lembaga (K/L) dan special mission vehicle (SPV) yang ada di pusat saja, tetapi juga pemerintah daerah (Pemda) baik antar APIP pusat (K/L/Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan/BPKP) maupun daerah (APIP Prov/Kab/Kota) karena bersifat lintas sektoral dan wilayah. 

"Agar program tersebut dapat terlaksana secara efektif, efisien, dan akuntabel, diperlukan kontribusi semua pihak untuk dapat secara aktif menjaga dan mengawal Governance (tata kelola), Risk (risiko), and Control (pengendalian) atau GRC atas program, terutama  pengawasan dari Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) sebagai early warning," jelas Sumiyati dalam keterangan virtualnya hari ini.

"Kita tentunya tidak ingin, sumber daya (dana, waktu, tenaga, dan pikiran) yang telah kita curahkan untuk mengatasi pandemi ini dan sekaligus menyelamatkan perekonomian dari krisis yang mengancam, menjadi sia-sia atau tidak memberikan manfaat yang berarti bagi masyarakat, hanya karena kurangnya pengawasan dan pengawalan terhadap implementasi program," ungkapnya.

Sumiyati beralasan program tersebut bersifat lintas sektoral dan wilayah, sehingga sinergi diperlukan antar APIP, baik pusat maupun daerah.

"Jadi anggaran TKDD merupakan penyerahan dari pusat ke daerah dan bukan merupakan penugasan dari Menteri Keuangan, maka pengawasan yang dilakukan Inspektorat Jenderal (Itjen) Kemenkeu tidak dapat menjangkau sepenuhnya sampai dengan realisasi penggunaan dan pertanggungjawaban dana oleh pemerintah daerah," tegas Sumiyati.

Menurutnya pihaknya hanya dapat melakukan pengawasan terhadap TKDD pada saat anggaran tersebut diformulasikan, dialokasikan, dan disalurkan ke daerah, ini merupakan tugas dan fungsi Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) dan Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPB). 

"Pengawasan terhadap anggaran TKDD yang telah menjadi bagian dari APBD menjadi tugas dan fungsi APIP daerah bersangkutan, sebagaimana telah diatur dalam PP Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah dan PP Nomor 12 Tahun 2017 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah," pungkasnya.

Sementara itu Moch. Ardian N. Plt. Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri mengungkap ada beberapa potensi penyalahgunaan anggaran Covid-19 yang ingin dicegah dengan pengawasan APIP hingga ke daerah yaitu antara lain potensi penggelembungan belanja kesehatan, penggelembungan jumlah penerima bantuan sosial (bansos).

"Serta potensi laporan fiktif belanja kesehatan dan bansos serta politisasi menjelang pilkada serentak dengan memberikan bansos," paparnya.